Kisah Bodor Pasukan Pelupa dan Emak Imut

Standar

Suasana hari ini cerah. Aku duduk ala ‘macan’ (eeehemmm itu singkatan -manis dan cantik) ditemani sinar mentari hangat yang menyelinap lewat jendela rumah. Sesekali menarikan jemari di atas keyboard laptop tanpa mandi pagi tak apalah ya? Ha3 … Menikmati dan bersabar dalam situasi PPKM darurat Jawa Bali dengan stay at home nemenin suami tercinta WFH dan anak liburan pesantren.

Emak dan komunitas sekolah Teteh.

Hatiku juga sedang ceria dihibur kisah seru sekaligus lucu dari member of MGN. Cerita susu beruang Teh Risna dan memori Jacob-nya Teh Deani membuatku tertawa geli dan sudah pasti dong imun meningkat. Sungguh Teh Andina sangat cerdas dan sergep bin gercep meluncurkan tema ‘Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog’ kali ini tentang Cerita Lucu.

Motor Dika Hilang

Tadi sambil sarapan bareng suami (dalam keadaan belum mandi loh ya), terjadilah obrolan flashback saat sohib arsi yang panik karena motornya raib dari parkiran rumah kontrakan.

Namanya Dika, anak Palembang yang tinggi, berkacamata, jago sketsa, dan sungguh . Pagi-pagi tanpa sempat mandi, Dika pamit terburu-buru kepada suamiku (mereka satu kontrakan rumah di tepi sungai bagian Kebun Bibit Barat).

“Woooiiii … Aku jalan dulu jemput Ibu ke bandara. Tolong tutup pagar!” setengah berteriak Dika melesat dengan motornya.

Menjelang siang, Dika kembali bersama ibunya dengan segambreng kardus, tas tenteng, dan tas kresek. Suamiku dan satu teman lainnya membantu merapikan bawaan ke kamar Dika. Sepertinya ibunya Dika akan menginap agak lama di kontrakan mereka. Sore hingga malam mereka tak kemana-mana, karena sibuk menikmati berbagai makanan oleh-oleh dari ibunya Dika.

Esok hari, pagi-pagi selepas shalat subuh Dika disuruh ibunya membeli sarapan. Banyak makanan enak dipojokan pasar Balubur.

Tetiba Dika masuk lagi ke rumah. “Ada yang minjem motorku gak?” suamiku yang sedang duduk di ruang tamu menggelengkan kepala.

“Motor aku hilang!” seru Dika panik.

Suamiku keluar menuju parkiran motor. Loh! Motor Dika gak ada. Tinggal 2 motor milik suamiku dan temannya.

“Macem mana ini motorku gak ada?!” suaranya terdengar bergetar.

Memang di daerah itu sedang marak curanmor. Banyak teman ITB yang raib motornya walau pgar sudah digembok dan motor sudah dikunci ganda. Entahlah pencurinya itu hebat sekali bisa membobol dan menggondol motor dengan santai.

“Bentar … Sabar. Diinget-inget dulu kamu taruh di mana motornya?” tanya suamiku dengan gaya Solo yang kalem dan tenang.

“Ya di sini lah! Di mana lagi parkirkan emang di sini!” meninggi suara Dika.

“Ya aaammmmpuuunnn … Aduh! Motorku ada di parkiran bandara”, tetiba Dika menepuk dahi sambil geleng-geleng kepala.

“Lah … Kemarin kamu ke sini naik apa dari Bandara?” tanya suamiku.

“Kami naik taksi, kan barang Ibu banyak sekali,” jawab Dika sambil nyengir.

Akhirnya suamiku membonceng Dika menuju Bandara. Menjadi saksi teronggoknya motor Dika di parkiran basah kunyup tersiram hujan semalam. Ampun deh! Geli campur gemas punya sohib macam begini.

Asistensi Pakai Sendal Jepit dan Piyama

Mamah Gajah lulusan arsi mesti pernah mengalami keos saat asistensi tugas studio. Apalagi kalau dosennya bergelar ‘killer’. Kelompok studio Perancangan Tapak dijamaku, pasti jauh-jauh hari berdoa jangan sampai dapat dosen pembimbing sebut saja namanya Pak Tapak. Mengapa?

