Wukuf di Arafah waktunya tertentu. Tempatnya juga tertentu. Hamba-Mu tunduk dan patuh atas segala ketentuan ini. Saat matahari tepat di atas ubun-ubun. Sinar matahari terang benderang. Wajah tengah menatap langit. Allah SWT menunjukkan kepada seluruh jamaah haji, inilah waktunya pintu-pintu langit dibuka. Doa-doa dipanjatkan, lalu para malaikat menjemputnya dan mengantarkannya menembus lapisan langit sampai di singgasana-Nya ‘Arsy’ yang agung. Saat inilah dan di sinilah tempatnya : seorang hamba bertemu Tuhannya seolah tanpa hijab. Allahu Akbar …
Perjalanan sejauh 21 km (pp 42km) dapat ditempuh dengan lancar. Jalan kaki loh … bukan naik bis. Rasulullah SAW dan para sahabatnya juga berjalan kaki. Aku berharap dapat menyerap energi ketaqwaan Muhammad SAW dalam jejak langkah ku menuju Arafah. Senyum terkembang. Hati berbunga-bunga. Di Arafah, telah menanti Allah SWT beserta para malaikat yang akan menyambut dan mengagungkan jamaah haji ketika wukuf. Arafah … tempat pilihan Allah SWT. Ke sanalah aku berjalan kaki dari Makkah. Betapa Allah SWT telah memilih jam super raksasa ‘matahari’ sebagai acuan tak tergoyahkan dalam menentukan waktu ibadah haji. Siapa yang mampu menerbitkan dan menenggelamkan matahari? kecuali Dia, Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa.
Aku terharu atas perjuangan seorang nenek didorong kursi roda, keluarga dengan balita naik kereta dorong, jamaah menggendong bayinya, atau kakek bertongkat. Semalam di Mina untuk keesokan hari selepas shalat Subuh menuju Arafah. Langkah kaki bergegas menuju rengkuhan Allah SWT. Aku berjalan menuju arah Timur, arah terbitnya matahari. Langit merah jingga biru menjadi latar menakjubkan bagi jutaan manusia berbalut pakaian ihram. Bertalbiyah, bergerak khusyuk menuju Tuhan Rabbil Alamin. Di sinilah … rasa betapa Allah SWT telah menggenggam seluruh jiwa dan raga. Saat berjalan mengejar matahari terbit, udara sejuk, suasana cerah ceria. Tetapi … secara sunnatullah, ketika matahari semakin tinggi. Terik dan menyilaukan. Tak terasa wajah semakin menunduk. Inilah desain super canggih dari Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ketika hendak bertemu dengan Yang Maha Pencipta, tundukkanlah wajahmu! Arafah nama sebuah tempat berkumpulnya jutaan manusia dan di sinilah puncak ibadah haji. Jamaah yang sakitpun dibawa ke Arafah dengan berkendaraan ambulance, berselang infus bahkan dibantu pernafasan dengan tabung oksigen. Di atas pasir gurun aku bersimpuh, bersujud, dan menengadahkan tangan.
Ya Allah … ampuni segala dosa hamba-Mu ini. Bukakanlah pintu ampunan-Mu dan masukkanlah aku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih. Ya Allah … kumpulkanlah kelak hamba-Mu ini dengan para kekasih-Mu dan berilah hamba-Mu tempat yang terindah di surga-Mu, amin … Sungguh bukti apalagi yang masih kita ragukan ? Allah SWT nyata keberadaannya. Menjelang maghrib, matahari tenggelam ke arah Barat. Ke sanalah aku bergerak menuju perbatasan Arafah, bersiap menuju Muzdalifah. Kejarlah cahayanya. Semakin di kejar semakin surut tertutup bukit-bukit padang pasir. Luar biasa … berbondong-bondong dalam gerakan yang sangat bergegas (nyaris terburu-buru, dengan langkah kaki yang panjang). Jamaah haji bergerak berdesakan berburu tempat di Muzdalifah. Gelap menyelimuti diri begitu tiba di Muzdalifah. Hotel bintang seribu menanti ku di sini. Mabit semalam berdinding gunung dan bukit, beralas pasir dan bebatuan, berselimut udara 5 derajat celsius, juga dibelai angin gurun. Subhanallah … hati dan raga mana yang tak tersungkur, bersujud, memohon ampunan kepada Pemilik alam semesta. Pemilik diri ini. Apalah arti diri ini ? Kecil … hanya debu di luasnya padang pasir …
Selepas Muzdalifah perjalanan dilanjutkan ke Mina untuk melempar jumrah selama tiga hari dan kembali ke Makkah untuk tawaf, sa’i, dan tahalul. Alhamdulillah … perjalanan Makkah-Mina-Arafah-Muzdalifah-Mina-Makkah akhirnya selesai aku jalani dalam keadaan sehat.
…
Mari ikuti perjalanan menarik lainnya di link berikut: