Apa jadinya bila rumah kecilku tak berpohon? Ugh … Udara Jakarta yang sumpek, penuh polusi kendaraan bahkan asap pembakaran kayu untuk mengolah jengkol dari pasar di balik tembok pagar perumahan itu pasti perlahan akan membuat paru-paru keluargaku sesak. Usaha pengolahan jengkol yang dimulai sejak pukul delapan malam menghasilkan bau menyengat dan asap yang serta merta akan masuk ke dalam perumahan. Untung saja sejak pindah empat tahun lalu, kami sudah menabung pohon.
Anak-anak jaman sekarang (terutama yang tinggal di kota besar) sangat jarang bersentuhan dengan pohon. Apakah mereka tahu bahwa kertas berasal dari pohon, pinsil pun demikian, apalagi meja dan kursi kayu tentulah berasal dari pohon.
Adakah keinginan mereka untuk menanam pohon? Adakah empati mereka untuk ikut menentang penebangan pohon di hutan? Apakah kita sebagai orangtua sudah mengajak mereka untuk lebih mencintai pohon?
Ya … We love the trees
Di rumahku yang tak seberapa luas tumbuh pohon beragam jenis. Pohon tanjung, mangga, kamboja, bintaro, soka, belimbing, palem juga beringin. Ah … walau belum tertata rapi, namun sudah terasa rimbun, sejuk, segar, hijau menyegarkan mata. Pagi hari saat matahari bersinar cerah, burung-burung berkicau di dahan pohon. Bila beruntung ada juga kupu-kupu hinggap dibunga yang sedang mekar.
Tak kenal maka tak sayang … Bukankah pepatah mengatakan demikian? Aku pun berusaha mengenalkan pohon kepada anak-anak agar mereka bisa mencintainya. Foto-foto di bawah ini mencerminkan ‘walau’ sedikit kecintaan mereka kepada pohon.
Teteh sangat antusias bertugas menyiram tanaman. Halaman rumah ditanami rumput dan bunga, sedangkan sisi jalan ditanami pohon berdaun rimbun seperti tanjung, kamboja, bintaro, mangga, belimbing dan beringin.
Anak-anak pun dilibatkan dalam proses penanaman pohon itu. Kaka anak sulungku membantu ayahnya menggali tanah, lalu Mas anak kedua memberi pupuk kompos dan pupuk kandang ke dalam lubang. Sedangkan si bungsu Teteh paling senang bila bertugas menyiram pohon. Kami bersama belajar mencintai pohon sebagai wujud rasa cinta kepada Allah Yang Maha Pemurah. Tentu kami sangat yakin suatu hari nanti investasi berharga ini akan menuai hasil.
Ya … Benar kami kini telah menuai hasilnya. Pohon tanjung yang berdaun rimbun tingginya sudah lebih dari lima meter. Berjajar berdampingan dengan pohon kamboja dan bintaro. Lalu ada pohon belimbing dan pohon mangga. Di sudut rumah ada pohon beringin yang tumbuh sendiri loh! Mungkin bijinya dibawa burung yang mampir di pepohonan kami. Semuanya pohon berbatang keras dan berakar tunjang. Sedangkan di halaman dalam ada hamparan rumput gajah mini seluas 2×3 meter persegi yang dilengkapi dengan pot bunga adenium, kana, pisang-pisangan. Kami juga menanam jahe, lengkuas, kunyit, dan pandan,
Apa yang terjadi dengan udara di rumah kami? Malam hari terasa sekali fungsi dedaunan yang menyerap karbondioksida dan menangkal asap untuk masuk ke dalam rumah. Rumah kami menjadi satu-satunya rumah yang tidak begitu terganggu dengan bau jengkol he3 …
Tak hanya itu … Kami juga kedatangan burung-burung bersuara merdu dipagi hari. Ternyata pohon belimbing menarik minat mereka untuk mencicipi bunga-bunganya yang asam manis. Bunga tanjung yang harum pun mengundang banyak kupu-kupu cantik. Ada yang aneh … Kucing kampung yang biasa berkeliaran di perumahan kami kemudian melahirkan di halaman rumah dan anak-anaknya yang lucu senang sekali bermain di hamparan rumput atau bercanda di sela batang bunga. Dua ayam kate peliharan kami pun punya hobi bermain di bawah rindang pohon. Duh … Ini karunia yang tak terkira nikmatnya.
Ayam kate bernama salju dan hujan sedang asyik ‘ngadem’ di bawah rindang pohon. Pampa, Prairi, Stepa dan Grassland kucing peliharaan kami sedang asyik sarapan di taman berhampar rumput gajah.
Kaka, Mas dan Teteh sangat mencintai pohon yang mereka tanam dan terus merawatnya dengan menyiram juga memberi pupuk secara rutin. Kegiatan kami di rumah ternyata di terapkan Mas saat ini di boarding school-nya. Mas bergabung dalam tim botanical garden yang mengelola sebuah taman berisi puluhan tanaman dan kolam ikan. Oya … Aku juga pernah ikut program sedekah pohon di kampus tempatku mengajar. Aku menanam lima pohon tanjung dan kini tingginya sudah lebih dari tiga meter. Di rumah orangtua, aku menyumbang dua pohon mangga dan kini sudah berbuah lebat. Ketika liburan ke Cirebon Kaka, Mas, dan Teteh bisa panen mangga deh!
Ada kejadian menarik saat musim kemarau panjang tahun lalu. Rumah kami tetap tak kesulitan air bersih. Air tanah tetap mengalir lancar. Rupanya akar pohon besar itu telah membuat jalan-jalan resapan air di bawah tanah dan air hujan yang tertampung di dalamnya dapat terus bertahan hingga musim kemarau tiba. Alhamdulillah … Puji syukur tiada terkira. Bukankah air sangat penting untuk kehidupan?
Agar lebih cinta pohon, kami sering mengujungi tempat rekreasi alam. Seperti air terjun Jumog di Tawangmangu yang masih alami dengan pohon-pohon besar yang rimbun. Kami juga belajar di Kebun Raya Bogor tentang beraneka ragam pohon dan keunikannya. Saat mengunjungi keluarga di Kuningan dan Wates, kami sempatkan bermain di sawah. Liburan di Bandung pun tak hanya di isi wisata kuliner, namun kami mampir di kebun teh Lembang. Inilah cara kami sekeluarga untuk lebih mencintai pohon.
Rekreasi alam sambil belajar mencintai pohon di air terjun Jumog Tawangmangu. Teteh mendapat pengetahuan berharga bahwa kita harus menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak menebang pohon sembarangan dan ikut menanam pohon. Pengalaman kami mengunjungi Kebun Raya Bogor ada di sini.
Memang benar teladan itu jauh lebih efektif dari sekedar bicara. Yuk! Sebagai orangtua mari ajak anak cinta pohon sebagai investasi berharga bagi masa depan bumi tercinta.
…
Silakan mampir di artikel menarik lainnya