Suka Duka Perjalanan Rumah Tangga

Standar

Perjalanan keluarga hebat senantiasa perlu bekal yang terbaik, tidak sekadarnya saja. Maka, kami terus belajar dan menggali pengetahuan agar semakin sabar, bijak dan solutif dalam menyelesaikan beragam permasalahan dalam kehidupan ini. Serta senantiasa bermohon pertolongan dan limpahan rahmat Allah Yang Maha Pembuka Rahmat lagi Maha Mengetahui Rahasia.

Aku dan suami akan memasuki tahun ke-28 pernikahan pada bulan Mei 2023. Kami dikaruniai tiga orang anak. Kaka, Mas, dan Teteh, alhamdulillah … Sebagai istri dan ibu, aku senantiasa merasa harus terus belajar dan menggali ilmu terkait membangun dan mengembangkan keluarga bahagia dunia akhirat, begitu juga dengan suami yang menjadi sahabat belajarku.

Mengapa hal ini penting?

Para penghuni surga datang, sebagian bertanya kepada sebagian yang lain tentang kenikmatan besar yang mereka dapatkan dan sebabnya. Mereka berkata, “Kami di dunia saat berada berada di tengah keluarga kami adalah orang-orang yang takut kepada Tuhan kami, takut kepada azabNya di Hari Kiamat. Lalu Allah memberi kami nikmat hidayah dan taufik, Allah menjaga kami dari azab beracun Neraka Jahanam, yakni api dan panasnya. Sesungguhnya kami sebelum ini beribadah dengan rendah hati kepada Allah semata tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, maka Allah menjaga kami dari azab neraka dan menyampaikan kami ke surga yang penuh kenikmatan ini. Allah menjawab doa kami dan memberi kami apa yang kami minta. Sesungguhnya Allah Maha Baik lagi Maha Penyayang di antara kebaikan Allah dan dan rahmat-Nya kepada kami adalah Dia memberikan ridha dan surga-Nya, serta menjaga kami dari murka-Nya dan neraka.”

(Tafsir al-Muyassar)

Belajar dari Para Teladan

Semoga Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi Karunia melimpahkan rahmat-Nya kepada kami agar terus bergandeng tangan, saling mendoakan, saling menguatkan, saling menghormati, saling mencintai dan menyayangi, aamiin …

Orang tua adalah pemberi nasehat dan inspirasi yang senantiasa melekat erat dalam sanubari. Aku bercermin kepada Mamah Tuti dan Bapa Oom, juga Ibu Sirriyah dan Bapak Roosdi. Mereka adalah teladan bagi kehidupanku dari dulu, kini, hingga nanti.

Kami berkeluarga karena ingin menjalankan syariat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, menjaga diri, membanggakan Rasulullah, dan mendidik sebaik-baiknya wakil Allah di muka bumi (khalifah) dari rumah kami, insyaallah.

Sejarah mencatat betapa cinta ibunda Nabi Ibrahim AS telah memberikan motivasi bagi Ibrahim kecil. Masa kecil di sebuah gua di tengah hutan mengantarkan Ibrahim menemukan Tuhan yang Maha Pencipta. Tiada satupun yang patut disembah selain Allah SWT. Ibrahim pun berani menantang risiko berdakwah kepada ayah dan Raja Namrud. Itulah cinta Ibu yang mencerdaskan. Begitu pula cinta Asiah istri Firaun yang mendampingi Nabi Musa AS semasa kecil. Kasih sayangnya menembus batas kesenangan dunia sebagai istri raja. Asiah telah mengantarkan Musa menjadi pemimpin kaumnya dan berani menentang kezaliman Firaun.

Pentingnya peran ayah dalam proses mencerdaskan anak dengan cinta. Mari belajar pada Ayah para Nabi Ibrahim AS. Juga kepada teladan umat, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam. Al-Qur’an menggambarkan bagaimana Lukman AS berusaha mencerdaskan anaknya dengan penuh cinta : “(Lukman berkata) : ‘Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha halus lagi Maha Mengetahui. ‘Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). ‘Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkung. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Lukman 31 : 16-18).

Mereka para Nabi dan Rasul, tidak meninggalkan perannya sebagai Ayah, walau menyandang risalah begitu berat menyebarkan tauhid kepada umatnya. Di rumah, mereka adalah ayah yang penuh cinta, hangat, ramah, penyanyang, dan mau bersama-sama Ibu mendidik dan mengasuh anak-anaknya.

Saat aku menunaikan ibadah haji tahun 2006/2007, alhamudlillah bisa mendapatkan hikmah dari sejarah kehidupan Rasulullah. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, pengalaman spiritual yang luar biasa didapatkan ketika ziarah ke Madinah. Jejak Nabi Muhammad nyata ada di sana. Perjuangan dakwah Islamiyah, ketegaran hati, kepemimpinan, akhlak mulia, persahabatan dalam iman dan islam, bahkan kecintaan beliau kepada umatnya terpancar dari Madinah. Hal menarik ketika berada di Masjid Nabawi adalah menyelami kehidupan Nabi bersama keluarganya. Ternyata rumah Rasulullah sangatlah sederhana dan kehidupan sehari-harinya sangat bersahaja.

Ukuran rumah beliau tak lebih dari 5 x 4 m2 dan halaman belakang 5 x 3,5 m2. Atapnya dari pelepah kurma, dindingnya dari batu bata tahan api, lantainya tanah. Subhanallah … luar biasa. Bukan istana pualam atau hiasan emas dan perak yang dinikmati Rasulullah SAW bersama keluarganya. Sanggupkan kita meneladani kehidupannya yang demikian ? Sanggupkan kita tidak mengeluh dan berputus asa ketika menemui kesulitan hidup ? 

Aku merasakan sentuhan yang sangat mengharukan ketika shalat di Masjid Nabawi. Terbayang bagaimana Rasulullah menjadi imam, para sahabat (Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hamzah sayyid al syuhada, Salman al Farizi, Abbas ibn Abdul Muthalib, Al Hakam ibn Sa’id, Ubay ibn Ka’ab, Zaid ibn Haritsah, Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, Zaid ibn Tsabit, Abu Lubabah.

Begitu juga serasa ada para ummul mu’minin (kecuali Khadijah binti Khuwailid yang telah wafat) Saudah binti Zam’ah, Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Huzaimah, Juwairiyah binti Haris, Sofiyah binti Hay bin Akhtab, Hindun binti Abi Umaiyah, Ramlah binti Abu Sufyan, Hafsah binti Umar bin Khatab, Zainab binti Jahsy, Maimunah binti Haris. 

Ya Allah … Terasa di hati ini suasana syahdu saat putri-putri Beliau hadir di sini Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Subhanallah … mereka adalah pejuang sejati, penegak kalimat tauhid, rela berkorban harta, raga, bahkan jiwa. Bila salah mohon dimaafkan. Aku memperoleh kesan mendalam tentang Nabi ketika membaca kitab Syama’il an Nubuwwah karya Abu Isa at Tirmizi yang menggambarkan sosok manusia yang paling baik budi pekertinya. 

Teladan Rasulullah tercermin dalam kebaikan rohani, kemuliaan jiwa, kesucian hati, keserhanaan tingkah laku, kebersihan, dan kehalusan rasa. Sifatnya lemah lembut tapi kesatria, ramah tetapi serius, dan otaknya cerdas. Alam pikirannya luas sehingga mampu mempengaruhi baik kepada orang pandai maupun orang yang tidak berpengetahuan. Senyumnya memikat, sabar terhadap bawahan, rela menjenguk orang sakit sekalipun memusuhinya, memenuhi undangan orang miskin sekalipun. Tak segan menjahit sendiri pakaiannya, memerah susu kambing, dan menolong pekerjaan rumah. Nabi Muhammad menyayangi orang miskin, mencintai anak-anak, dan menghormati perempuan. 

Hikmah Ketika Diberi Ujian Rumah Tangga

Kisahku ini bermula di tahun 1997 aku resign dari pekerjaan sebagai arsitek dan berlanjut dengan krisis moneter yang melanda Indonesia juga hampir seluruh negara di dunia pada tahun 1998. Gonjang ganjing politik -reformasi juga sangat mengguncang perekonomian negara kita tercinta. Rumah tanggaku pun ikut merasakan dampaknya, subhanallah …

Sebagai lulusan teknik arsitektur ITB rasanya mendapat pekerjaan itu mudah saja. Selepas lulus pada tahun 1994, aku bisa langsung bekerja dan mendapat kepercayaan menjadi asisten Manager di sebuah developer. Namun kehamilan anak pertama membuatku harus berpindah pekerjaan ke sebuah konsultan agar tak terlalu berat kerja di lapangan. Ternyata setelah melahirkan (walaupun normal, aku mengalami retak tulang ekor yang berakibat sakit luar biasa ketika harus duduk) aku diminta suami untuk berhenti bekerja. Alasannya kasihan anak yang hampir selalu ditinggal mulai pagi hingga malam hari.

