Ya … Benar! Anakku bukan robot.

Anak adalah kehidupan,
Mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu.
Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu,
Curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu
karena mereka dikaruniai pikiranya sendiriBerikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya,
Karena jiwanya milik masa mendatang
Yang tak bisa kau datangi
Bahkan dalam mimpi sekalipunBisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah
menuntut mereka jadi seperti sepertimu.
Sebab kehidupan itu menuju kedepan, dan
Tidak tengelam di masa lampau.Kaulah busur,
Dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur.
Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian.
Dia menantangmu dengan kekuasaan-Nya,
hingga anak panah itu meleset,
jauh serta cepat.Meliuklah dengan sukacita
Dalam rentangan Sang Pemanah, sebab Dia
Mengasihi anak- anak panah yang meleset laksana kilat,
Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap
…
Aku setuju dengan pernyataan Azim Premji seorang ahli teknologi informasi dari India, sebab utama adalah anakku bukan robot dengan remote yang tergenggam di tanganku sebagai orangtuanya. Anakku adalah manusia ciptaan Illahi Rabbi Yang Maha Sempurna. Manusia unik, spesifik, menarik, dan berkapasitas penuh sebagai khalifah fil ard.

Anak bukanlah lempung yang bisa dibentuk -yaitu guru dan orangtua sebagai pembuat tembikar yang memutuskan bentuk apa yang harus dihasilkan lempung itu.
Seorang ibu dari siswa taman kanak-kanak tempat Teteh, anakku bungsu, belajar bercerita ada temannya mengeluh karena anakknya sekarang menjadi pembangkang. Tak mau menurut apa yang diperintahkan orangtuanya. Kemarin temanku di kampus tempaku mengajar, mengajak berdiskusi tentang sekolah yang terbaik untuk anaknya (he3 … anaknya baru berumur 2,5 tahun). Pernah juga suatu sore ketika bersilaturahim di sekolah Kaka, anak sulungku (sebuah Islamic Boarding School) walikelasnya bertanya bagaimana keseharian anakku di rumah? Aku juga ada pengalaman ketika ketua WOTK kelas Mas di sekolah dasar ‘curhat’ tentang kesibukannya menemani anak semata wayangnya mengikuti rangkaian tes di sebuah RSBI di Jakarta. Kejadian tersebut terjadi sekitar 7 tahun lalu.
Ya … begitulah keseharian orangtua, khususnya para ibu dalam menjalani pendampingan proses belajar mengajar anak-anaknya. Ijinkan aku (seorang Ibu dari tiga orang anak) menghadirkan pemikiran ‘Bill Gates Muslim dari’ India : Azim Premji.
“Jika anda orangtua, saya kira anda memiliki banyak aspirasi untuk anak anda. Anda – ingin dia menjadi seorang dokter, insinyur, ulama, ilmuwan, pengacara, dosen, arsitek, banker, atau profesional sukses lainnya. Saya yakin aspirasi ini didorong oleh pemikiran anda tentang masa depan anak anda dan kedudukan pentingnya di dalam kehidupan anda Namun, menurut saya aspirasi dan tindakan ini akan lebih menimbulkan keburukan daripada kebaikan terhadap anak anda.”

Anak-anakku Kaka, Mas, dan Teteh tidak sepatutnya dinilai keberhasilannya hanya semata dari ukuran eksternal seperti ujian sekolah atau ujian nasional. Sebab, anak-anak yang sangat terfokus pada ujian mulai melupakan artinya menjadi seorang anak yang penuh rasa ingin tahu, suka menjelajah, sesekali jatuh, lalu bangun lagi,melompat bahkan terjun di kolam berair jernih untuk kemudian berenang penuh semangat hingga di sisi lain.
Mereka bergaul dengan teman sebaya, tertawa gembira dan tersenyum simpul, bermain sambil belajar berbagai hal. Masa kanak-kanak dan remaja yang terlalu berharga, bila disia-siakan dengan tekanan-tekanan (serupa aliran listrik, tombol mekanik, dan gabungan beragam instruksi ‘manual book’) artifisial berupa persaingan tak terkendali, jam belajar text book yang panjang, dan buku rapor/lembar ijazah yang membungkus seluruh kemanusiaannya dalam angka-angka.
Mungkin pemikiranku ini tak begitu sejalan dengan pandangan umum.
Aku membayangkan dan terus ingin mendiskusikannya kemudian berupaya bersama mencapai gagasan besar ini bersama para guru, kepala sekolah, dan penyelenggara pendidikan di sekolah tempat anak-anakku belajar. Aku membayangkan sekolah yang melihat anak-anak sebagai benih yang perlu di rawat – di sini sang guru adalah juru kebun yang membantu mengeluarkan potensi yang sudah ada di dalam sang anak. Penyelenggara/manajemen adalah lahan subur yang memberikan tanah terbaiknya baik keberlangsungan tumbuh kembang benih-benih unggul tersebut.

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS al-Furqan 25:74)
Saat ini hingga nanti, aku bertekad memberikan anak-anak kebebasan untuk menjelajahi kehidupan dengan sungguh-sungguh. Penjelajah tentu perlu bekal bukan? Sebagai orangtua, tugasku adalah membekali mereka nilai-nilai (terutama agama) yang kuat, memberikan peta dan kompas (berupa teladan akhlakul karimah : kejujuran, integritas, amanah, semangat belajar, dan kerja keras), juga terus melantunkan doa-doa terbaik sebagai pengiring perjalanan mereka yang oleh Tuhan Pemilik Hidup akan dihembuskan merasuk ke dalam pikiran, qalbu, dan terwujud dalam tindakan.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
(QS. Ali ‘Imran 3:14)
Doa-doa terbaik untuk Kaka, Mas, dan Teteh …



…
Mampir membaca yuk! di link menarik ini: