Monthly Archives: Januari 2016

Teteh Guru Terbaikku

Standar

Seperti pagi ini …

Teteh mengajarkanku untuk tak lupa mencintai Al Quran. Kami berangkat ke sekolah pagi-pagi sekali sekitar pukul 05.30 WIB. Teteh biasa bangun sebelum adzan subuh berkumandang. Kami tiba di parkiran sekolah dan Teteh memintaku untuk membantunya mengulang hafalan surah An Naba ayat 1 – 20. Masha Allah … Aku sering malu. Setua ini kadang mengabaikan membaca kitab suci-Mu hanya karena alasan sibuk ini-itu. Ya Rabbi … Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui bimbing hamba untuk senantiasa mencintai Al Quran dan menjadikannya pedoman kehidupan.

Kali lain … Di hari Jumat yang dingin …

Teteh meminta uang Rp. 50.000,- sesaat kami akan keluar mobil untuk menuju kelas. Ah … Aku sempat ‘manyun’. Namun Teteh memandangku dengan senyuman ‘Please … Bu inikan hari Jumat, aku mau amal’. Telapak tangan mungilnya di tangkupkan depan dadanya tanda memohon dengan sangat. Duh … Meleleh hati dan air mataku. Ku cium Teteh dan ku penuhi permintaannya. Duhai Allah Yang Maha Kaya lagi Maha Pemberi Rezeki, ampuni hamba bila tak pandai bersyukur.

Pun saat Teteh di rawat karena operasi usus buntu …

Tiada mengeluh. Tiada tangisan. Aku dan ayahnya justru berasa disayat sembilu. Teteh baru berumur 5 tahun ketika usus buntunya mengalami peradangan. Perutnya sakit sekali sampai tak bisa berdiri tegak. Ya Allah Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, hamba belajar memahami kebenaran bahwa Engkau-lah yang senantiasa mengurus kehidupan semua makhluk-Nya : pemberi kesehatan, keselamatan, dan keberkahan. Selepas operasi, Teteh bilang ‘Bu … Aku disembuhkan Allah kan ?’ : ‘Iya sayang … Alhamdulillah.’ Masa pemulihan Teteh setelah keluar dari kamar operasi. Terimakasih tim dokter dan paramedis di RS. Premier Jatinegara yang telah berusaha membantu penyembuhan Teteh. Semoga Allah Yang Maha Dermawan lagi Maha Mengasihi memberikan pahala terbaik, aamiin …

Guru tak melulu yang bergelar sarjana pendidikan. Tak juga hanya pemegang gelar akademik profesor. Bagiku banyak guru kehidupan yang memberikan begitu banyak pengajaran. Salah satu guru kehidupanku adalah anak-anakku. Teteh, Maryam Aliyya Al Kindi begitulah nama yang diberikan dengan sejuta doa-doa kebaikan terpanjatkan kepada Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Tinggi. Bagiku bersamanya 9 bulan ketika masih di kandungan dan 8 tahun penuh dengan rasa syukur tiada tara.

Allah yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi Karunia telah menganugerahkan Teteh untuk menjadi sabahat kehidupanku dunia-akhirat. Insya Allah darinya aku banyak belajar tentang kesabaran dan kebaikan hati kepada sesama : Teteh membukakan pintu hatiku untuk benar-benar bergantung hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana disetiap waktu dimanapun berada … Gengaman tangan Teteh erat sekali mengingatkanku betapa Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang senantiasa menuntun ke jalan yang lurus, semoga istiqamah … aamiin

Berbagi kepada sesama adalah cara kita bersyukur atas segala karunia Allah Yang Mahakaya lagi Maha Pemberi Karunia.

Baca juga artikel menarik di link berikut:

Transit Nyaman di Kota Semarang

Standar

Selepas dzuhur. aku bersama ketiga anakku checkout dari Hotel Hyatt Regency Yogyakarta. Kami berempat hendak melanjutkan perjalanan menuju Kota Semarang.

Jalanan menuju Kota Semarang relatif lenggang. Nikmat sekali menjadi supir kala kondisi lalu lintas bersahabat seperti ini. Mata kamipun di manjakan dengan alam yang begitu indah, gunung, pepohonan, dan rumah-rumah penduduk yang asri.

Aku memilih masuk lewat tol untuk mencapai Kota Semarang. Tol yang sepi dan berkelok membuatku bersyukur, sekali lagi disuguhi cantiknya pemandanngan di kiri kanan jalan.

Pintu exit Undip mengantarkanku ke arah kampus ternama yang memiliki sejarah buat keluarga suamiku. Ibunda tercinta dr.Hj. Sirriyah Roosdi, Sp.PD menempuh pendidikan spesialis penyakit dalam di Universitas Diponegoro. Kala itu suamiku masih duduk di sekolah dasar. Ibunda kadang harus pergi kuliah dan anak-anak hanya bersama ayah mereka DR.H. Roosdi Ahmad Syuhada di Kota Solo.

Ibunda memiliki rumah mungil di Kota Semarang, tempat keluarga suami berkumpul saat ada kesempatan menjenguk Ibunda. Jaman itu sekolah spesialis terbilang lama loh! Bisa 5 – 6 tahun. Perjuangan seorang ibu yang tak kenal lelah, pantang menyerah, dan amanah dapat dituntaskan oleh Ibunda. Sebagai dokter spesialis penyakit dalam yang baik hati, Ibunda sangat menginspirasiku dalam aktivitas profesi dan sosial. Tentu saja teladannya dalam mendidik keempat anak lelakinya. Dan suami adalah lelaki baik yang dilahirkan dan dibesarkan oleh Ibunda yang baik.

Nah … Sungguh saat itu aku tak tahu akan dapat tempat beristirahat di daerah sekitar kampus. Hanya harapan di tolong Allah Yang Maha Baik lagi Maha Pemurah. Akhirnya mobil berputar di depan kampus menuju jalan Jati Mulyo. Sambil melihat langit yang makin gelap, aku berdoa … ‘Ya Allah … Beri kami tempat istirahat yang nyaman’.

Mataku melirik ke kanan … Masha Allah, NJ Guest House begitu tulisan di atas bangunan persis di sebelahnya House of Moo. Aku pun memutar balik mobil yang terlanjur melaju menjauh. Memarkir mobil. Belum juga membuka pintu, hujan turun dengan derasnya. Deras banget …

Alhamdulillah … Guest house yang bersih, nyaman, unik, dan murah. Kami memilih kamar terbesar harga sewanya hanya Rp. 325.000,- dengan tiga porsi sarapan pagi.

Hari menjelang maghrib. Kami pun mandi dan shalat berjamaah di mushola guest house yang disediakan di lantai dua tepat sebelah kamar. Hujan pun perlahan reda. Teteh, Maryam Aliyya Al Kindi kepingin mencicipi menu di House of Moo. Oke deh! Biasanya pilihan Teteh menjadi rujukan untuk Kaka dan Mas.

Menu serba susu yang yummy memang disukai ketiga anakku. Pilihan makan malam yang murah meriah. Alhamdulillah …

Kaka, Ibrahim Rasyid Ridho Rusydi dengan pesanan susu dingin beragam rasa. He3 … Aku suka caramel, Kaka suka vanila, Teteh suka coklat, dan Mas suka greentea.

Nah … Menu makan malam dipesan Mas, Muhammad Hafizh Haidar Hanif : ada nasi goreng, bawang bombay crispy, roti goreng, dan burger mie. Harga terjangkau karena konsumen yang datang kebanyakan mahasiswa. He3 … Itulah enaknya makan di tempat mahasiswa gak bikin dompet jebol.

Suasana Kota Tua Semarang

Serunya Berlibur Di De Ranch Lembang

Standar

Pagi-pagi sekali selepas shalat Subuh, aku mengajak Teteh Maryam Aliyya Al Kindi untuk segera bersiap menuju Lembang Bandung. Kami menginap di komplek Pesantren Daarut Tauhid milik Aa Gym di Gegerkalong Bandung.

Waktu masih menunjukkan pukul 07.00 WIB, De Ranch belum buka! Ha3… saking semangatnya kami tiba satu jam lebih awal. Tak apalah daripada jalanan macet dan merayap, lebih baik sudah siap di Lembang. Teteh aku ajak berkeliling naik delman ke pasar Lembang.

Alhamdulillah … waktupun berlalu dan kami bisa masuk dan menjadi tamu pertama. Tiket perorang Rp. 10.000,- dengan gratis welcome drink berupa susu murni yang yummy …

Ternyata permainan di dalam De Ranch baru dibuka pukul 09.00 WIB. Wah … menunggu lagi deh! Teteh kepingin menghias celengan keramik untuk mengisi waktu. Oke deh! Harganya Rp. 60.000,- cukup mahal menurutku tapi memang keramiknya rapi dan semua peralatan telah di sediakan.

Ketika selesai bermain kami bersiap untuk pulang tak disangka begitu ramai pengunjung datang ke lokasi ini. Wah … Antrian tiket juga panjang. Tempat mengambil welcome drink juga padat. He3 … sudah dipastikan antrian tiap permainan akan mengular. Alhamdulillah … Teteh jadi pengunjung pertama yang tak perlu antri panjang.

Teteh ditemani Kaka memaberi minum susu kepada anak sapi dan kambing.
Kaka menemani Teteh bermain dengan domba.
Teteh memberi makan domba.
Teteh penyayang hewan, bisa langsung akrab dengan kudanya loh!
Berkuda kesukaan Teteh saat berlibur di De Ranch Lembang.