Sebagai manusia biasa, tentu aku merasakan kesedihan saat kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran terdidik. Walau harus menemani anak semata wayang, Kaka yang berusia 6 bulan ternyata membuatku masih banyak memiliki waktu luang. Aku yang biasa aktif sejak sekolah hingga kuliah, rasanya jadi pengangguran itu tidak enak.

Alhamdulillah suami mengijinkan aku untuk kuliah lagi agar waktuku lebih produktif, tapi tetap bisa dekat dengan Kaka. Aku memilih kuliah S2 bidang manajemen dengan biaya orang tua. Ternyata heboh juga ya kuliah sambil mengurus Kaka he3 … Saat aku menyusun tesis sambil menyusui itu sesuatu sekali. Belum lagi ketika anak sakit tapi harus berangkat kuliah itu pasti membuatku galau.

Bersyukur dengan segala keriuhan dan berjibaku dengan angkutan umum di Jakara yang selalu macet saat pergi dan pulang kuliah. Aku berhasil lulus magister manajemen tepat waktu. Profesor pembimbingku yang baik hati dan sangat perhatian memberikan apresisasi untuk tesis yang aku susun berdasarkan pengalaman kerjaku saat membangun dan mengelola apartemen di daerah Pancoran. Sudah pasti ini adalah campur tangan Allah Yang Maha Cerdas lagi Maha Pemurah.

Pengalaman tak terlupakan saat menyusun tesis, di tengah gejolak masa reformasi, ada penembakan mahasiswa. Aku dan teman-teman dosen menyatakan solidaritas dengan memasang pita putih di lengan selama berhari-hari saat datang ke kampus. Ketika masa genting itu, suamiku yang bekerja di developer terkena PHK besar-besaran. Jadilah kami berdua saat itu pengangguran berpendidikan tinggi. Waktu berjalan situasi masih belum menentu, hingga tabungan kami semakin  menipis.

Segera setelah wisuda aku mencoba melamar pekerjaan sebagai dosen di luar kota tempat orang tuaku tinggal. Keputusan itu diambil sekaligus agar aku bisa menemani Mamah yang baru saja ditinggal berpulang Bapa. Innalillahi wa inna ilahi rojiun.

Allah Yang Maha Baik lagi Maha Mendengar mengabulkan doaku. Aku diterima menjadi dosen di beberapa perguruan tinggi di Kota Cirebon. Sungguh tak disangka saat banyak orang kehilangan pekerjaan, aku malah bisa kembali bekerja di bidang yang juga sangat aku sukai. Ya … Sejak dulu aku suka dunia pendidikan dan cita-cita terpendamku adalah menjadi pendidik.

Bersama dengan kesulitan itu ada kemudahan, benar adanya.

Saat aku sudah menjadi dosen, suamiku masih menganggur. Kondisi yang tidak nyaman tentunya. Sebagai kepala keluarga yang tidak bisa memberi nafkah kepada istri dan anak tentulah sangat berat. Aku mencoba menenangkan hatinya, bahwa keadaan ini tentu sudah dirancang Allah Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana dengan segala hikmah. Ujian berat ini ditambah lagi dengan aku dan suami harus berpisah kota. Kami hanya bisa bertemu seminggu sekali. Kaka kadang menanyakan kapan Bapa datang? Hiiikkksss … Terharu hatiku karena pastilah dia kangen dengan bapanya, ingin jumpa dan bermain bersama.

Baru saja bekerja enam bulan, Aku dipercaya menjabat sebagai Direktur di Akademi tempatku mengajar. Suami masih belum juga mendapat pekerjaan. Sampai akhirnya ada tawaran pekerjaan di sebuah developer tapi sistem kontrak. Alhamdulillah … Suami kembali bisa mengamalkan ilmunya di bidang arsitektur. Keuangan keluarga mulai membaik.Tapi kami masih berpisah kota.

Suami dimotivasi orang tuanya untuk melanjutkan kuliah S2 di ITB dengan biaya dari mereka. Suami memutuskan untuk mencari pekerjaan di Bandung agar bisa kuliah sambil bekerja. Alhamdulillah … Setelah lulus suami bisa ikut seleksi di sebuah BUMN dan diterima sebagai karyawan tetap. Kami masih berpisah kota. Sudah hampir enam tahun perpisahan kami. Mungkin sebagian orang ada yang sudah lebih lama lagi berkeluarga berpisah kota sepertiku.

Rasa berat aku tanggung saat harus bekerja dan mengurus anak sendirian. Tapi aku malu untuk mengeluh. Sebab ada sahabatku yang juga lebih lama lagi berpisah dengan suaminya yang bertugas di Jepang dan lanjut pindah kerja ke Australia. Dia hanya bisa jumpa setahun sekali bahkan pernah hingga 2 tahun baru pulang ke Indonesia. Itupun sejenak saja tidak lebih dari satu bulan.

Ada lagi sepupuku yang suaminya bekerja di kapal pesiar keliling dunia. Nah … Mereka bisa berjumpa sekitar enam bulan sekali. Temanku sewaktu kuliah, mengalami juga pernikahan jarak jauh karena dia harus menempuh studi S2 di ITB dan suaminya berdinas di Saudi Arabia. Sekitar tiga tahun tidak berjumpa.

Pada tahun 2000, anak keduaku, Mas lahir. Dia hingga umur empat tahun seminggu sekali saja bertemu bapanya. Seringkali pada hari Sabtu pagi dia bertanya, “Bu … Bapa datangkan nanti sore?” Dia sudah tahu jadwal ayahnya datang Sabtu sore. Pertemuan tak lebih dari 24 jam karena minggu sore suamiku harus kembali keluar kota. Duh … Sedih melihat anak-anak begitu berat melepas kepergian bapanya. Suamiku juga bilang dia sering menangis dalam kendaraan saat harus berpisah dengan anak-anak.

Akhirnya … Keputusan besar aku ambil. Aku mengundurkan diri dari jabatan sebagai Direktur dan memilih kembali ke Jakarta untuk kumpul bersama suami dan anak-anak. Teman-teman dosen terutama pihak Yayasan sangat terkejut. Tapi tekadku sudah bulat. Ya … Rezeki berupa materi insya Allah akan dicukup oleh Allah Yang Maha Kaya. Aku merasa punya tanggungjawab besar untuk mengasuh, mendidik, dan mendampingi tumbuh kembang anak-anak bersama ayahnya.

Ketika ada orang yang  mengejar dan sangat ingin memiliki jabatan, aku malah melepaskannya. Tapi itu menurutku biasa saja. Toh jabatan itu adalah amanah sementara yang sewaktu-waktu juga akan berakhir. Yang penting saat diberi amanah jagalah sebaik-baiknya. Sepuluh tahun bekerja di luar rumah ditambah aktivitas di partai politik dan LSM memang membuatku merasa bisa beraktualisasi diri dengan maksimal. Bahkan aku menjadi Calon Anggota Legislatif DPR RI, Bakal Calon Walikota, juga menjadi wakil Direktur LSM. Ya … Jabatan di partai dan LSM pun aku lepas.

Rumah kami mungil saja tipe 21/72. Sedikit di renovasi ruangan ditambah kamar satu, dapur, dan ruang tamu. Hidup bersahaja bersama para tetangga perumahan RSS memberiku hikmah bahwa tak soal dengan kemewahan dunia. Bahagia itu ada dalam jiwa bukan dari banyaknya harta. Bahagia itu sederhana saja. Berkumpul bersama anak-anak dan suami tercinta, membuat sarapan pagi, mengantar dan menjemput sekolah, menemani belajar, bermain sepeda keliling perumahan, mengantar les renang, bahkan sekedar membaca buku cerita bersama.

Allah Yang Maha Cerdas lagi Maha Teliti tak pernah lepas memberi aku kesempatan untuk berkarya. Di perumahan yang padat ini ternyata posyandunya mati suri. Aku tergerak untuk menghidupkannya kembali. Sisa uang belanja aku bantu untuk mengembangkan posyandu hingga pa RW menunjukku menjadi ketuanya. Posyandu berkembang dengan membuka kelas untuk balita belajar. Garasi rumahku dan ruang tamu dimanfaatkan untuk mereka belajar seminggu dua kali. Aku gurunya. Gratis!

