Category Archives: ibu arsitek

berbagi pengetahuan dunia arsitektur dan fotografi

Museum Gula Klaten, Pabriknya Masih Hidup Sejak 1884

Standar

Liburan sekolah tak melulu nonton televisi dan main game online. Salah satu tempat menarik di Klaten Jawa Tengah yang patut dikunjungi adalah Museum Gula Gondang Winagoen. Bisa dikatakan museum hidup loh …  Sebab, pabrik gula di lokasi ini masih beroperasi sebagaimana mestinya dan pengunjung dipersilahkan melihat secara langsung proses pembuatan gula.

Ketiga anakku Ibrahim Rasyid Ridho Rusydi, Muhammad Hafizh Haidar Hanif, dan Maryam Aliyya Al Kindi bersama sepupu mereka menikmati jalan-jalan asyik di museum gula.

1309860144708652177

13098605551349746873

Perjalanan dari Solo kurang lebih satu jam sampailah kami di pelataran parkir yang sejuk. Sebuah pohon beringin besar menaungi mobil kami sehingga tak kepanasan. Kami langsung berfoto di depan lokomotif yang dipajang persis di depan museum gula. Lalu kami memasuki pabrik gula untuk mengetahui proses pembuatan gula. Wah … ternyata panjang ya … dan butuh waktu agar tebu bisa menjadi gula pasir.

1309860296407783460

Setelah puas menikmati bagian dalam pabrik gula, kami menuju ruang pamer benda-benda peninggalan yang usianya sudah ratusan tahun. Tak lupa kami mampir di toko suvenir dan menikmati teh poci dengan gula ditemani pisang goreng hangat. Mmm … sedapnya …

1309860509358581127

Pindahkan Ibukota, Mungkinkah?

Standar

Ketika banjir melanda diri ini berusaha mendapat hikmah : bahwa merasakan nestapa, berbagi bantuan, dan memanjatkan doa-doa terbaik agar mereka sabar. Genangan air paska hujan yang hanya sejenak. 

Lebih penting lagi yuk! Kita memperbaiki diri dengan lebih ramah pada alam, membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon dan membuat area resapan di rumah. Semoga langkah kecil ini mampu berbuah besar, aamiin … Lalu langkah besarnya apa ya?

M.. Jehansyah Siregar, Ph D, Dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB, dan Anggota Tim Visi Indonesia 2033 mengatakan bahwa di lapangan, kita bisa menyaksikan pembangunan area-area permukiman dan berbagai fungsi bangunan komersial dilakukan dengan cara mengurug lahan basah, rawa-rawa, maupun lahan-lahan rendah yang seharusnya dijadikan ruang resapan hijau maupun untuk waduk retensi.

Yang menjadi masalah adalah, mengapa Surat Ijin Penujukan Pemanfaatan Tanah (SIPPT) dikeluarkan di kawasan RTH dan lahan basah, dan mengapa ijin mendirikan bangunan (IMB) dikeluarkan untuk pondasi bangunan yang diurug di lahan basah.

Kini berbagai area di Jakarta sudah terbangun tanpa mengacu kepada perencanaan dan pengendalian yang baik. Meskipun demikian, dari kalangan Pemprov DKI belum bisa melihat masalah ini karena selalu berkilah dengan menyalahkan penduduk pendatang yang semakin memadati Jakarta.

Tanpa perlu diperdebatkan lagi, jika pola pembangunan Jakarta tetap dibiarkan seperti ini maka bencana kebanjiran, kekumuhan, dan kemacetan akan tetap ada di Jakarta hingga mencapai keadaan yang tidak bisa diatasi lagi (point of no return), karena kumulasi pembangunan kota memang bersifat irreversible.

Wah … Pendapat Jehansyah seharusnya menjadi aba-aba peringatan penting. Bagaimana kelak Jakarta bisa tenggelam dalam kebanjiran, kekumuhan, dan kemacetan total ? Tentu kita sebagai warga Jakarta tak ingin hal itu terjadi bukan ?

Jehansyah menambahkan bahwa pembangunan kota-kota baru residensial di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dengan konsep hunian campuran berimbang yang didukung oleh jaringan transportasi terpadu akan memberikan peluang bagi penataan semua bantaran sungai di Jakarta. Dengan perkiraan relokasi sekitar 4 juta penduduk maka diperlukan sekitar 20 kota-baru residensial di sekitar Jabodetabek dengan kepadatan masing-masing sekitar 200 ribu jiwa.

