Alhamdulillah … Aku diberi kesempatan bisa bertemu Ibu Tien Soeharto saat menjadi peserta perwakilan Pramuka Kwarcab kota Cirebon dalam Raimuna dan Kanira Nasional tahun 1987 di Cibubur Jakarta. Berkesempatan diundang ke Istana Negara oleh Ibu Ainun Habibie sebagai wakil organisasi Tiara Kusuma kota Cirebon. Serta diminta bantuan sebagai konsultan manajemen oleh Ibu Sintha Abdurahman Wahid dalam menataulang organisasi Puan Amal Hayati.
Pertemuanku denga Ibu Negara kali berkaitan dengan kesukaanku membaca buku sejarah dan politik. Nah … buku-buku itu membuatku aktif menulis di media massa lokal. Tak disangka aku diajak menjadi anggota sebuah organisasi bernama Tiara Kusuma sebagai pengurus bidang pendidikan. Suatu hari aku diajak untuk mengikuti pembukaan Rapat Kerja Nasional Tiara Kusuma di Istana Negara tahun 90-an. Wow … supraise! Aku bisa berjumpa sekaligus bersalaman dengan Ibu Ainun Habibie istri Presiden BJ. Habibie.
Tahun 80-an saat SMA aku, senang sekali ikut kegiatan Pramuka. Inspirasiku tentang kegiatan di Pramuka adalah buku petualangan Lima Sekawan. Seluruh bukunya aku miliki dengan jalan menabung. aku rela kelaparan tidak ‘jajan’ di sekolah : uangnya ditabung untuk membeli buku kesayanganku seharga Rp.1.800,-. Jabatan bergengsi (he3 … menurut ku loh!) sebagai Sekretaris DKC Kota Cirebon memberiku jalan mengikuti beragam kegiatan (lokal – regional – nasional) dan saat menjadi anggota DKD Jawa Barat bahkan aku bisa mengikuti kegiatan internasional.
Saat mengikuti kegiatan di TMII aku mendapat tugas mengawal podium (berdiri di kanan) yang akan digunakan oleh Ibu Tien Soeharto untuk berpidato. Wah … senangnya hati ini. Terlebih, acara ini disiarkan langsung di televisi (waktu itu cuma ada TVRI). Kali lain aku mejadi fotografer di acara Raimuna Kanira Nasional bertempat di Cibubur. Aku berkesempatan memotret Presiden RI Soeharto dan Ibu Negara. Hasil jepretan ku mendapat apresiasi dari para pembina Pramuka di Kota Cirebon.
Pengalaman menarik lainnya, karena buku pula aku bekerja sama dengan Ibu Sinta Abdurrahman Wahid. Aku diminta untuk berbagi tentang pengelolaan manajemen sebuah LSM. Beliau memiliki sebuah organisasi LSM perempuan bernama Puan Amal Hayati. Saat menjadi dosen dan direktur di APWD Cirebon, aku akrab dengan buku-buku manajemen dan agama. Aku juga aktif sebagai peneliti di LSM Fahmina Institute Cirebon. Satu penelitianku tentang APBD Kota Cirebon dan kebijakan publik yang sensitif gender telah menginspirasi lahirnya sebuah buku berjudul Bukan Kota Wali : Relasi Rakyat-Negara dalam Kebijakan Pemerintah Kota yang terbit tahun 2000-an.
Alhamdulillah … Berkat rahmat dan karunia-Nya, aku dapat bertemu dengan 3 Ibu Negara. Buku pula yang membuka jendela duniaku sehingga mampu berkarya di tengah-tengah masyarakat, menulis, dan bersilaturahim dengan berbagai kalangan.
Buku Bukan Kota Wali Hadiah untuk Jokowi
Senangnya mendapat undangan dari panitia MODIS Kompasiana untuk diskusi bersama Jokowi hari Kamis tanggal 7 Februari 2013. Acara diselenggarakan di gedung Kompas Gramedia jalan Palmerah Barat. Kebayang perjalanan jauh harus ku tempuh dari Kramatjati menuju lokasi. Mmm … Semalam Jakarta di guyur hujan lebat berserta angin kencang, jalanan macet-cet … Jadi, pilihan terbaik adalah menggunakan transportasi publik. Kali ini bukan untuk bertemu Ibu Negara loh! Tapi Gubernur DKI Jakarta.
Rute transjakarta biasanya aku pilih dari PGC turun di Grogol, lalu lanjut naik yang ke arah Lebakbulus turun tepat di halte Kompas Gramedia. Cukup merogoh kocek Rp. 3.500,-, Rp. 2.000,- untuk Mikrolet 06A dari rumah menuju PGC, plus Rp. 2.500,- untuk Mikrolet M11. Nah … Rupanya hari ini rejeki tak terduga datang. Tetangga depan rumah berpangkat AKBP mengajakku numpang dimobilnya. Alhamdulillah … CR-V hitam nan sejuk pun mengantarkanku sampai di kawasan Semanggi.
Tekadku tetap untuk menggunakan Transjakarta hingga sampai di lokasi. Tepat pukul 10.00 WIB sampailah aku di depan kantor Kompas Gramedia. Wah … Acara baru pukul 11.30 WIB dan peserta diharapkan hadir untuk registrasi sejam sebelumnya. Artinya aku masih punya waktu setengah jam. Lirik kiri kanan … Nah … Ada Snapy … Mampir dulu ah … Sambil menunggu jadilah tulisan ini.
Tadi pagi saat sarapan, aku berbincang dengan suami tentang acara ini. Dia langsung bilang mau titip pesan buat Jokowi ya … Tolong transjakarta diperbanyak armadanya juga di atur jalurnya. Aku tahu persis suamiku pecinta transportasi publik. Mobil pribadi lebih sering ‘nongkrong’ di garasi he3 … Suamiku juga curhat semalam terjebak dalam transjakarta dari LIPI sampai PGC hampir tiga jam. Ya … Insya Allah nanti aku sampaikan. Rencananya sih aku mau sampaikan salam dari para asistenku ada Mbah Eja dan Mba Sri. Juga titip ucapan terimakasih dari ibu pijet langgananku, Bu Tia, karena sudah mendapatkan kartu sehat. Mereka minta aku foto bersama Jokowi ha3 … Iiihh aya-aya wae …
Aku sendiri rencananya ingin memberi kado buku untuk Jokowi. Buku yang aku tulis bersama tiga orang sahabat, berjudul Bukan Kota Wali. Buku ini ditulis berdasarkan hasil riset terhadap kebijakan daerah di Kota Cirebon selama lima tahun).
Jepret! Buku Bukan Kota Wali yang aku ditulis dan akan dijadikan kado untuk Jokowi. Nge-net dulu di Snapy sambil menunggu waktu.
Isu Anti Korupsi Harus Jadi Prioritas Presiden
Bercermin dari terkuaknya korupsi para pejabat, baik anggota DPR-RI dan DPRD, Gubernur, Bupati/Walikota, petinggi TNI dan Polri, juga pemegang amanah di lembaga negara lainnya, sungguh sudah tidak ada kata mundur atau takut lagi untuk bergerak bersama melawan korupsi. Jangan hanya ICW dan beberapa lembaga LSM saja yang meneriakkan dan berusaha menguak beragam praktik korupsi di negeri tercinta ini. Tak boleh hanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan jajarannya saja yang jungkir balik, bersusah payah, berpeluh bahkan siap diancam teror mengentaskan kasus korupsi. Kita bangsa Indonesia yang bermartabat dan berakhlak mulia harus bergerak bersama -saling bergendangan tangan, mencegah dan tidak melakukan korupsi.
Penjara-penjara di seluruh tanah air akan kebanjiran para koruptor. Bila nilai kesederhanaan, kecukupan, kebersahajaan, keberkahan semakin tercerabut dari nurani kita sebagai manusia. Lalu hati putih titipan Illahi Rabbi itu diisi dengan nilai-nilai kemewahan, kesombongan dan keserakahan. Tilik saja pelajaran dari Angelina Sondakh, Dipta Anindita, Miranda Gultom, Nunun Nurbaeti, Hartati Murdaya, Wa Ode, dan Artalyta Suryani. Tak kekurangan materi dari mereka. Hidupnya telah cukup secara kasat mata bergelimang harta. Semisal Miranda Gultom gajinya berkisar 100 juta rupiah. Begitupun Angelina Sondakh tentu mendapat gaji beserta segala tunjangan dan fasilitas tak kurang dari 50 juta rupiah.
Barang branded dibeli dengan uang hasil korupsi. Flexing pula! Di mana ya urat malunya?
Kelimpahan, kemakmuran, keberadaan dan kemapanan ternyata tak menjadikan mereka bersyukur. Malah bagai meminum air laut saja! Tak puas … Tak merasa cukup. Itulah penyakit utama mengapa korupsi terus marak dan terasa nikmat dijalankan karena kesenangan semu itu yang dikejar tiada henti.
Aku, pendiri grup di Facebook bernama Komunitas Ibu ibu Anti Korupsi, mengajak tebarkan virus anti korupsi dalam keluarga. Komunitas yang telah beranggotakan 1050 orang ini terus bersemangat untuk mengajak ibu-ibu sebagai pelopor dan tiang utama gerakan anti korupsi.
Hana menulis : ‘apa kabar ibu, masak apa hari ini? kalau dikasih uang belanja mendadak besar, harus curiga!!’
