“Apa sih pentingnya me time?” tanya seorang suami kepada istrinya yang meminta ijin ‘nyalon’ barang sejenak. Dia ingin melepaskan beban lelah lahir batin mengurus 3 anak dan pekerjaan rumah. Penat mendera bahkan nyaris menghabiskan seluruh energinya.
Episode di atas bukan aku loh! He3 … Peluk virtual dulu buat para mamah yang sedang mengalami kesulitan untuk me time karena tak mendapat dukungan dari keluarga terdekat, terutama suami.
Ya … Tentu lumrah bila para mamah ingin menikmati waktu untuk diri sendiri tanpa kehadiran orang lain, sehingga bisa beraktivitas sendirian (atau bahkan tidak melakukan apa-apa). Para mamah mengatakan me time adalah salah satu cara menjaga kewarasan dengan sejenak benar-benar menikmati aktivitas untuk diri sendiri. Namun kadang hal itu hanya angan-angan belaka. Suami tak mendukung, bahkan merasa aneh dengan keinginan istrinya untuk me time.
Sedikit saran agar me time sukses dan memperoleh dukungan keluarga adalah dengan berkomunikasi dan berkomitmen menjalankannya sebaik mungkin. Sampaikan keingininan kita dalam bahasa ‘aku’. Seperti mengatakan “Aku butuh waktu refresing sendirian saja, agar lebih sehat lahir batin”. Atau “Aku ingin sedikit waktu menjalankan hobi olahraga agar lebih segar dan bugar”. Bisa juga “Aku mau melakukan hal ini agar menjadi lebih gembira dan positif berpikir”. Semoga dengan berkomunikasi, pasangan semakin mengerti dan mendukung me time para mamah.
Aku sederhana saja melakukan me time. Walau ada satu me time spesialku itu adalah menyetir mobil sendirian. Alhamdulillah, suami mendukung jadi tak ada kendala ketika menjalankannya.
Pertama, waktu sepertiga malam, me time terbaik dengan berwudhu, shalat tahajud, berdoa, dan membaca Al Quran. Sendirian di atas sajadah, bermunajat kepada Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pemberi Karunia. Berkeluh kesah dan mengadukan beragam beban rasa kepada-Nya. Berharap pertolongan dan perlindungan-Nya dalam setiap langkah kehidupan. Berucap syukur atas segala nikmat dan rahmat-Nya. Melangitkan doa-doa terbaik untuk diri dan keluarga. Waktu shalat wajib dan shalat dhuha adalah the best time to me time.
Kedua, membaca buku dan menulis. Termasuk hunting dan shoping buku di toko buku adalah me time kesukaanku.Banyak hikmah dari buku-buku yang dibaca membuat pikiran kembali cerah, jernih, dan fokus.
Ketiga, dipijat. Aku lebih suka dipijat secara pribadi di rumah. Bukan pergi ke salon he3 … Relaksasi otot dan menghirup wangi minyak zaitun bercampur kayu putih, minyak tawon Makasar, atau minyak urut Dayak membuat tenang bahkan sampai tertidur pulas ketika dipijat. Kadang dipijat sambil baca buku atau menonton film. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Seru ya …
Keempat, olahraga bersepeda atau berenang. Walau saat ini agak sulit melakukan me time ini. Tapi syukurlah sudah beberapa kali aku bisa bersepeda, tentu dengan prokes ketat. Agar tetap terhindar dari virus Covid-19. Berenang baru mencoba sekali ternyata tidak mudah. Kangen juga sih menikmati air sejuk dan mengolah nafas di kolam renang. Badan menjadi segar dan bugar kembali.
Kelima, melukis. Mudah saja me time dengan aktivitas melukis. Menuangkan warna-warni dengan media kanvas dan cat air, atau kertas dan pinsil warna sama asyiknya.
Keenam, menyetir mobil. Keluar sendirian menyetir mobil ke mana saja aku mau. Biasanya sih pagi hari di akhir pekan. Tampak aneh ya me time seperti ini? Tapi sungguh kegiatan menyetir mobil bisa membuatku sangat bersemangat. Rute favoritku adalah tol Jagorawi dan Bocimi, dari Jakarta hingga putar balik di Bogor atau di Cigombong. Aku juga suka rute Cipularang dari arah Bandung putar balik di Jatiluhur km 84 kembali ke Pasteur. Pemandangannya sangat indah, tapi harus tetap hati-hati dan waspada karena rawan terjadi kecelakaan.
Hari ahad yang cerah rugi bila dilewatkan begitu saja. Jadilah aku dan suami gowes tipis di Gelora Bung Karno dan sekitarnya. Berikhtiar agar senantiasa sehat. Tepat pukul 9 kami sampai di parkiran. Duuuhhh … Sepertinya kesiangan ini ? He3 … Tak apalah yang penting semangat! Akhir pekan yang sehat dan membahagiakan.
Kali ini aku gowes merangkap menjadi fotomodel ha3 … Setiap ada spot menarik, suamiku berhenti dan memotret dengan kamera ponselnya. Ya … Pasrah saja deh! Aku juga senang ternyata hasil jepretan suami bisa mewakili indahnya pusat kota Jakarta.
Kami berkeliling satu putaran di lingkar luar GBK, lanjut menuju arah Bunderan Hotel Indonesia, melewati kolong jembatan Semanggi. Sepanjang jalan Sudirman, sudah ada jalur khusus sepeda permanen. Warna hijau menjadi penanda jalur khusus tersebut. Trotoar juga ada jalur sepedanya. Aku memilih melintas di trotoar karena mengayuh sepeda pelan-pelan saja.
Stadion Gelora Bung Karno sejatinya sudah ada sejak tahun 1962 silam, dan mulai didirikan pada 8 Februari 1960 atas Perintah dari Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno. Saat itu, Stadion Gelora Bung Karno dibangun sebagai salah satu usaha serius Indonesia dalam menjadi tuan rumah di ajang ASIAN Games 1962.
Jalan Jenderal Sudirman atauJalan Sudirman adalah nama salah satu jalan utama Jakarta dan merupakan pusat bisnis atau disebut Financial District (Poros Sudirman-Thamrin-Kuningan). Nama jalan ini diambil dari nama seorang Pahlawan Nasional Indonesia yaitu Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman
Konsep penataan trotoar yang dikerjakan mulai tahun 2018 kini telah terwujud dengan baik. Lebar trotoar yang memungkinkan adanya jalur sepeda dan pejalan kaki yang nyaman. Pepohonan juga diupayakan maksimal ada di titik tertentu menjadikan suasana lebih segar dan adem. Penanda khusus berupa ubin berwarna kuning (guiding block) untuk penyandang disabilitas telah dibuat sepanjang koridor mulai Patung Pemuda Senayan hingga Patung Kuda.
Gubernur Anies Baswedan mengatakan, “Penataan yang baru itu jelas akan lebih membuat orang bisa berinteraksi. Warga bisa merasakan ini sebagai sebuah kota yang ramah bagi pejalan kaki, pesepeda, kota orang yang bekerja, berlalu lintas, dan berjalan semuanya terfasilitasi dengan baik”.
Aku mencoba berputar di jembatan Dukuh Atas dekat stasiun kereta. Suasananya bersih dan tertata dengan apik. Jalur untuk kursi roda dibuat agar memudahkan pemakainya bila ingin melintasi.
Di sudut kanan terowongan terdapat ruang baca Jakarta, yang sayangnya saat sedang pandemi ditutup sementara. Dinding diberi hiasan gambar mural yang cantik. Hingga di sisi jalan yang lain aku melihat sekelompok anak muda sedang asyik bermain skateboard dengan riang.
Papan luncur (bahasa Inggris: skateboard) adalah sebuah papan yang memiliki empat roda dan digunakan untuk aktivitas meluncur. Papan ini memiliki tenaga yang dipacu dengan mendorong menggunakan satu kaki sementara kaki yang satunya berada di atas papan. Bisa juga sang pengguna berdiri di atasnya sementara papan ini meluncur ke bawah pada sebuah turunan yang curam dan dengan ini menggunakan gaya gravitasi sebagai pemacu.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan ruang publik seperti arena bermain skeatboard, taman hutan kota, tempat duduk di titik tertentu, jembatan penyebrangan orang (JPO), trotoar yang nyaman, dan fasilitas untuk penyandang disabilitas. Maju kotanya bahagia warganya.
Tugas sebagai warga adalah menjaga kebersihan, keindahan, ketertiban, dan keamanan dengan membuang sampah pada tempatnya. Tidak mencoret-coret fasilitas yang ada, tidak mengganggu kenyamanan sesama pengguna fasilitas publik, juga mematuhi peraturan yang ada. Oya … Bersepeda juga harus menjalan etika ya … Agar diri sendiri selamat dan juga menjaga keselamatan orang lain.
Aku berpose di depan gedung karya Paul Rudolph, arsitek asal Amerika. Desain gedung ini sering menjadi pembahasan menarik saat kuliah di Arsitektur ITB. Atap miring menjadi simbol arsitektur tropis, sedangkan atrium terbuka dibuat untuk memaksimalkan sirkulasi udara alami. Bentuk Bangunan tersebut merupakan bangunan tinggi dengan berbahan dasar beton sesuai dengan gaya modern brutalist, namun bukan hanya terpaku pada desain yang megah dan kuat/ bersifat monumental saja tetapi juga terdapat banyak void/ space bukaan pada tengah gedung dan juga tanaman pada sekeliling bangunan sebagai respon bagi keadaan di Jakarta yang kurang penghijauan dan untuk memperoleh udara segar di dalam gedung tinggi.
Paul Marbin Rudolph salah satu Modernist Arsitek yang menonjol di Amerika Serikat setelah perang dunia kedua.
lahir pada tahun 198 di Elkton, Kentucky, Amerika Serikat. Dia belajar arsitektur di Alabama Polytechnic Institute, dan mendapat gelar sarjana pada tahun 1940. Dia memiliki kawan dengan Walter Gropius dari Harvard Graduate School of Design dari tahun 1940 sampai 1943, saat dia kuliah yang terpotong kegiatan wajib militer.
Setelah 3 tahun di Navy, Rudolph kembali ke Harvard dam mengejar Master Degree-nya pada 1947. Setelah lulus dia pindah ke Sarasota, Florida, AS. Kemudian, dia bekerja sama dengan Ralph Twitchell selama 4 tahun sebelum dia membuka start-up kantor arsitektur nya pada 1951. Rudolph mengetuai sekolah arsitektur Yale dari 1958 hingga 1964, setelah itu dia kembali ke kantor pribadinya. Kemudian meninggal di New York City pada 1997.
Sepanjang perjalanan (PP Makkah – Mina – Arafah – Mudzdalifah – Mina – Makkah) aku berjumpa dengan berjuta manusia dari ratusan suku bangsa di dunia. Segala strata usia juga ada di sana. Hatiku sangat tertarik dengan rombongan jamaah haji yang juga berjalan kaki sepertiku sambil mendorong kereta bayi dan menggendong anak. Tak terbayangkan olehku, betapa mereka -sebagai orangtua- begitu sehat, sabar, dan semangat mengajak bayi dan anak untuk berhaji. Menurut informasi dari KBIH Daarut Taudhid Jakarta pimpinan KH. Abdullah Gymnastyar, mereka melakukan haji bersama keluarga karena tahun 2006/2007 hari wukuf di Arafah bertepatan dengan hari Jumat.
Haji Akbar begitulah disebutnya. Jamaah haji dari dalam negeri Saudi Arabia berbondong-bondong mengikuti proses ibadah puncak ini. Begitupun dengan negara-negara terdekat seperti Mesir, Turki, Syiria, Irak, Iran, Yordania, dan Yaman. Mereka tidak memiliki tenda resmi baik di Mina maupun di Arafah. Namun, bumi Allah yang luas telah menjadi tempat mereka bersimpuh dalam doa bersama bayi dan anak mereka. Arafah, Mudzdalifah, dan Mina menjadi saksi kekuatan cinta orangtua kepada bayi dan anak mereka mengalahkan segala tantangan alam dan cuaca ekstrim gurun pasir.
Arafah … tempat pilihan Allah SWT. Ke sanalah aku berjalan kaki dari Makkah. Betapa Allah SWT telah memilih jam super raksasa ‘matahari’ sebagai acuan tak tergoyahkan dalam menentukan waktu ibadah haji. Siapa yang mampu menerbitkan dan menenggelamkan matahari? kecuali Dia, Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa. Aku terharu atas perjuangan seorang nenek didorong kursi roda, keluarga dengan balita naik kereta dorong, jamaah menggendong bayinya, atau kakek bertongkat. Semalam di Mina untuk keesokan hari selepas shalat Subuh menuju Arafah. Jamaah bersiap menuju Arafah dari Mina sesaat setelah shalat subuh. Semburat warna jingga mentari pagi di ufuk Timur bagai jarum jam besar raksasa, Subhanallah …
Langkah kaki bergegas menuju rengkuhan Allah SWT. Aku berjalan menuju arah Timur, arah terbitnya matahari. Langit merah jingga biru menjadi latar menakjubkan bagi jutaan manusia berbalut pakaian ihram. Bertalbiyah, bergerak khusyuk menuju Tuhan Rabbil Alamin. Di sinilah … rasa betapa Allah SWT telah menggenggam seluruh jiwa dan raga. Saat berjalan mengejar matahari terbit, udara sejuk, suasana cerah ceria. Senyum terkembang. Hati berbunga-bunga. Karena di Arafah telah menanti Allah SWT. Para malaikat menyambut dan mengagungkan jamaah haji ketika wukuf.
Tetapi … secara sunnatullah, ketika matahari semakin tinggi. Terik dan menyilaukan. Tak terasa wajah semakin menunduk. Inilah desain super canggih dari Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ketika hendak bertemu dengan-Nya, tundukkanlah wajahmu! Selepas wukuf di Arafah. Saatnya menghadap ke Barat. Matahari tenggelam ke arah sana. Kejarlah cahayanya. Semakin di kejar semakin surut tertutup bukit-bukit padang pasir. Gelap menyelimuti diri yang berburu tempat di Muzdalifah. Hotel bintang seribu. Mabit semalam berdinding gunung dan bukit, beralas pasir dan bebatuan, berselimut udara 5 derajat celsius, dan dibelai angin gurun.
Allahuakbar … hati dan raga mana yang tak tersungkur, bersujud, memohon ampunan kepada Pemilik alam semesta. Pemilik diri ini. Apalah arti diri ini? Kecil bak sebutir pasir di tengah lautan pasir.
Kembali ke Mina. Hangatnya matahari pagi terasa di punggung. Ringan kaki melangkan. Beban berat telah diangkat. Kini perjuanga membuang seluruh sifat setan dari dalam diri. Bukan lah setan yang dilempari batu saat jumrah. Dengan kesadaran penuh buanglah! sifat sombong, takabur, riya, malas, boros, iri, dengki, durhaka, dan sebagainya yang harus disingkirkan. Gantilah dengan tekad membangun kebaikan berupa akhlak mulia mendekati Asmaul Husna. Jadilah diri yang pengasih, penyayang, rendah hati, sabar, syukur, rajin, ikhlas, jujur, amanah, ramah, istiqamah, perhatian, teliti, hemat, lembut, pemaaf, semangat, adil, tekun, pantang menyerah, rapi, bersih, bijaksana, hormat, penolong, cepat tanggap, cekatan, bersahaja, sederhana, tegar, cerdas, ridho, berani, dan tabah.
Tahalul dan lepaskan pakaian ihram. Jadilah manusia yang membumi. Bertawaf dalam keadaan tak berihram tentu butuh ketegaran lebih. Kini aku tak berihram lagi. Larangan saat ihram tak ada lagi. Namun … bagaimana manusia baru ini mampu bersikap sebagai haji mabrur justru saat kebebasan telah Allah SWT anugerahkan. Manusia adalah khalifah di muka bumi.
Tetaplah bertawaf bagai Ibrahim. Lalu … lanjutkan bersa’i bagai Hajar. Langkah kaki penuh semangat dan harapan akan rahmat. Berharap menjadi manusia baru. Semoga Allah SWT menambahkan ilmu pengetahuan agar bermanfaat bagi kemaslahatan umat-Mu, memberikan rezki yang luas agar menjadi penolong agama-Mu, dan melimpahkan kesehatan agar semakin dekat dengan-Mu dengan menjalankan perintah-Mu serta menjauhi larangan-Mu.
Tak pernah aku merasakan sedihnya sebuah perpisahan. Tawaf wada membuatku tak henti meneteskan air mata. Hati ini mengharu biru … Ya Allah … Ya Rahman … Ya Rahim … bukan aku benci kepada-Mu dan Baitullah, melainkan waktu ku sudah ditentukan. Ampuni aku, Engkau-lah Maha Pengampun. Jika saat menjadi tamu-Mu aku tak tahu malu, tak sopan, tak bersyukur atas segala nikmat-Mu. Tetap sayangilah aku, janganlah Engkau benci kepadaku, jangan lagi Engkau tak mengundang ku ke tanah suci-Mu, menjadi tamu-Mu.
Aku telah terjun, terhanyut dalam lautan cinta Allah SWT.Siapapun akan bergetar hatinya. Ketika Ka’bah -kiblat seluruh umat Islam seduania- nyata berwujud di depan mata. Getaran makin kuat meruntuhkan seluruh keangkuhan manusi. Tawaf, mengelilingi Baitullah. Layaknya para malaikat yang terus bertasbih mengelilingi Arsy Allah SWT. Talbiyah “Labaikallaahumma labaik, labaikalaa syarikalaka labaik, innalhamda wanni’matalaka walmuk, laa syariikalak” terus didendangkan. Kumandangnya menggetarkan qalbu jutaan manusia. Tak terasa air mata menetes di pipi membasahi tanah suci-Mu.
Aku penuihi panggilan-Mu, aku sucikan dan agungkan nama-Mu, aku usahakan menjadi tamu yang Engkau sukai dan Engkau cintai. Ya Allah, Engkau Maha Pemberi, maka berilah aku kesempatan. Engkau Maha Kaya, maka berilah aku rezki. Engkau Maha Berkehendak, maka undanglah aku ke tanah suci-Mu berkali-kali. Jika ini kali terakhir dalam hidup ku, maka aku mohon ridhoi dan berkahilah aku dengan surga-Mu. Ya Allah berikan cahaya-Mu diqalbuku agar walau jauh dari Baitullah, aku selalu rindu, selalu merasa dekat, seolah-olah memandangnya, berada di dalamnya, bersama Engkau, Ya Allah …
Masyaallah … Di pelataran Ka’bah pun bayi dan anak di gendong orangtua mereka terlihat menikmati indahnya perjalanan ibadah tanpa tangis dan keluhan. Supraise … ketika aku bersa’i di Safa dan Marwa, ternyata anak-anak kecil terlihat begitu riang dan gembira berjalan lambat, lalu cepat, dan berlari kecil mengikuti langkah kaki orangtua mereka tanpa terlihat sedikitpun rasa lelah.
…
Pengalamanku ini telah terbit di Majalah Noor atas wawancara sahabatku wartawan di sana.
…
Mampir yuk! Ada kisah menarik lainnya di link berikut:
Laut yang memisahkan anak benua Asia dan benua Afrika ini penuh sejarah. Kita sangat mengenal kisah tentang terbelahnya laut merah oleh mukjizat tongkat Nabi Musa. Maka tak heran bila ada kesempatan, jamaah haji akan mampir walau sejenak di tepi Laut Merah tepatnya di kota Jeddah. Kami berkesempatan menyaksikan terbenamnya matahari. Indah sekali warna jingga kemerahan bulatan matahari perlahan turun sampai di batas cakrawala. Suasana menjadi romantis karena banyak pasangan suami-istri yang sengaja berfoto berangkulan dengan ‘background sunset’ di Laut Merah. Setelah matahari tenggelam terdengarlah azan dari masjid terapung. Di sebut terapung karena sebagian bangunan ada di darat dan sebagian lainnya ada di atas laut.
Di Jeddah kami diajak mengunjungi pusat perbelanjaan yang khusus buka pada malam hari. Minyak wangi menjadi oleh-oleh favorit. Merek-merek terkenal dibandrol dengan harga miring. Selesai belanja kami mengunjungi taman air mancur setinggi 200 meter. Katanya ini adalah air mancur tertinggi di dunia. Di taman ada kereta kuda yang dapat disewa untuk mengelilingi taman. Harganya 10 riyal saja sekali putaran. Aku sempat bercanda “mengapa tak diratik unta saja?” kata pa kusirnya “unta bukan untuk menarik kereta, tapi untuk ditunggangi”. Pantas saja selama di tanah suci aku hanya melihat unta dengan tempat duduk di punuknya yang berhias bunga warna-warni.
…
Berkeliling tafakur sejarah sekitar Madinah
Jamaah haji selalu diberi cinderamata oleh kerajaan Arab Saudi selaku tuan rumah ibadah haji berupa Al Quran yang sangat indah. Di percetakan Al Quran kota Madinah telah dicetak lebih dari 170 juta dantelah didistribusikan ke berbagai Negara. Al Quran telah diterjemahakn ke dalam 39 bahasa. Komplek percetakan seluas 250.000 meter persegi diresmikan pemakaiannya pada tahun 1984. Aku berkesempatan membaca hamper sepuluh Al Quran dengan 10 bahasa terjemahan. Diantaranya ada adalah ‘Quraanka Kariimka, Iyo Taijamada Macnihiisa Ee Afka Soomaaliga’, ‘Le Noble Coran et la traduction en langue Francaise de ses sens”, ‘Der edle Qur’an und die Ubersetzung seiner Bede utungen in die Deutsche Sprache’, Kur’an-I Perkthim me komentim ne gjuhen shqipe’, Thien Kinh Qur’an va Ban dich y nghia noi dung bang Viet ngu’, ‘I Kur’an eyingwele incazeto yama vesi a khethiwe ngesi Zulu’, Kur’an s prevodom preveo besim korkut’, Al Kur’an mai girma da kuma tajaman ma’anoninsa zuwa ga Harshen Hausa’, ‘Karoang mala’bi anna battuanna tama di basa Mandar’, dan ‘Qur’an yolemekezeka yotanthau zidwa michichewa Malawi’.
Subhanallah … Begitu banyak bahasa di dunia. Allah SWT memahami semuanya. Do’a-do’a hamba-Nya dalam bahasa apapun, Insya Allah dikabulkan-Nya. Dan lebih menakjubkan lagi, Al Quran dalam bahasa aslinya yaitu bahasa Arab telah terjaga keasliannya dari sejak jaman Nabi Muhammad SAW hingga kini, bahkan hingga akhir jaman. Begitulah janji Allah SWT menjaga kitab suci-Nya. Umat Islam di seluruh dunia mampu membacanya dalam huruf hijaiyah dan telah jutaan orang mampu menghafalnya baik sebagian maupun seluruh isi Al Quran. Itulah bentuk kekuasaan Allah SWT yang telah ditampakkan kepada kita hamba-Nya.
Masjid Quba terletak di daerah Quba. Ketika Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah, orang-orang pertama yang menyongsong Rasulullah SAW adalah penduduk Quba. Sebagai tanda penghargaan bagi penduduk Quba, maka dibangunlah sebuah masjid di daerah tersebut. Ada juga masjid Qiblatain yang terkenal karena memiliki dua mihrab atau kiblat. Di masjid ini ketika Rasulullah SAW sedang melaksanakan shalat dzuhur, pada rakaat pertama dan kedua beliau melakukannya dengan menghadap Baitul Maqdis di Yerussalem/Palestina (karena memang belum ada perintah menghadap Ka’bah), lalu turunlah surat Al Baqarah ayat 144 yang memerintahkan Nabi Muhammad SAW agar menghadapkan kiblat ke Ka’bah di Makkah. Maka rakaat ketiga dan keempat Rasulullah SAW menghadap ke Ka’bah sebagai kiblat umat Islam sampai akhir jaman.
Jabal Uhud juga patut dikunjungi sebagai bagian sejarah umat Islam. Saat umat Islam masih dimusuhi oleh kafir Quraisy di Makkah. Terjadilah peperangan dahsyat di perbukitan Jabal Uhud. Kaum muslimin berjumlah 700 orang harus melawan tentara kaum musyrikin Makkah 3.000 orang. Dalam perang tersebut umat Islam mengalami kemenangan yang gemilang, sehingga kaum musyrikin lari pontang-panting. Di Jabal Uhud kaum muslimin tergoda harta rampasan perang dan tidak mengikuti perintah Rasulullah SAW. Maka terjadilah serangan balik dari kaum musyrikin sehingga terbunuhlah 70 orang syuhada termasuk diantaranya Hamzah bin Abdul Muthalib.
Pengalaman indah lainnya adalah saat aku dan suami dapat berkenalan dengan muslim dan muslimah dari Turki, Pakistan, Mesir, Sudan, Malaysia, Afganistan, Cina, Iran, juga Amerika dan Eropa. Tak kalah bahagianya ketika bertemu saudara sebangsa dan setanah air di negeri orang. Ya kami berkenalan dengan jamaah asal Pirang Sulawesi, Banjarmasin Kalimantan Selatan, Solo Jawa Tengah, Lamongan Jawa Timur, Padang Sumatra Barat. Warna-warni Indonesia indah terlihat. Inilah Bhineka Tunggal Ika berbeda suku dan bahasa daerah tetapi tetap bangga menjadi warganegara Indonesia.
Perjalanan dari Jakarta menuju Sukabumi selama 4 jam tidak begitu terasa. Aku dan Teteh disuguhi pemandangan hijau rimbunnya pepohonan di kiri kanan jalan. Kelokan tajam sempat beberapa kali membuat jantung berdesir … Sesampainya di Sukabumi, langsung aku menuju penginapan sederhana di tepi pantai. Selepas membereskan barang bawaan langsung Teteh mengajakku main di pantai. Oke! Hayu lah Teh kita nikmati angin laut Samudera Hindia dan pasir yang hangat. Adzan dzuhur berkumandang di kejauhan. Aku dan Teteh bergegas menuju penginapan untuk shalat dan bersiap wisata kuliner.
Asyiknya bila sambil bekerja bisa dapat bonus langsung piknik di lokasi wisata yang elok. Lebih senang lagi karena anakku Teteh Maryam Aliyya Al Kindi bisa turut serta menemani ibunya survey. Ya kebetulan aku diminta untuk membantu menyusun rencana induk persampahan di kabupaten Sukabumi. Nah … Sambil bekerja sambil jalan-jalan boleh dong! He3 …
Di kota Pelabuhan Ratu ada rumah makan Ibu Tuti. Walau sederhana namun semua makanannya super enak. Teteh pastinya memilih menu ikan laut yang segar dan lezat. Ada sop ikan marlin yang menggoda selera. Harganya murah meriah. Kembali ke penginapan untuk mempersiapkan materi survey dan rapat. Ah … Rasa kantuk pun menyerang. Hi3 … Istirahat dulu ya sambil menunggu sore. Aku dan Teteh kepingin menyaksikan matahari tenggelam.
Keesokan harinya akupun bersiap survey lokasi utama adalah sepanjang pesisir pantai dan pusat wisatanya di Karang Hawu. Pasirnya putih dan karangnya sangat menantang. Ombaknya tinggi hingga 3 meter lebih. Memang berbahaya bila tidak waspada. Banyak juga korban yang tersapu ombak karena tidak mematuhi peraturan yang ada.
Terlepas dari mitos dan misteri akan Samudera Hindia atau Laut Selatan, tentu bijak berwisata dan tetap waspada serta tidak berlaku congkak akan baik bagi kita. Alam senang kepada orang yang rendah hati dan menghormati serta memelihara adab ketika berada di sana.
Alhamdulillah … Teteh bisa main pasir lagi di pantai. Udara cukup bersahabat, Aku khawatir hujan. Wow … Perlahan matahari mulai turun ke horison. Indah sekali pemandangan di Pantai Pelabuhan Ratu yang elok. Tak lepas mataku memandang keajaiban alam ciptaan Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Mulia. Masya Allah …
Bersyukur tiada terkira atas karunia menjadi bangsa Indonesia yang kaya akan keindahan alam.
Oya … Sambil menunggu matahari tenggelam, Teteh sempat menunggang kuda berkeliling pantai. Wuih! Pengalaman yang tidak terlupakan. Kuda yang gagah menyusuri tepian air, sesekali ombak mengenai kakinya yang berderap pelan. Teteh tertawa riang saat kuda mellintasi sungai kecil yang mengalirkan air ke samudra lepas.
Keindahan alam Indonesia memang tiada duanya. Kita harus menjaga kelestariannya. Salah satunya adalah membuang sampah pada tempatnya. Jangan mengotori keindahan alam dengan sampah. Aku ajarkan kepada Teteh bagaimana cara kita bersyukur terhadap karunia Allah Yang Maha Kaya lagi Maha Pemurah. Teteh menjadi peneliti cilik dan ikut memberi ide. Kata Teteh seharusnya di tempat wisata ini juga disediakan tempat sampah yang banyak, besar, dan mudah terlihat. Lebih baik lagi kalau dipisahkan antara yang organik dan non organik. ‘Bu … Jangan lupa ada denda dan hukuman buat orang yang buang sampah sembarangan’, kata Teteh. He3 … Aku jadi ingat di kelas Teteh ada peraturan denda untuk siswa yang membuang sampah sembarangan.
Wah … Anak umur 8 tahun saja mengerti bagaimana sikap terpuji dalam menjaga keindahan alam. Masa orang dewasa malah buang sampah sembarangan. Malu dong!
Senang sekali mendapat tantangan dari MAGATA, komunitas Mamah Gajah Bercerita tentang Family Time. Artikelku kali ini sekaligus obat rindu karena tidak bisa mudik lebaran. Berkumpul dengan keluarga di hari raya itu sangat membahagiakan. Sudah dua kali lebaran, keluarga kecilku tidak bisa lengkap berkumpul. Kaka dan Mas di Bandung, sedang Teteh, aku dan suami di Jakarta.
Jadi … Mari membuka lembaran kebersamaan dari masa ke masa, sebagai bentuk rasa syukur atas segala nikmat dan karunia dari Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Keluargaku senang mengisi waktu liburan dengan silaturahmi sekaligus tafakur alam.
Berkumpul berlima adalah momen langka bagi keluargaku saat ini. Selain pandemi Covid-19 juga terpisah kota dengan kesibukan masing-masing.
Memori kebersamaan bersama keluarga telah aku jadikan artikel dan terbit di blog pribadi juga di Kompasiana. Sebagian aku tampilkan di sini ya …
Teteh berlibur di kawasan Ciwidey menikmati indahnya kawah putih, kebun teh dan Situ Patenggang. Kami memilih kemping di tepi lembah agar bisa menyerap suasana alam dari siang hingga malam, serta menikmati hangat mentari pagi yang muncul seiring perginya kabut tebal. Kami berlayar dengan perahu mengelilingi situ, dilanjutkan sarapan di restoran berbentuk kapal.
Kaka, Mas dan Teteh sesekali berlibur bukan waktu liburan sekolah atau kuliah. Aktifitas padat dan perbedaan jadwal kadang membuat mereka jarang bertemu. Jadi aku sengaja mengajak Teteh berlibur bersama Mas saja. Lalu pada kesempatan lain Teteh berlibur sama Kaka saja. Lain waktu, Kaka dan Mas saja berlibur bersama Bapak. Aku juga beberapa kali liburan hanya berdua Teteh atau berdua suami saja. Ternyata hal seperti ini memiliki keistimewaan, masing-masing bisa merasakan kedekatan tanpa gangguan dari yang lain.
Tidak selamanya kami mencari tempat yang jauh dari rumah untuk berlibur. Sekedar berenang, sepedaan, makan bersama, dan pergi ke toko buku di Jakarta dan Bandung. Bahkan umpel-umplen di rumah saja dengan aktifitas bersama seperti melukis, membaca, menonton film, memasak, main lego, catur atau congklak. Kegiatan memberi makan kucing, kelinci, dan ikan, juga berbincang santai atau diskusi hangat topik terkini adalah kebahagiaan tiada terkira.
Bulan Mei 2021 kami telah bersama 26 tahun dalam rahmat dan karunia Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Senantiasa saling mendukung dalam kebajikan agar dicintai Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijakasana. Bermohon hingga kelak selalu bersama disurga-Nya sekeluarga, berkumpul dengan Rasulullah Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam, dan orang-orang shalih.
Duapuluh lima tahun telah Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun berikan karunianya kepadaku untuk istiqamah memakai jilbab. Perjalanan panjang ini semoga tak lekang oleh waktu hingga akhir hayatku. Semoga semakin hari semakin baik dan semakin sesuai tuntunan Muhammad Rasulullah.
Aku belajar jilbabku kini dari anakku Maryam Aliyya Al Kindi. Perubahan mendasar adalah bajuku kini berbentuk gaun panjang atau gamis dengan kerudung panjang sebagai padanan. Barakallah ya sayangku … Dengan jilbabku kini tak ada halangan apapun dengan segala aktivitasku mengajar di kampus, menyetir mobil, berbelanja di pasar tradisional sekalipun bahkan naik turun angkot dan kereta api listrik.
Perjalanan dengan pengalaman seru tetap bisa berjalan seperti mendaki jejak letusan merapi, berburu air terjun di gunung halimun, tafakur alam di kaki gunung ciremai, menyebrang situ cangkuang, dan berkuda di kebun teh.
Beberapa penampilan dengan jilbabku kini. Semoga menginspirasi.
Sepakat dengan nasihat bahwa belajar di masa kecil bagai mengukir di atas batu. belajar di masa tua bagai mengukir di atas air.
Ya … Benar! Usia dini, anak-anak itu daya serap dan daya tangkapnya luarbiasa untuk mempelajari sesuatu. Hal ini menjadi acuan bagi orangtua untuk mengenalkan keutamaan berbagai ibadah kepada anak.
Semenjak kecil mereka tentu bisa melihat dan menyaksikan langsung orangtua menjalankan ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji-umroh. Juga keutamaan akhlak seperti jujur, senang menolong, berkata baik, tidak pemarah, ramah dan murah senyum.
Kali ini kita akan mengenalkan keutamaan puasa kepada anak. Sebelum anak memasuki usia baligh, kita harus berupaya memberi contoh berpuasa yang baik dan benar.
Pengalamanku mengajak Teteh berpuasa adalah dengan membuat suasana yang berbeda saat bulan Ramadhan. Seperti ada ucapan selamat datang Ramadhan di kertas plano yang ditempelkan di dinding kamar.
Membangunkan saat sahur untuk ikut makan, walau nanti puasanya baru bisa sampai waktu dhuha. Semakin meningkat usia, kekuatan menahan lapar dan haus terus bertambah. Teteh bisa sampai setengah hari. Lalu … Berusaha sampai maghrib.
Barulah pada usia genap 10 tahun, Teteh bisa puasa penuh sampai maghrib sebulan penuh, Alhamdulillah …
Keutamaan Mencintai Saudara Muslim
Intinya aku ingin Teteh menjalankan ibadah dengan ikhlas dan bahagia. Teteh memahami bahwa menjalankan perintah Allah Yang Mahabaik lagi Maha Pemurah adalah tanda kita bersyukur sebagai hamba-Nya. Betapa melimpah karunia-Nya kepada kita selama ini. Tak terhitung rahmat dan kasih-sayang-Nya telah diberikan kepada kita.
Aku juga mengajak Teteh untuk suka shadaqah atau bersedekah, terutama di bulan Ramadhan. Sebagaimana Rasulullah shalallaahu alaihi wassalaam telah memberikan teladan. Bila mampir ke masjid, Teteh aku ajak mengisi kotak amal jariyah. Walau uangnya dari aku, tapi Teteh yang memasukkannya ke dalam kotak.
Di lain kesempatan Teteh ikut membuat makanan kecil untuk ifthar jamaah di masjid dekat rumah. Aku ceritakan juga betapa saudara muslim di Palestina sangatlah kuat, sabar, dan tangguh. Mereka berpuasa dalam keadaan yang sangat minim -kekurangan makanan. Teteh aku ajak untuk memberikan perhatian kepada anak-anak Palestina agar memiliki empati yang tinggi kepada sesama.
Setiap tanggal 30 Maret, warga Palestina di seluruh dunia memperingati Hari Tanah sejak 1976. Peristiwa kelam terjadi saat pasukan keamanan Israel menembak mati enam warga Palestina. Mereka memprotes perampasan tanah milik warga Palestina di wilayah pendudukan Israel utara untuk didirkan bangunan bagi komunitas Yahudi.