Dari sisi pemanfaatan ruang yang diisi oleh manajemen pembangunan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak kunjung berhasil memenuhi kewajiban proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30% berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dari sekitar 66 ribu hektar (ha) luas Jakarta, luas RTH masih kurang dari 6 ribu hektar atau sebesar 9%. Tidak ada strategi dan upaya-upaya yang efektif untuk menguasai lahan-lahan, memberikan insentif maupun disinsentif untuk area-area yang mengalami tekanan pembangunan, terutama di Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.

Pemindahan fungsi Ibukota dan penataan permukiman kumuh di seluruh bantaran sungai Jakarta secara progresif bisa memberikan harapan tersedianya RTH secara memadai. Namun ada beberapa prakondisi untuk mewujudkannya, yaitu kepemimpinan nasional dan kepemimpinan Jakarta yang visioner, kebijakan kota yang inklusif dan penguatan sektor publik, serta pemberdayaan masyarakat dan partisipasi publik dalam pembangunan.

Jika memang Jakarta sudah mencapai point of no return, bukankah sebaiknya direncanakan pembangunan Ibukota NKRI yang baru yang dibarengi penataan Jakarta?

Semoga bencana banjir Jakarta tidak menjadikan bangsa ini semakin terpuruk karena saling menyalahkan dan diam berpangku tangan. Sebaliknya, inilah kesempatan bagi seluruh komponen bangsa untuk bangkit dan bahu membahu mengambil langkah-langkah yang progresif menuju visi kota yang nyaman dan produktif sebagai wadah membangun karakter bangsa yang kuat.

Semoga semakin banyak ruang terbuka hijau seperti ini. Pejalan kaki dan pesepeda seharusnya diberi ruang yang nyaman. Sampah menggunung di aliran sungai yang semakin menyempit. Hendak mengalir kemana air? Maka tak heran bila Jakarta senantiasa langganan banjir. Jakarta yang sangat padat. Tiap jengkal tanahnya begitu berharga. Jakarta ibukota negara yang kita cintai. Apakah bila ibukota dipindahkan, kecintaan kita kepada NKRI akan berkurang? Tentu tidak …

Rafting di Kali Oya dan Cube Tubing di Goa Pindul

Standar

Menyusuri jalan berliku menuju lokasi cave tubing dan rafting rasanya asyik-asyik saja. Apalagi pemandangan pedesaan dan hutan jati yang alami sangat menghibur. Aku dan anak-anak yang terbiasa melihat dinding beton di Jakarta tentu merasa bahagia ketika menemukan hijaunya pepohonan, sungai berbatu besar, juga air jernih yang mengalir deras.

Ya … Wisata alam Kali Oya dan Goa Pindul di Gunung Kidul Yogyakarta memberikan kebahagiaan itu. Kami mengunjungi lokasi eksotik ini saat silaturahim lebaran ke Solo. Alhamdulillah … Ibrahim Rasyid Ridho Rusydi (Kaka) yang bersekolah  di SMA Insan Cendikia Islamic Boarding School dan Muhammad Hafizh Haidar Hanif (Mas) di SMP Al Binaa Islamic Boarding School masih bisa menikmati liburan bersama. Mereka bisa bertemu ya pas liburan seperti ini, karena lokasi boarding yang berjauhan berbeda kota.

Waktu tempuh dari Solo melewati Sukoharjo sekitar 2 jam perjalanan. Oya … Siapkan bekal makanan yang cukup agar perjalanan makin terasa asyik. Bila membawa balita perlu juga dipersiapkan bekal makan siang yang disukainya, karena di lokasi makanan yang tersedia lebih ke arah selera dewasa. Jangan  lupa membawa bekal air putih yang cukup agar terhindar dari dehidrasi, mengingat daerah Gunung Kidul terkenal terik.

Harga tiket yang murah meriah … Rp. 35.000 untuk rafting dan Rp. 30.000 untuk cave tubing sudah lengkap dengan fasilitas pemandu, mobil antar jemput dari basecamp ke lokasi pp, pelampung, dan ban besar. Yap! Petualangan pun dimulai.

Mobil bak terbuka membawa kami menuju lokasi. Seru juga … Angin berhembus menerpa wajah dan rambut kami … He3 … Inilah yang di sebut AC alam … alias angin cemilir dari alam. Lokasi Kali Oya sepanjang 2 kilometer kali ini airnya tak terlalu deras karena musim kemarau. Namun, tetap saja asyik bagi kami yang tak mungkin bermain air seperti ini di Jakarta. Apalagi ada air terjun kecil yang bisa kami lalui dan mengguyur tubuh sampai basah kuyup … Ha3 … Tawa kami tiada putus karena gembira.

Kaka dan Mas bersiap memakai pelampung di basecamp, sebelum berangkat dengan menggunakan mobil bak terbuka menuju lokasi.
Berenang di Kali Oya … Seru banget ya, alhamdulillah.

Oya … Kami juga mencoba berenang tanpa ban besar di kali. Wuih … Benar-benar pengalaman tak terlupakan. Terbayang sungai Ciliwung di Jakarta dengan airnya yang butek dan bau hiiiksss … Tak mungkin kami mau berenang di sana.

Seru banget ya … Pengalaman tak terlupakan. Ada air terjun juga di sepanjang sungai berair jernih ini.

Memberikan peluang petualangan di Kali Oya dan Goa Pindul Gunung Kidul Yogyakarta kepada Kaka dan Mas. Semoga menjadikannya mampu menempuh resiko dan mendapatkan hikmah bersahabat dengan alam.

Goa Pindul dengan hiasan stalagtit dan stalagmit memberikan sensasi tersendiri yang sulit digambarkan. Intinya … Subhanallah … Sungguh Allah Yang Maha Kuasa telah menciptakan keindahan ini agar manusia semakin tunduk kepada-Nya. Goa sepanjang 300 meter kami lalui tak lebih dari setengah jam.
Di atas bebatuan itu bisa tumbuh pohon ya … Masyaallah.
Cantiknya pemandangan di kawasan Gunung Kidul Yogyakarta.

Sawah menghijau di kawasan ini membuat Kaka dan Mas bertambah happy ya … Pemandangan indah ini jarang sekali ditemui di Jakarta. Bukit batu di Gunung Kidul pun ternyata tetap bisa ditumbuhi pepohonan. Sungguh luar biasa. Maka … Nikmat Allah Yang Maha Mulia ini janganlah didustakan. Pandai-pandailah bersyukur dengan selalu menjaga kelestarian alam.

Baca juga artikel menarik lainnya di sini:

Ide Kreatif Kelola Sampah Rumah Tangga

Standar

Gambar

Sampah rumah tangga perlu dikelola dengan bijak. tugas kita sebagai penghuni bumi adalah meminimalisir sampah agar tak mencemari lingkungan. Pemilahan sampai pengolahan menjadi lebih bermanfaat adalah tanggungjawab kita. kalau bukan kita, siapa lagi?

Sampah rumah tangga atau sampah domestik menjadi perhatian khusus dalam ajang kelas diskusi online di grup facebook ‘Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Penanggung jawab diskusi, Dewi Laily Purnamasari memberikan kesempatan kepada anggota grup untuk berbagi pengalaman ‘bagaimana menangani sampah di rumah masing-masing ?’

Wah … Ternyata respon ibu-ibu (yang sebagian besar adalah ibu rumahtangga) sangat besar. Ada lebih dari 30 komentar cerdas yang patut dijadikan rekomendasi. Yuk! Kita simak apa saja komentar mereka?

Rinzay Sari : Alhamdulillah di rumah belum ada anak kecil. Rumah jika sudah disapu dan dipel, kaya dimanaaa gituh, sejuk, nyaman. Secara, dihalaman ada pagar tanaman dan 2 pohon kelapa yang sedang berbuah banyak. Tapi, jika keponakan kecil ku yang 3 orang datang, wuiisssss…Rumah seperti kapal pecah!Kertas, bungkus permen, ceceran es krim, celana kotor bekas pipis, buat saya bad mood. Nah, saya searching di internet tips biar anak disiplin bung sampah. Caranya yaitu setiap sampah yang dibuang ke tempat sampah dapat 1 permen atau coklat. Alhamdulillah manjur.Dengan teratur kalo mau buang sampah di rumah colek dulu, terus bilang:”Tante, ini sudah dibuang sampahnya. Permennya mana?”

Erfi Susanti : Wow….kalau rumahku setiap hari berserakan dengan mainan, karena masih punya dua balita. Aku ga ambil pusing tuh….yang penting anak-anak senang main. Kami di rumah menyediakan bak sampah di dapur, teras, belakang rumah. Jadi kalau ada sampah diletakkan di tempat sampah tadi. Kalau hari minggu biasanya kebersihan baik di dalam maupun di luar rumah.

Haeriah Ummu Abdillah : di rumah saya menyediakan 3 tempat sampah. Kenapa 3? karena dapatnya dari warisan penyewa rumah terdahulu, hehehe. Berhubung kami tinggal di flat lantai 4 jadi rumahnya cukup mungil sehingga cukuplah tempat sampah segitu. tempat sampahnya kutebar di 3 tempat. 1 di dapur untuk menampung sampah basah hasil olahan makanan kami. 1 di teras tempat anak2 suka ngumpul sambil menikmati pemandangan dari lantai 4 dan 1 nya lagi di perbatasan antara ruang tengah dan dapur. Alhamdulillah anak2 terbiasa membuang sampah di tempatnya meski masih saja terkadang harus diingatkan. Yg plg susah ialah mengingatkan mereka agar tidak membuang sampah dari teras. Entah mengapa mereka lebih suka membuang ke bawah daripada menaruhnya di tempat sampah yang sudah kusediakan di sana. “Abis seru, melihat kertas2nya beterbangan” alasan anakku kalau kutanya…..

Anna Permatasari : Rumahku bukanlah rumah yang konclong sekali. Maklum terlalu banyak barang titipan temen2 yg pulang sementara ke tanah air. Untuk kemudian diambil lagi karena melanjutkan jenjang kuliah berikutnya.Tapi kalau urusan tong sampah, Alhamdulillah ada di mana2. Kamar mandi ada 2, setiap kamar mandi ada tong sampah bertutup ukuran kecil. Antara ruang tamu dan meja makan juga ada tong sampah kering. Biasanya untuk kertas-kertas bekas anak2 gambar, flyer, resit2 yg udah nggak dipake, atau anak2 main gunting2 kertas, origami dll…. Di dapur ada lagi tong sampah yang memang biasanya untuk sisa sampah bahan2 dapur. Ada yang kering ada juga yang basah. Dulu pernah saya coba pisahkan, tapi hanya bertahan sebentar… hehehe. Walau bagaimanapun, saya selalu mengumpulkan bahan2 plastik bekas seperti bekas tempat kue, toples, botol, tempat sabun, shampoo, dll dan dijadikan satu.

Anna menambahkan demikian pula utk kotak2 karton bekas kue, makanan atau apapun yang berdasarkan kertas. Kalau sudah banyak akan saya bagi ke seorang PRT di lantai dasar yang selalu rajin menjualnya kepada tukang loak barang bekas. Maklum rumah saya di atas tingkat 2 agak susah kalau hrs standby nungguin tukang loak….^^ Oh,ya sampah2 itu akan saya buang bersamaan (yang di kamar mandi, ruang tengah dan dapur) sehingga menjadi ikatan besar dalam kantong plastik. Ini yg masih menjadi permasalahan sy, ternyata akhirnya saya masih membuangnya dlm kantong plastik! Kadang kantong plastik khusus sampah (di sini warna hitam atau biru muda). Tetapi kadang menggunakan kantong plastik apa saja yg agak besar. Kalau tidak, bagian pembuangan sampah apertmen akan kesukaran membuang sampah kalau dibuang tidak diikat dengan rapi. Lalu bagaimana sebaiknya, ya?

Suci Rahayu Mar’ih : Kalau di rumah sudah mulai mengelompokkan sampah, si kecil juga sudah mulai mengerti kemana harus membuang sampah sesuai pengelompokan. untuk sampah kering seperti kertas, kemasan makanan saya sengaja tempatkan di dalam rumah, tas plastik bekas belanjaan selalu saya lipat dan dikumpulkan untuk digunakan lagi di hari-hari mendatang, untuk sampah basah saya tempatkan di depan dapur, kemudian sebagian yang memungkinkan diolah saya masukkan ke dalam lubang biopori menjadi kompos, lumayanlah sudah menjadi kompos sebanyak 1 ember yang siap pakai sebagian lagi saya kumpulkan (nasi sisa, potongan sayuran) untuk saya berikan kepada seseorang yang memang membutuhkan sisa makanan tersebutr sebagai bahan baku pakan ternaknya, sedikit namun bermanfaat ya. sedangkan lubang-lubang biopori ini juga menjadi tempat sampah daun-daun kering. sementara untuk sampah plastik seperti bekas kemasan makanan, stoples plastik, piring plastik, botol kaca sengaja dikumpulkan yang kemudian nantinya siap diambil tukang sampah yang berprofesi sebagai pemulung sampah plastik juga.

Suci melanjutkan ada pula sampah kain bekas/kain perca yang saya kumpulkan untuk dipakai sebagai bahan baku bros, taplak meja, sarung bantal yang sering saya bagi cuma-cuma untuk teman-teman di sekolah. sampah bekas kemasan kopi, detergen yang selalu ada di rumah selalu diminta teman untuk diolah menjadi tas daur ulang dan pastinya membantu keuan gan keluarganya…ada lagi…..sampah koran dan ban bekas sengaja dikumpulkan per 6 bulan untuk dijual ke pengepul, sempat juga membuat bubur kertas dari koran tapi tak bertahan lama karena kurangnya tenaga, hayoooo siapa mau bantu saya melanjutkan usaha daur ulang kertas ini?

Silakan mampir membaca artikel menarik lainnya di sini:

Anakku … Tempuhlah Jalan Ilmu Karena Allah

Arsitektur Cermin Kebudayaan Kota

Standar

Gambar

Sebuah kota dengan beragam karya arsitektur dapat menjadi cermin budaya dan nilai-nilai dari masyarakatnya. karya arsitektur berupa bangunan atau ruang terbuka menjadi bermakna ketika di dalamnya terdapat aktifitas kehidupan manusia. Sebagaimana masjid agung at taqwa di pusat kota cirebon yang dilatari gunung ciremai dan berada dekat dengan pantai utara menjadi pusat kegiatan keagamaan masyarakatnya. 

YB. Mangunwijaya, arsitek terkenal sekaligus penulis sekaliber sastrawan-budayawan menulis buku Wastu Citra. Beliau menelaah bangunan arsitektural sebagai hasil karya arsitektur yang menampilkan berbagai gejala, bukan hanya keterampilan teknis yang bercorak praktis, tetapi juga mencerminkan jiwa, mental, serta sikap budaya dari si pembuat dan si pemilik.

Pulchrum splendor est veritas” (keindahan adalah pancaran kebenaran). Begitu yang dinasihatkan oleh ahli pikir Thomas dari Aquinas. Salah satu pengenal kemuliaan bahasa, juga bahasa arsitektur adalah kejujurannya, dan kewajarannya. Bila kita berasitektur, artinya berbahasa dengan ruang dan gatra. Dengan garis dan bidang, juga dengan bahan material dan suasana tempat. Sudah sewajarnya kita berarsitektur secara budayawan : dengan nurani dan tanggung jawab penggunaan bahasa arsitektur yang baik.

Arsitektur adalah perpaduan keindahan, perilaku, kesejarahan, mitos, dan fantasi, untuk mencapai lingkungan ideal. Lingkungan ideal yang diharapkan memperhatikan keberadaan symbol untuk merasai kebesaran alam, keterkaitan antara manusia, bangunan, dan alamnya. Hal tersebut disebabkan ada unsur memori dan respon tubuh dalam bangunan. Manusia ber-satu-alam dan ber-satu-hukum dengan dunia semesta fisik disekelilingnya. Sekaligus mengatasi flora, fauna, dan alam materi. Hakikat dan tugas budaya arsitektur pun disitulah, bagaimana ber-satu-hukum dengan alam semesta ? sekaligus mengatasinya : artinya berbudaya, bermakna.

Mari bertandang di Kota Wali  ‘Cirebon’. Tinggalkan mobil di penginapan. Yuk! kita berjalan kaki,  bersepeda, atau naik becak. Susuri seluruh jalan kota. Tengok kiri dan kanan jalan yang kita lalui, hiruplah nafas kehidupan di setiap karya arsitektur yang ada. Rasakan semacam aroma spririt, aroma kekuatan bahwa bangunan dapat menjadi cermin.

Apa sajakah cermin itu? Tentu! Cirebon kaya dengan cermin nilai-nilai budaya masyarakat. Keraton Kesepuhan dan Kanoman, taman air Sunyaragi, masjid Merah – Panjunan, masjid Agung – Kesepuhan, kelenteng, gereja, pelabuhan, stasiun kereta api Kejaksan, Balaikota, taman kota dan alun-alun, kantor, sekolah, pertokoan, gudang, jalan, jembatan, bahkan penjara, benteng, dan kuburan-pun adalah cermin perjalanan panjang sejarah dan budaya Cirebon. Begitu pula seraplah realitas kehidupan masyarakatnya kini. Aktivitas yang difasilitasi dan diwadahi oleh karya arsitektur tentu merupakan cermin nilai-nilai masyarakatnya.

Ah … Maaf bila salah. Aku sedikit merasa : “Kok … cermin-nya buram yah ?” Sepanjang kali Sukalila yang hitam berderet kios-kios tak beraturan, sampah-sampah berserakan. Rumah megah dua lantai berpagar tinggi sepertinya enggan disapa dan menyapa lingkungan sekitarnya. Kekuasaan ekonomi menggusur ruang publik tempat bercengkrama segala lapisan masyarakat. Lihatlah! Mal menggantikan lapangan bola, pabrik menggantikan sawah, real estate menggantikan daerah resapan air. Jalan terasa gersang sebab yang ditaman papan iklan : bukan pohon rindang.

Sekali lagi! Kekuasaan tak berpihak kepada yang lemah dan miskin. Lihat saja, apa yang dibangun? Harapan menemukan taman kota -hijau dan rindang- dihiasi air mancur -sejuk dan gemericik,  lapangan olahraga untuk ‘jogging’ lari pagi dan bersepeda. Juga arena bermain anak gratis dilengkapi ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, kolam pasir, dan rumput empuk untuk bergulingan, pupus sudah. Angan menguap menjadi awan. Bergelayut kelabu menunggu jatuh sebagai hujan. Semoga, menjadi hujan rahmat bagi masyarakat kota mendapatkan harapan dan angannya : tentang kota yang ramah dan cermin bening kehidupan.

Nah … Kalau ini rasanya benar! Di sudut kota ada cermin taqwa : manusia masih percaya ada Tuhan Yang Maha Segala. Cermin keagungan masa lalu, walau bersawang memberi setitik semangat : masa depan harus lebih jaya. Cermin kerja keras terlihat jelas, kuli pelabuhan membanting tulang sampai keringat mengalir deras. Cermin harapan generasi yang lebih baik, belajar di bangku sekolah maupun dikehidupan nyata. Tak ragu ada cermin perjuangan untuk kemanusiaan dan kehidupan penuh cinta, berbagi dengan sesama menjadi lakon yang seharusnya terus … terus … terus … ada, siapapun kita.

Tidak pantas manusia membangun asal-asalan, sekedar bisa berdiri dan dipakai. Harus ada dimensi lebih dari asal berguna, ada semacam nurani untuk membangun dengan lebih berbudaya. Hal ini pun dicontohkan oleh hewan semisal kupu-kupu dan kepompongnya, sarang lebah, rumah semut, karang laut, atau jaring laba-laba. Bangunan biar benda mati, namun tidak berarti tak ber-jiwa. Bangunan hidup karena dinafasi oleh seluruh aktivitas kehidupan manusia. Sebagaimana kita mengenal kata ‘home’ dan ‘house’.

Rasa memang harus diasah. Bagai pisau tak akan tajam bila tak diasah. Pisau tumpul tentu tak cukup berfungsi. Cermin juga harus selalu dibersihkan, agar menjadi cermin bening. Jika berdebu, maka tampak buram sesuatu yang dipantulkannya. Sadarilah bahwa sebuah kota dapat menjadi cermin budaya dan nilai-nilai masyarakatnya. Siapa lagi kalau bukan kita pelakunya ? Jadikan kota sebagai cermin yang memantulkan sesuatu yang baik, yang bermanfaat, yang menjaga nilai-nilai universal, yang tetap memiliki kemuliaan dan keindahan, yang memberi jalan bagi masa depan. Semoga …

NB : Artikelku terkait Cirebon telah terbit di Leisure koran Republika

Gambar

Gambar

Beberapa artikel terkait ada di bawah ini, semoga bermanfaat.

 

Gua Sunyaragi Cirebon. Taman air yang digunakan untuk menyepi dalam sunyi. https://www.kompasiana.com/dewilailypurnamasari/5fdad6788ede4856f153f812/wisata-sunyi-di-gua-sunyaragi-cirebon

Keraton Kasepuhan Cirebon. Perpaduan arsitektur tradisional, Arab, China, dan Eropa. https://www.kompasiana.com/dewilailypurnamasari/5fd4348b8ede487e017659f2/keraton-kesepuhan-cirebon-yang-menawan

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Jejak sejarah Walisanga Sunan Gunung Jati. https://www.kompasiana.com/dewilailypurnamasari/5fd58b948ede4829d9601872/sunrise-di-pantai-kejawanan-cirebon