Sedangkan Dewanti (tinggal di Riyadh) menceritakan pengalamannya : ‘beberapa waktu yang lalu aku sangat butuh klip … tapi untuk keluar rumah segan .. karena di kota tempat tinggal aku ini perempuan jarang keluar rumah sendiri .. akhirnya aku bilang suami … tolong korupsikan klip ya. astaghfirullah malamnya suami yang sayang istri gak lupa pesanan istrinya … 2 buah klip, tapi lama-lama aku gelisah juga … akhirnya pas belanja akhir pekan aku beli klip sepak … dan aku bilang ke suami .. ini klipnya balikin aja deh … kalau pake barang gak halal sekecil apapun takut doaku gak keterima’.
Anggota grup lainnya Rina menulis komentar : ‘Prihatinnya lagi, skg prosentasi “ibu-ibu” yang korupsi juga makin tinggi. Teganya ya mereka kasih makan dan pakaian anak2nya dg “kotoran”. Nauzubillah’.
Retno berbagi cerita yang sangat inspiratif : ‘hari itu abi bercerita, mencontoh cerita khalifah umar bin abdul aziz. suatu hari ketika putranya datang menghadap ke istana, lalu khalifah umar bertanya, untuk urusan apa kamu datang nak ? sang putra menjawab, untuk urusan pribadi. seketika khalifah umar mematikan lampu ruangan. sang putra bertanya lagi, kenapa dimatikan ayahanda? karena lampu ini dibiayai oleh negara. tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. subhanallah. so … siapa pun (umi dan anak-anak) nggak boleh pake laptop abi ya. belajar disiplin membersihkan diri. sepakat bi’.
Yuk! Kita bergandeng tangan dan terus bersemangat menebar virus anti korupsi dalam keluarga.
Semoga anak-anak teman-teman semua juga terbebas dari kontaminasi harta yang berasal dari korupsi dalam makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan segala fasilitas hidupnya. Mereka belajar tentang kejujuran dalam hidup sebagai modal awal untuk memiliki sikap anti korupsi. Aamiin …
Jumpa Duta Besar Australia
Pengalamanku ketika bekerja di Fahmina Institute adalah menghadiri berbagai acara yang berskala internasional.
Australian AID menggagas sebuah kegiatan konferensi internasional bertajuk ‘The Knowledge Sector Conference 2012 : Tracing Indonesia’s New Path Revitalising Knowledge to Reduce Proverty’ pada tanggal 2-4 Oktober 2012.
Dresscode kegiatan ini adalah batik, keren banget! Semua peserta tak terkecuali Duta Besar Australia, narasumber, dan tamu undangan lainnya. Tanggal 2 Oktober bertepatan dengan hari Batik Nasional diapresiasi oleh para peserta termasuk Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty tampil dengan busana batik. Jadilah ruang ballroom hotel Aryaduta Jakarta menjadi semarak dengan aneka ragam batik Indonesia.
Pembukaan acara di hadiri oleh Duta Besar Australia, Jacqui De Lacy (AusAID Indonesia), Prof.Dr.Pratikno,M.Soc.Sc (UGM), Anies Rasyid Bawesdan Ph.D (Universitas Paramadina), Dr. Denny Indrayana. Prof. Dewi Fortuna Anwar Ph.D, Prof. Fasli Jalal Ph.D, Edwin Utama, Rizal Sukma, Nicolas Ducote (Buenos Aires, Argentina), Martine Letts (Lowy Institute Australia), Yuna Farhan, dan 50 partisipan perwakilan organisai LSM, perguruan tinggi, dan lembaga riset seluruh Indonesia.
Rektor Universitas Paramadina Anies Rasyid Bawesdan mengungkapkan bahwa dalam pendidikan ada jurang yang cukup dalam antara teori dan implementasi. Sebagai pendiri gerakan Indonesia Mengajar, Anies menggarisbawahi bahwa harus melibatkan masyarakat luas untuk bisa menjangkau masyarakat berbasis pengetahuan. Pendekatan progmatik dimana masyarkat ikut berperan serta dalam hal ini. Indonesia membutuhkan kepemimpinan dan pemimpin harus memiliki karakter yang kuat, bukan sekedar bergelar akademik saja. Pemimpin harus memiliki keberpihakan kepada masyarakat terutama yang masih miskin serta jauh tertinggal dari sisi pendidikan dan kesehatan.
Jumpa Duta Besar Amerika
Kali itu aku menghadiri kegiatan bersama anakku sulung Kaka yang masih bersekolah di tingkat SMA.
Acara seminar dengan tema Asean Connectivity menuju Komunitas ASEAN 2015 : Peran dan Kontribusi Blogger dan Social Media dalam menghadapi Integrasi Ekonomi ASEAN. Kegiatan ini di buka oleh Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN 2015 I Gusti Agung Wesaka Puja. Dihadiri pula oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Duta Besar Amerika untuk ASEAN David. Ada ketua umum HIPMI dan Presiden ASEAN Blogger Community Chapter
…
Yuk! Mampir membaca artikel menarik lainnya …