Alhamdulillah … Mengapa belajar berkuda adalah sunnah? Berkuda bisa jadi terapi agar kita mampu mengendalikan diri dengan baik, juga berkomunikasi dengan kuda tunggangan kita memakai bahasa cinta. Kuda akan mudah dikendalikan dan menuruti perintah penunggangnya bila ada rasa saling percaya. Hayu berkuda Insyaallah berkah… Barakallah

Permainan pun di mulai. Teteh berkuda keliling padang rumput. Asyik sekali. Suasananya di buat dua macam. Satu ala Indian dan satu lagi ala Cowboy. Teteh memilih menjadi Indian cilik. Kostumpun dipinjamkan untuk penunggang kuda. Satu putaran tidak puas, jadi tambah satu putaran lagi. Harga tiketnya Rp. 25.000,-.

Memanah seru juga ya Teh?

Setelah puas menunggang kuda, Teteh memilih untuk memanah. Tiket yang dibeli harganya Rp. 20.000,- untuk 10 anak panah. Teteh membeli 3 tiket. He3 … Ternyata Teteh berhasil memanah dengan tepat, walau belum pas di tengah-tengahnya.

Kebersamaan Teteh dan Kaka di De Ranch Lembang, bisa menawar rasa kangen karena jarang berjumpa.

Kepincut Batik Pekalongan

Standar

Kota Pekalongan biasanya hanya aku lewati begitu saja. Rute mudik Jakarta – Cirebon – Solo – Yogyakarta – Semarang – Jakarta tak pernah mampir di Pekalongan, he3 … Mungkin karena deretan toko yang masih tutup.

Nah … Liburan kali ini, aku menyetir sendiri he3 … Gegara suamiku harus cuuus duluan ke Jakarta. Dia tak mendapat cuti tambahan. dari Yogyakarta menuju Cirebon. Aku dan ketiga anakku : Kaka, Mas, dan Teteh sempat transit di Semarang.

Menyusuri jalur Pantura dengan kecepatan santai berkisar 60 – 80 km/jam membuatku bisa melirik kiri dan kanan jalan. Nah … Saat memasuki gerbang Kota Pekalongan terbersit juga ingin mampir dan mencari pengalaman berburu batik di kota yang terkenal dengan batiknya ini.

ibc

Aku masuk ke IBC International Batik Centre yang secara visual bangunannya keren banget! Ternyata di dalamnya juga asyik untuk belanja. Harganya terjangkau, walau ada yang mahal (hi3 … belum sesuai dengan isi dompetku) tak apalah sempat cuci mata. Penjualnya juga ramah padahal aku tidak membeli di tempat mereka.

ibc1

Batik Pekalongan adalah batik yang berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah. Kota Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik karena sejarah dan relasi kota ini dengan batik, kontribusi terhadap perkembangan batik, dan adanya sentra-sentra kerajinan batik sebagai mata pencaharian warga

Kendati seni kerajinan batik tumbuh di Yogyakarta dan Solo, sebutan Kota Batik justru melekat pada Pekalongan. Masyarakat Kota Pekalongan yang terletak di bagian barat provinsi Jawa Tengah memang tak bisa lepas dari batik. Mereka hidup dari batik, yang sebagian besar dikerjakan di rumah-rumah penduduk.

Tak ada catatan resmi mengenai kapan batik Pekalongan mulai dikenal. Namun diperkirakan muncul tahun 1800-an dan mengalami perkembangan pesat setelah Perang Jawa atau Perang Diponegoro. Perang memaksa keluarga keraton berserta pengikut-pengikutnya meninggalkan lingkungan kerajaan dan menyebar ke daerah-daerah di sebelah timur dan barat. Mereka ikut mengembangkan batik yang sebelumnya sudah ada di Pekalongan.

Sumber: https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/batik-pekalongan/

Teteh dapat kebaya lengkap dengan rok batik, kipas batik, dan pernik-pernik kerajinan kayu. Mas dapat kemeja batik kembaran dengan ayahnya. Sedangkan Kaka dapat kemeja dengan ukuran yang sangat jarang ada 7L, wow … seneng banget, karena di tempat lain susah loh! Aku dapat blazer cantik …

Akulturasi tersebut membuat motif batik ini semakin berkembang sehingga menghasilkan motif Batik Pekalongan yang saat ini kita dapat lihat. Batik ini memiliki motif yang terpengaruh oleh budaya Tiongkok. Motif pengaruh budaya Tiongkok ini dapat terlihat dari motif-motif seperti naga atau burung phoenix. 

Para pengrajin memberikan warna identik yang cerah pada Batik Pekalongan ini. Batik ini juga memiliki ciri khas menggunakan motif hewan dan tumbuhan. Motif ini identik dengan motif yang mirip kimono asal Jepang. 

Sumber: https://museumnusantara.com/batik-pekalongan/

Baca juga artikel menarik lainnya di sini:

Hening di Keraton dan Bening di Masjid Agung Solo

Standar

Liburan kali ini aku sempatkan mengajak anak-anak mengunjungi Keraton dan Masjid Agung Solo. Suasana masa lampau terasa merasuk jiwa. Deretan tiang dan pintu tinggi menambah magis dan eksotik.

Kaka, Ibrahim Rasyid Ridho Rusydi dan Mas, Muhammad Hafizh Haidar Hanif menapak jejak sejarah di Keraton kota tempat kelahiran ayah mereka. Suasana hening terasa makin syahdu diiringi sepoi angin dan gemulai dedaunan. Aku duduk di bangku kayu memandang halaman yang ditumbuhi rerumputan.

Di Masjid Agung Solo, aku mengajak Teteh, Maryam Aliyya Al Kindi untuk melaksanakan shalat. Kaka dan Mas di dalam ruang utama, sedangkan Teteh di serambi. Kakek buyut mereka Eyang Tafsir Anom V adalah penghulu Masjid Agung. Semoga saja anak-anak menjadi para pencinta masjid, memakmurkannya dan mensyiarkan agama Islam dengan keteladanan dan akhlak mulia seperti para pendahulunya, aamiin …

masjidsolo3

masjidsolo

Dua jagoanku ini senantiasa disuntikkan motivasi agar tetap menjaga shalat berjamaah di masjid, pun sedang melakukan safar / perjalanan. Bening hati mereka bila senantiasa tunduk patuh kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi.

 

Keraton Surakarta di pagi hari. Kori Kamandungan dilengkapi Bangsal Kamandungan, tempat petugas Keraton berjaga dan para tamu meminta izin untuk masuk ke dalam Keraton Surakarta.

Pintu gerbang Kori Kamandungan sudah ada sejak masa pemerintahan Pakoe Boewono (PB) II. “Kori Kamandungan dibangun oleh PB II, kemudian disempurnakan oleh PB III pada 1819,” Warna biru melambangkan warna langit dan laut. Langit dan laut memiliki luas tak terhingga, dimaksudkan bahwa Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki pandangan yang luas.

Kamandungan berasal dari kata ke- mandung -an, yang berasal dari kata mina dan andung -an artinya Cadangan. Di luar maupun sebelah dalam pintu terdapat Bangsal Kamandungan, tempat berjaga petugas Jajar Mendung dari golongan Keparak. Di atas pintu terdapat lukisan lambang kerajaan Sri Makuta Raja. Di sebelah muka Bangsal Kamandungan di luar pintu terdapat Bale Rata, tempat berhenti kendaraan tamu. Jika memasuki pintu Kamandungan kita akan melihat satu dua cermin besar di sisi kanan dan kiri.

Gerbang kawasan keraton. Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dibangun pada 1744. Keraton ini dibangun oleh Susuhan Pakubuwono II (Sunan PB II) sebagai pengganti Keraton Kartasura yang hancur akibat Geger Pecinan pada 1743.

Pesona Pantai Baron dan Kukup

Standar

Indahnya alam Indonesia.

Itulah yang membuatku selalu memilih liburan di negeri sendiri. Anak-anakpun aku motivasi agar mencintai tanah airnya yang begitu kaya akan anugrah keindahan alam dari Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Kuasa.

Liburan kali ini kami sekeluarga memilih destinasi Yogyakarta. Kebetulan adikku sedang menempuh kuliah doktoral di UGM dan belum aku jenguk. Selain itu ada dinas dua hari di Kota yang selalu bikin kangen ini. Yah … Lumayan ada jatah akomodasi gratis he3 …

Kami berangkat pagi-pagi sekali menuju pantai Baron agar tak terlalu panas bila ingin bermain di pantai. Pantai Baron dengan deretan perahu nelayan tampak begitu mempesona. Namun, kami sebentar saja berfoto ria di sini.

Kami melanjutkan ke pantai Kukup dengan pasir putihnya yang menawan. Teteh, Maryam Aliyya Al Kindi senang sekali bermain pasir di pantai Kukup. Karena cuaca sangat terik : padahal baru pukul 10 pagi, kami memilih bermain pasir di bawah payung warna-warni.

Kaka, Ibrahim Rasyid Ridho Rusydi dan Mas, Muhammad Hafizh Haidar Hanif langsung berlari menikmati deburan ombak dan bermain pasir di bawah cerahnya sinar matahari.

Setelah puas bermain dan mendapat foto-foto keren, kami makan siang dengan menu full seafood yang yummy dan murah. Alhamdulillah …