Kelompok aku pun mengalami kekeos itu. Asistensi pagi sekali membuat Asri temanku yang sedang kurang sehat berdiri hampir pingsan. Hampir dua jam kami mendengarkan berbagai komentar Pa Tapak terhadap gambar kami. Hasil kerja kelompokku sepertinya tidak memuaskan beliau. Asri makin pucat dan keringat dingin pun mengucur.

Untunglah beliau sempat melihat ke arah Asri dan menegur, “Kamu kenapa pucat begitu? Gemetar tuh tangannya!”

“Asri sedang kurang sehat Pak,” aku menjawab.

“Duduk di kursi itu,” jawab beliau sambil menunjuk kursi kosong di samping kanan meja kerja dosen.

Asri segera duduk dan menarik nafas lega. Aku dan teman lain tetap dalam posisi berdir, karena di ruang dosen kan tidak ada cukup kursi untuk 6 mahasiswa yang ketar-ketir dibantai ini. Tak disangka Pak Tapak tiba-tiba memberikan sebatang coklat kepada Asri.

“Makan ini biar gak lemes,” kata beliau.

Bukan hanya coklat, beliau menyuguhkan juga piring berisi risoles dan beberapa kue manis yang ada didekatnya ke hadapan Asri.

“Belum sarapan ya? Makan ini juga,” lanjut beliau.

Tentu saja ini kejadian langka. Suasana menjadi lebih cair, tidak setegang tadi. Asri tanpa sungkan mengambil risoles dan memakannya. Aku dan teman lain hanya menjadi saksi bisu, ha … ha … ha … Ternyata tidak hanya risoles, coklat pun disantap Asri dengan santai tanpa menghiraukan tatapanku yang jelas-jelas bilang cukup … sudah cukup satu risoles saja. Pegal kaki kami semua karena asistensi sambil berdiri lebih dari dua jam.

Setelah itu Pak Tapak menyuruh kami memperbaik gambar dan berpesan jangan lupa sarapan. Kalau pingsan nanti dia takut disalahkan. Disangka mahasiswa pingsan gara-gara asisten perancangan tapak bersama beliau.

Setelah berada di luar ruangan Pak Tapak, sepanjang turun dari lantai 2 menuju teras depan Labtek Arsi kami tertawa terbahak-bahak walau harus ditahan-tahan agar tak terdengar para dosen di ruangan. Meledak tawa kami di lantai bawah. Duuuuhhhh gemes kan … Asri polos saja merasa tak bersalah berlama-lama makan risoles dan coklat.

Lalu tawa kami kembali pecah setelah melihat keadaan diri masing-masing, ada yang celana panjangnya ternyata celana tidur alias piyama. Temanku lupa ganti celana saat berangkat ke kampus, bahkan dia juga ternyata belum mandi. Ampuuunnnn …

Aku juga baru sadar ternyata pakai sendal jepit. Lupa ganti sepatu tadi di mobil saking terburu-buru asistensi. Tidak telat saja bisa kena damprat. Gimana kalau telat? Wuuuiiihhh … Bisa kiamat itu kertas kalkir dicoret spidol malah dengar-dengar ada juga yang disobek. Hiiikkkssss …

Palang Parkir IGD Tidak Terbuka

Sekarang kita gak boleh lupa bawa kartu uang elektronik kalau mau memakai jalan tol. Kebiasan baru tentu membutuhkan perjuangan tersendiri ya … Apalagi buat aku yang sudah jelita (jelang limapuluh tahun) saat itu. Tak boleh juga lupa mengisi saldonya. Bodor sekali kalau menempelkan kartu tapi palang pintu tol tak terbuka juga akibat saldo anda tidak cukup.

Hhhmmm … Untunglah aku tak mengalami hal itu.

Aku justru terhadang palang parkir di IGD RS. Polri. Kartu uang elektronik aku tempelkan di mesin parkir. Tapi kok palangnya tidak terbuka. Coba lagi … coba lagi … Tiga kali mencoba. Panik dong! Maju kena palang parkir, mundur sudah banyak yang antri mobil di belakangku.

Anakku bungsu, Teteh yang tadi santai tiduran tanya, “Kenapa Bu lama banget? Itu kok palangnya gak kebuka?”

“Iya ini Teh … Kenapa ya?” aku balik tanya heran juga.

“Ibu gimana tangannya kurang deket kali. Atau jangan digoyang-goyang gitu tangannya. Sensornya gak bisa scan,” kata Teteh.

“Kok pakai tangan sih Teh?!” aku jawab sambil mikir.

“Ya .. Iya dong Bu, pakai tangan gitu kayak yang di mal tadi,” kata Teteh yang tampak bingung dengan kata-kataku tadi.

“Astaghfirullah … ya ampun. Ha … ha … ha …” aku tertawa keras sambil mendekatkan telapak tangan ke alat scan parkir.

Jadi tadi aku kan menempelkan kartu uang elektronik ya pantas saja palangnya tidak terbuka. Ini kan pintu masuk yang harus menggunakan tangan di scan dengan alatnya. Barulah mesin mengeluarkan karcis dan palang parkir terbuka. Sampai kapan juga gak bakalan terbuka palang parkirnya. Bunyi klakson mulai terdengar dari mobil yang pastinya tak sabar menunggu.

Berhasillah aku melewati palang parkir dengan masih diiringi senyum geli. Aya-aya wae … Jadi sekarng hobiku menyetir mobil harus diringi dengan skill keluar masuk parkiran dengan berbagai metode, ada yang pakai menempelkan kartu uang elekronik seperti di stasiun gambir dan beberapa mal. Ada yang dengan mendekatkan tangan ke alat scan. Beberapa lokasi masih harus menekan tombol berwarna hijau atau biru untuk mengeluarkan tiket dan membuka palang parkir. Semoga saja tak akan ada peristiwa lupa bawa kartu uang elektronik saat menggunakan jalan tol. Jangan juga lupa mengisi saldonya terutama saat perjalanan jauh yang bayar tol hingga ratusan ribu rupiah.

Titipan Peniti Buat Yuke

Acara wisuda mahasiswa tentu sangat membahagiakan orangtua dan para lulusan. Aku kala itu menjabat sebagai Direktur Akademi dan akan memimpin Sidang Senat Terbuka.

Mahasiswi berpakaian kain kebaya. Tampak cantik dan penuh pesona. Aku juga berkain kebaya, sederhana saja tanpa make up salon. Cuma bedak tipis dan lipstik warna nude.

Sebelum acara dimulai, aku menghampiri mereka untuk sekedar bertukar sapa. Senang rasanya melihat mereka tertawa ceria saat mulai mengenakan jubah wisuda dilengkapi dengan topinya. Aku bergegas menuju ruang tunggu tempat kolega dosen berkumpul. Sebelum sampai tiba-tiba seorang ibu memanggilku.

“Neng … Punten titip ini peniti buat Yuke anak Ibu. Pasangin di kebayanya tadi kancingnya ada yang copot,” sambil menyerahkan plastik kecil berisi peniti ke tanganku.

“Makasih ya Neng …” sambil berlalu menuju ruang utama gedung pertemuan, tanpa menoleh lagi.

Hhhmmm … Senyumku mengembang. Duuuhhhh … Lagi-lagi terulang batinku. Ya sudahlah … Aku balik lagi ke ruang tempat calon wisudawan sedang berkumpul.

“Hai Yuke … Ini titipan ibu kamu, buat betulin kebaya yang kancingnya copot,” kataku.

“Terimakasih ya Bu … Kok Ibuku nyuruh Bu Dewi sih?” Yuke tersenyum malu.

Prosesi sidang Senat Terbuka berjalan lancar. Aku berpidato dan menjalankan tugasku memindahkan tali di topi para wisudawan.

Selesai acara ada ramah tamah dengan orangtua lulusan terbaik. Yuke adalah salah satunya. Ibunya Yuke langsung mendekatiku dan menyalamiku minta maaf.

“Ya Allah … Maafkan ya Bu … Tadi saya kira temannya Yuke,” ujarnya perlahan.

“Gak apa-apa Bu … Sudah biasa kok,” jawabku santai.

Ya … Sungguh sudah sangat biasa. Berulangkali aku disangka mahasiswi. Bukan dosen apalagi Direktur Akademi tempatku mengabdi.

Pak Joko Kaget Saat Berjumpa Bu Dewi

Pernah ada pengantar surat dari DPRD Kota datang ke kampus. Dia ingin langsung menyerahkannya surat itu kepada Direktur, bukan dititipkan di Sekretariat apalagi Security. Pak Joko (sebut saja bagitu namanya) dipersilakan duduk di ruang tamu oleh sekretarisku karena aku masih dalam perjalanan.

Sewaktu aku melintasi ruang tamu, tetiba ada seorang bapak menghampiriku. “Neng sini Neng. Bisa minta tolong bilang kesekretarisnya Bu Dewi, saya mau ke mushola sebentar shalat dzuhur.”

Aku menganggukkan kepala dan bilang, “Iya Pak … Punten Bapak siapa dari mana? Mangga shalat dulu, nanti saya sampaikan.”

“BIlang ada Pak Joko dari DPRD Kota,” jawabnya.

Ooohhh … Mungkin Pak Joko enggan ke ruangan sekretariat lagi karena agak jauh dari ruang tempatnya menunggu. Waktu dzuhur sudah hampir habis. Sedangkan mushola dekat di ruang tamu itu. Setelah Pak Joko selesai shalat, sekretarisku memintanya masuk ke ruang kerjaku.

Pintu ruang kerjaku diketuk, lalu perlahan terbuka. “Assalamu’alaikum.”

Aku lihat Pak Joko berdiri ragu dan menghentikan langkah kakinya.

“Wa’alaikum salam. Mangga … Pak Joko silakan masuk,” sapaku ramah.

Pak Joko tampak kaget. “Ooohhh … Ini Bu Dewi ya?”

“Iya Pak … Saya Dewi. Bapak dari DPRD Kota ya?” kataku.

Pak Joko melangkah masuk ke dalam ruangan, lalu duduk di kursi sofa tak jauh dari meja kerjaku. Aku menghampirinya.

“Duuuhhh maaf ya Bu Dewi … Saya kira tadi mahasiswi di sini,” katanya tersenyum malu.

“Hhhmmm … Gak apa-apa sudah baisa kok Pak,” jawabku santai.

Kebetulan saat itu hari olahraga jadi boleh berkostum bebas, santai, dan rapi. Jadi aku pakai celana panjang dan kaos saja dengan kerudung segiempat. Alas kaki juga sepatu kets. Tas yang kupakai berbentuk ransel. Pantaslah disangka mahasiswi he3 …

Tantangan bulan Juli 2021. ‘https://mamahgajahngeblog.com/tema-tantangan-mgn-juli-cerita-lucu/

Lanjut gak ya? Tapi sudah 1700 kata lebih nih. Nanti aja deh buat seri berikutnya. Hayu para Mamah Gajah tuliskan pengalaman lucunya agar kita bisa bersama-sama meningkatkan imunitas. Tertawalah sebelum tertawa dilarang. Meluculah sebelum melucu dilarang. Kalaupun gak lucu paling tidak sudah berusaha … Ha … ha … ha …

Kalau masih mau lanjut ketawa boleh mampir di link ini pengalaman bodor saat aku menunaikan ibadah haji https://www.kompasiana.com/dewilailypurnamasari/550e0a2b813311b62dbc604d/disangka-abg-nyasar-di-masjidil-haram-hikmah-haji gemes banget deh! Pipiku dijawil emak-emak gegara disangka anak gadis kali ya?!

Satu lagi nih … Emak riweuuuuhhhh ha3 https://dewilailypurnamasari.wordpress.com/2021/04/28/drama-tak-terduga-saat-antar-jemput-anak-sekolah/ semoga terhibur.

Satu tanggapan »

  1. Ehehehe, yang dialami mba Asri adalah sebuah blessing in disguise ya mba.

    Dan, sepertinya itu adalah salah satu perks of having dosen ‘killer’ ehehe, malah membuat para mahasiswa/i nya panik, tegang sampai lupa tidak berpakaian proper.

  2. Saya tidak bisa membayangkan mempunyai dosen se-‘killer’ dosen mba Dewi. Mungkin saya juga akan panik dan tegang seperti mba Dewi, teman mba Dewi: mba Asri dan lain-lainnya.

Tinggalkan komentar