Bahagia itu sederhana. Berbagi dengan sesama tanpa pamrih. Senyum para ibu dan tawa riang balita sangat menghibur hatiku dan memberi semangat bahwa bekerja itu bisa di mana saja. Bekerja itu tak melulu mengejar gaji. Rezeki itu bukan hanya uang. Dan keberkahan hidup tak dinilai dari jabatan. Subhanallah … Pelajaran hidup seperti ini tak didapat dibangku kuliah selevel S3 pun. Ini harus benar-benar dijalani dan dimintakan hikmahnya kepada Allah Yang Mahabijaksana.

Setelah lebih dari lima tahun hampir tak ada sebersitpun kembali bekerja di luar rumah. Anak ketiga telah berusia empat tahun dan duduk di bangku taman kanak-kanak.  Anak pertama dan kedua belajar di boarding school. Tiba-tiba saja teman dosen di tempatku dulu mengajar menelpon. Wah … Hatiku bertanya-tanya, ada apa? Kabar beritanya adalah aku diundang untuk mengikuti ujian sertifikasi dosen. Ternyata selama lima tahun selepas mengundurkan diri, namaku masih ada dalam daftar sebagai dosen tetap di sana. Benar-benar bukti kebesaran Allah Yang Maha Memelihara lagi Maha Pemberi Rezeki. Akupun mengikuti ujian, lulus dan mendapat tunjangan.

Konsekuensinya aku harus kembali aktif sebagai dosen. Suamiku mendukung agar aku menjalankan amanah ini. Ah … Aku bimbang karena aku harus berada di luar kota minimal dua hari dalam seminggu. Aku memikirkan anak bungsuku, bagaimana dia nanti? Lagi-lagi pertolongan Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Penyantun datang kepadaku. Pengasuh anakku yang biasanya pulang hari bersedia menemani hingga suamiku pulang kerja. Bila suami juga dinas keluar kota (sering sekali kantornya menugaskan keluar kota bahkan keluar negeri) pengasuh anakku bisa menginap tapi sambil membawa anak-anaknya.

Akhirnya dengan niat untuk kembali mengamalkan ilmu dan berbagi pengetahuan kepada para mahasiswa aku kembali aktif di kampus hingga sekarang.

Bahagia Dalam Rumah Tangga Islami

Perjalanan bersama dalam biduk rumah tangga adalah komitmen suami istri yang tidak ringan. Ikatan yang kukuh saat ijab kabul adalah awal peta dihamparkan, kompas dipasang, layar dibentangkan, dan kemudi nahkoda dikendalikan agar senantiasa berada di dalam petunjuk Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bismillah …

Lautan itu tidak selamanya baik-baik saja. Ada karang, ombak, gelombang, badai, angin, hujan, petir, dan gemuruh dengan intensitas yang beragam. Kadang lembut saja … Sepoi dan beriak. Bisa juga suatu saat menggelegar, menyambar, bahkan menghempaskan dan bisa jadi membuat kapal oleng tak karuan. Tak menutup kemungkinan ada bocor dan koyak di sana-sini yang membuat pontang-panting mencari cara memperbaikinya. Tentu dengan tujuan agar kapal tidak karam dan terus melanjutkan perjalanan.

Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa senantiasa menjadi tempat berlindung, memohon pertolongan, dan berlabuhnya harapan serta doa-doa terbaik. Tentu kadang sebagai pasangan ada saja salah membaca peta, atau tak mengikuti arah kompas, bahkan saling menguasai kemudi dengan emosi. Kunci utama yang harus digenggam adalah saling memaafkan. Tak ada manusia sempurna … Walau tentu ingin berbuat yang terbaik.

Suami dan istri adalah pasangan yang saling: saling mencintai, saling menyayangi, saling menghormati, saling tolong menolong, saling membantu, saling mendukung dalam amal kebajikan, saling mengingatkan jika ada yang tergelincir dalam kesalahan, saling menopang, saling mendoakan, dan saling bergandeng tangan menghadapi segala rintangan dan tantangan.

Kemesraan kehidupan rumah tangga sangatlah penting untuk dibangun bersama. Pasangan suami-istri bukanlah semata mencari objek kesenangan dan tempat untuk menyalurkan kebutuhan biologis semata. Sesungguhnya ada pertalian suci dan luhur serta agung yang kita kenal sebagai mawaddah dan mahabbah (kasih sayang dan kecintaan). Intinya adalah saling-mencintai dan menyayangi. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bermartabat, melakukan perbuatan yang mendatangkan cinta dan kasih sayang, berlemah lembut, saling mendekatkan diri dengan ucapan dan perbuatan yang baik, dan berusaha mewujudkan keromantisan yang tulus.

“Yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku diantaramu” (HR. Tirmizi no.3838). Istri teladan telah dicontohkan oleh Khadijah ra, Fatimah ra, Aisyah ra, Asiah dan  Maryam. Suami teladan akan membuat istri makin lama makin cinta.

Muhammad SAW teladan kehidupan kita dalam berkeluarga. ‘Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda : Janganlah seorang mukmin laki-laki memarahi seorang mukminah. Jika dia merasa tidak senang terhadap salah satu perangainya, maka ada perangai lain yang dia sukai.’ (HR. Muslim). Seorang suami dilarang membenci istrinya dalam segala hal yang dapat menyeretnya untuk menceraikannya, tetapi dia harus menyeimbangkan antara yang membuatnya benci dengan apa yang membuatnya ridha. Sehingga dengan demikian, dia akan memaafkannya serta melupakan tindakannya yang kurang menyenangkan, serta menutupi hal-hal yang dibencinya dengan yang disukainya.

Seorang suami harus benar-benar bisa mengendalikan perasaan dan emosinya dengan menggunakan akal sehatnya, dalam berbagai perselisihan yang terjadi dengan istrinya. Bukankah Allah Yang Maha Perkasa telah berfirman, ‘…Pergaulilah istri-istrimu dengan baik dan apabila kamu tidak lagi menyukai (mencintai) mereka (jangan putuskan tali perkawinan) karena boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, tetapi Allah menjadikan padanya (di balik itu) kebaikan yang banyak.’ (QS. An Nisa 4 : 19).

“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa’.”

(QS Al-Furqan: 74)

Dalam ayat ini, Al-Qur’an menggenapi sifat orang-orang shalih yang Allah juluki mereka dengan ibad ar-rahman (hamba milik Dzat Yang Maha Pengasih) dengan sifat selalu berdoa bagi pasangan hidupnya dan keturunannya agar senantiasa menjadi penyejuk hati mereka.  

Aku memegang prinsip bahwa suami dalah nahkoda dalam rumah tangga. Islam mengajarkan hal itu tentu dengan segala nilai kebajikannya. Ya … Semua itu demi satu kata : tanggung jawab. Menjadi seorang suami berarti mengemban tanggung jawab untuk menafkahi, mendidik, membina, memimpin, melayani, menguatkan, melindungi, memberi kepercayaan, melatih, memastikan istri memperoleh segala haknya dan mampu melaksanakan seluruh kewajibannya.

Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).”

(QS. At-Tur Ayat 26)

Tak ada yang sempurna di dunia ini, bila satu-dua atau sebagian saja dari teladan di atas ada dalam kehidupan rumahtangga kita, sesungguhnya Allah Yang Maha Besar lagi Maha Benar telah mengingatkan “Dalam sesuatu yang tidak kita sukai bisa saja mengandung kebaikan yang banyak.”

Cobalah untuk mengingat beragam kebaikan yang ada dari pasangan kita. Rasulullah shalallaahu alaihi wassalaam telah contohkan kepada umatnya, kebahagiaan rumah tangga semakin terasa. Bukan materi belaka yang menjadi ukuran bahagia, namun makin lama makin cinta karena Rahmat Allah Yang Maha Agung lagi Maha Terpuji ada dalam rumah tangga yang dibangun bersama.

Simaklah firman Allah Yang Maha Menjaga lagi Maha Pemberi Kecukupan dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 1-3, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Bersyukur selalu dikaruniai suami yang telah menjadi pendamping selama 28 tahun. Bukan waktu yang sedikit tentunya. Itulah indahnya Islam. Saat Islam menggariskan aturan, maka aturan itu pasti menjadi jalan terbaik bagi manusia. Dan aturan Islam, jauh lebih berharga dibanding segala kata cinta dan romantisme belaka. Allah Yang Maha Kuat lagi Maha Penjaga melimpahkan segala keberkahan kepada keluarga kami. Serta menjadikan kami senantiasa mampu bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya. Juga senantiasa mampu bersabar bila kami menemui kesulitan. Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Tinggalkan komentar