Sebanyak 100 warga terluka dan ratusan lainnya ditangkap selama aksi protes. Warga Palestina mengenang sebagai peringatan 45 tahun ‘Hari Tanah’ alias Land Day. Betapa menyedihkannya bila tanah kita dirampas oleh penjajah bukan?
Anak harus paham bahwa puasa itu bukan sekedar menahan haus dan lapar, juga penting menahan amarah dan hawa nafsu. Tentu saja orangtua harus menjadi contoh yang baik. Kalau ingin anaknya lembut hati, maka orangtua juga harus lebih lembut hati, tak boleh pemarah. Orangtua harus lebih dahulu meminta maaf dan memaafkan. Sehingga anak melihat dan mendengar, kemudian mereka mencontohnya.
Belajar menahan hawa nafsu belanja juga nih … Biasanya orang berbondong-bondong belanja untuk lebaran, namun keluarga kecilku sudah membiasakan diri tidak ikut arus belanja di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Bila sempat, baju baru dibelikan justru sebelum bulan Ramadhan. Malah sudah beberapa tahun terakhir, kami memakai baju yang ada saja, dicuci bersih diberi pewangi dan dipadu padan hingga tak perlu membeli baju baru.
Sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama untuk melaksanakan i’tikaf di masjid. Walau sudah sejak tahun kemarin, sedih juga tidak bisa i’tikaf di masjid. Hidup bersahaja dan sederhana itu telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad shalallaahu alaihi wassalaam. Bukankah boros dan berlebihan atau bermegah-megah itu temannya syaitan? Oya … Makanan dan minuman untuk berbuka dan sahur juga biasa saja, tidak begitu berbeda dengan hari lain.
Aku berharap anak-anak lebih memahami esensi dan keutamaan puasa bukan pada gelaran makanan melimpah atau persiapan lebaran dengan kue-kue dan baju baru. Ibadah puasa telah diperintahkan untuk menjadikan kita sebagai orang bertakwa. Semakin besar, Teteh menjadi senang membaca Al-Qur’an dan itulah salah satu keutamaan bulan Ramadhan.
…
Rindu I’tikaf Ramadhan di Masjid
Masyaallah … Teteh kangen itikaf di masjid pada malam sepuluh terakhir Ramadhan. Sejak balita Teteh seneng banget kalau diajak itikaf di masjid bareng Kaka dan Mas. Namun Ramadhan 1441 Hijriyah kita harus bersabar beribadah di rumah.
Teteh terinspirasi kisah Muhammad Rasulullah yang membuat tenda di masjid saat itikaf. Aku bongkar lemari mencari seprei jadul bahannya batik Solo. Umur sepreiku ini sudah 25 tahun loh! Untung aja ada tongkat pramuka jadilah tenda ini berdiri di ruang keluarga. Adakah teman-teman yang anaknya minta dibikinkan tenda juga seperti Teteh?
Ramadhan tahun 1442 Hijriyah, Teteh tidak lagi mendirikan tenda. Alhamdulillah setiap hari bisa tilawah Al-Qur’an 1 juz dan pada akhir Ramadhan tuntas 30 juz. Pagi hari ziyadah (hafalan) 1-2 halaman dan setor kepada Ustadzah. Siang hari masih ada KBM Diknas. Malam shalat tarawih dan bangun sahur menyempatkan shalat tahajud. Saat 10 hari terakhir Ramadhan sudah tidak lagi SFH jadi bisa fokus untuk murojaah dan tilawah Al-Qur’an. Barakallah Teteh kesayangan Ibu.
Kali ini aku menulis bukan untuk mengajak pembaca menangis dan merasa sedih. Tulisanku sebagai benih syukur dan pupuk sabar, agar selalu berada dalam lindungan dan rahmat-Nya. Hingga kelak husnul khatimah, berjumpa Allah Illahirabbi, berkumpul bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan orang-orang shalih.
Begini Rasanya Hampir Mati
Aku pernah merasakan belati menempel di pinggang. Lalu tiga penjahat merampas gelang dan cincin pernikahan. Mereka mengancam memotong jari dan menusuk badanku. Aku hanya mampu berucap istighfar dan tasbih “Astaghfirullah … Subhanallah …” Nafas tercekat sesaat. Perhiasan telah beralih tangan, namun nyawa masih bersatu dengan raga.
Suatu hari aku terseret ombak samudera selatan tanpa sadar. Tampak garis pantai semakin menjauh. Sekuat tenaga berenang kembali ketepian. Nafas terengah, jantung berdetak kencang, dan terucap kata “Allahuakbar … Ya Allah ..” Begitu sampai di pasir yang lembut, airmat deras membanjiri wajah mengganti air laut yang mulai mengering.
Pengalamanku lain saat tak juga sadar dari pengaruh obat bius. Terasa semua serba putih, melayang entah di mana? Perlahan sayup terdengar jauh suara memanggil, “Ibu … Bu … Bangun!” Lalu suara itu hilang lagi. Semua masih serba putih. Rasanya ada yang memegang telapak tanganku. “Bu … Ibu … Ayo bangun!” Tangan mungil itu aku kenal … Mataku perlahan terbuka, masih buram. Samar tampak wajah anakku sulung yang berumur empat tahun. Aku bingung, “Di mana ini?” Ternyata di kamar hanya ada Kaka yang sabar menungguku sadar. Aku harus operasi caesar dengan bius total saat melahirkan Mas. Bayi terlilit plasenta, tak ada pembukaan, dan tak mau turun ke jalan lahir. Begini rasanya mati batinku.
Aku Takut Darah
Perut kram, bibir bergetar, dan kepala limbung adalah reaksi tubuhku bila berjumpa dengan sesuatu yang berkaitan dengan darah. Tapi aku diuji justru dengan hal yang mengerikan itu.
Aku melahirkan Kaka secara normal. Selepas bayi lahir, aku melihat darah dalam baskom dibawa perawat entah kemana? Bayi masih berlapis bercak darah. Pinggulku sempit, terjadilah fraktur tulang ekor. Aku tak bisa berbaring, duduk, dan berjalan dengan nyaman. Nyeri sekali rasanya. Jahitan di jalan lahir juga panjang karena harus digunting.
Saat melahirkan Teteh, aku operasi caesar sekaligus mengangkat kista ovarium. Aku dibius setengah badan hingga masih bisa berdoa selama tindakan. Bayiku lahir selamat. Namun dokter kandungan bilang, “Loh! Kistanya mana?” Operasi diperpanjang waktunya untuk menemukan kista yang tersembunyi. Aku melihat peralatan operasi dan kain pelapis yang memerah.
Aku hampir pingsan saat Teteh dijahit kepalanya akibat kecelakaan mobil. Tanganku dingin gemetar menyanggga kepala berlumuran darah dari tol Cikarang hingga rumah sakit di Jatinegara. Aku berdzikir tiada henti hingga selesai tindakan dokter. Teteh tetap sadar dan tidak menangis saat dijahit dokter UGD.
Teteh menjalani apendektomi diusia lima tahun. Dokter menyuntikan obat bius, Teteh tidak menangis. Aku bisikan dzikir dekat telinganya hingga matanya terpejam. Pilu menderaku. Doa tiada putus selama tiga jam. Operasi berhasil dan dokter memperlihatkan apendiks Teteh yang mengalami radang. Mendadak mataku berkunang-kunang.
Mas operasi fimosis saat bayi. Aku duduk di luar ruang dokter bedah. Jantung berdetak lebih kencang mengiringi doaku. Aku berusaha tegar, sebab Mas terlihat baik-baik saja selepas operasi.
Kaka terkena pecahan kaca, darah kental berceceran di lantai. Aku bersender lemas di dinding IGD, melafalkan doa agar Kaka segera ditangani dengan baik. Aku berusaha tenang ketika dokter bilang lukanya dalam dan ada urat terputus. Kaka tampak pasrah dan sabar ketika dokter mengambil serpihan kaca dan menjahit luka ditangannya.
Anak-anak yang kuat. Malah hatiku yang tersayat-sayat. Saat itu hatiku ikut berdarah … Luka hati lebih lama sembuhnya dibandingkan luka badan.
Epilog
Aku senantiasa berusaha bersabar dan bersyukur karena masih diberi umur dan kesehatan. Bisa menjalankan amanah menjadi Ibu dari Kaka, Mas, dan Teteh. Diberi kesempatan berbakti kepada suami yang setia menyemangati dan menemaniku kembali pulih.
Segala puji hanya bagi Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Mulia. kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Bijaksana dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami.
Sebagai seorang muslim tentu kita sudah bersyahadat dengan lafazh : “Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.” Ini perjanjian agung dan tidak boleh dilanggar hingga akhir hayat.
Di antara nikmat yang Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Teliti berikan kepada kita adalah nikmat Islam, iman, rizki, harta, umur, waktu luang, dan kesehatan untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Suci lagi Maha Perkasa dengan benar dan untuk menuntut ilmu syar’i. Banyak di antara manusia yang tidak menggunakan waktu sehat dan waktu luangnya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak gunakan untuk belajar tentang Islam, tidak ia gunakan untuk menimba ilmu syar’i. Padahal dengan menghadiri majelis taklim yang mengajarkan Al Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman para sahabat, akan bertambah ilmu, keimanan, dan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Cerdas lagi Maha Pemberi Karunia.
Cara untuk mendapatkan hidayah dan mensyukuri nikmat Allah Yang Maha Lembut dan Maha Kaya adakah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, tauhid dan syirik, sunnah dan bid’ah, yang ma’ruf dan yang munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan. Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Ilmu syar’i adalah ilmu yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengasih kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan penunjuk. Apabila ilmu itu menghasilkan hal ini kepada pemiliknya, maka inilah ilmu yang bermanfaat. Kapan saja ilmu itu bermanfaat dan menancap di dalam hati, maka sesungguhnya hati itu akan merasa khusyu’, takut, tunduk, mencintai dan mengagungkan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Penyayang. Jiwa akan merasa cukup dan puas dengan sedikit dari yang halal dari dunia dan merasa kenyang dengannya sehingga hal itu menjadikannya qana’ah dan zuhud di dunia.
Orang yang faqih adalah orang yang takut kepada Allah Yang Maha Penjaga lagi Maha Sabar meskipun ilmunya sedikit. Dan orang yang bodoh adalah orang yang berbuat durhaka kepada Allah Yang Maha Dermawan lagi Maha Kuat meskipun ilmunya banyak.
Seorang hamba sejati adalah seseorang yang beribadah kepada Allah Yang Maha Terpuji lagi Maha Hidup atas dasar ilmu dan telah jelas kebenaran baginya. Inilah jalan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ya Allah Yang Maha Penyantun lagi Maha Memelihara, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa guru kami, berilah mereka balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada kami dengan sebaik-baik balasan. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengamalkan dan membela sunnah beliau hingga akhir jaman. Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam.
Masjid adalah pusat peradaban Islam tempat utama kaum muslimin menuntut ilmu syar’i.
Aku pernah mengajak anak-anak untuk merasakan suasana berbeda selama bulan Ramadhan. Kami sekeluarga, berlima menjalankan i’tikaf sepuluh hari terakhir di Masjid Daarut Tauhid Bandung. Senang rasanya bisa menjalankan puasa dan ibadah sunnah lainnya dengan lebih khusyuk. Mulai dini hari kami menjalankan qiyamul lail dengan imam seorang hafizh Quran. Sahur bersama dan mengisi waktu siang dengan shalat dhuha, membaca Al Quran, menyimak kajian, dan istirahat. Sore hari menjelang buka suasana semakin ramai, karena ada jamaah lain yang tidak i’tikaf pun berdatangan. Waktu berbuka menjadi momen yang indah, makan bersama, dilanjutkan shalat maghrib, isya dan tarawih.
Oya … Aku menyewa faviliun dengan dua kamar di salah satu rumah penduduk. Agar saatnya kami harus bersih-bersih bisa lebih leluasa. Tadinya mau menginap di Darul Jannah Cottage yang biasa kami gunakan saat menginap di Bandung, ternyata sudah full book.
Sedih terasa, sudah dua kali Ramadhan dalam masa pandemi Covid-19, kami tidak bisa melaksanakan i’tikaf di masjid.
…
Yuk! Simak juga artikel menarik lainnya di link berikut: