Cerita Haji, dari Ibadah hingga Persaudaraan yang Erat

Standar

Setiap kali menjelang bulan Dzulhijjah senantiasa hatiku terpaut dengan kisah indah ibadah haji yang aku laksanakan pada tahun 2006-2007. Saat itu usiaku baru saja menginjak 36 tahun. Tak jauh dari hari ulang tahun di bulan November, aku dan suami berangkat menuju tanah suci memenuhi panggilan dari Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Mulia.

Pengalaman tak terlupakan dan penuh hikmah, saat melaksanakan puncak ibadah haji yaitu wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah 1427 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 30 Desember 2006. Hingga selesai tawaf ifadhah pada tanggal 3 Januari 2007 atau tanggal 13 Dzulhijah 1427 Hijriyah karena menjalani nafar tsani.

Rangkaian Ibadah Haji terdiri dari :

  • Ihram atau Niat. Ihram adalah rangkaian pertama dalam ibadah haji, ibadah haji sendiri dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah setiap tahunnya.
  • Wukuf di Padang Arafah.
  • Mabit di Muzdalifah.
  • Jumrah aqabah.
  • Mabit di Mina melempar jumrah sughra (kecil/ula), wustha (tengah), dan diakhiri kubra (besar/aqabah) minimal 2 hari yang disebut nafar awwal atau 3 hari nafar tsani.
  • Tawaf ifadhah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 putaran.
  • Sa’i berjalan atau berlari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwa sebanyak 7 kali.
  • Tahallul atau menggunting atau mencukur rambut.
  • Tawaf wa’da saat meninggalkan kota Makkah.

“Labbaikallahumma labbaik. Labbaika laa syarikalaka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulka laa syarika lak.”

“Aku datang ya Allah, Aku penuhi panggilan-Mu. Kusambut panggilan-Mu, dan tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat dan kerajaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.” Kalimat indah ini terus terpatri di dalam relung hati.

Hikmah Ibadah Haji, Delay 24 Jam Ujian Kesabaran

Hampir semua calon penumpang pesawat akan gundah gulana bila pesawat yang akan membawa mereka harus menunda keberangkatannya. ‘Delay’ adalah kosa kata yang paling dihindari. Namun, bagi kloter 77 calon jamaah haji merasakan betul bahwa tertundanya keberangkatan ini membawa hikmah yang sangat banyak.

Kloter 77 sudah tiba di bandara tepat waktu. Pesawat Saudi Airline yang akan membawa kami terbang ke tanah suci pun sudah ‘nongkrong’ di landasan. Hatiku tentu saja berbunga-bunga … Insya Allah, tidak lebih dari satu jam lagi akan terbang menuju tanah suci. Aku sudah tak sabar melantunkan doa : labaik … allahumma … labaik … Sambil bertawaf mengelilingi Ka’bah. Pakaian ihram sudah siap karena akan miqat di atas pesawat. Tak dinyana … Inilah arti sesungguhnya dari kalimat Insya Allah … Bahwa manusia boleh berencana, sedangkan ketentuan ada pada kuasa dan kehendak Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Subhanallah, dua jam sudah berlalu … Hhhmmm … Sudah tiga jam beberapa jamaah kloter 77 mulai bertanya-tanya pada ketua rombongan. “Ada apa mas? Kok belum naik pesawat juga!” Ketua rombongan menjawab sambil tersenyum “Sabar ya Bu … Insya Allah kita akan berangkat  beberapa saat lagi”.

Wah … Sekarang sudah empat jam menunggu. Kloter berikutnya sudah datang. Alhamdulillah … Kloter yang ada Aa Gym dan Teh Ninih. Wajah calon jamaah haji yang tadi terlihat kusut sekarang berubah ceria. Beberapa jamaah mencoba mendekati Teteh dan ‘curhat’. “Teh … kami ‘delay’ sudah empat jam’. Teh Ninih yang cantik dan baik hati itu juga  tersenyum. “Ibu-ibu yang baik dan tentu disayang Allah … Pasti kejadian ini ada hikmahnya.” Salah seorang ibu menjawab “Iya … betul Teh. Kalau tidak  ‘delay’ kita tidak bertemu Teteh.”

Sebagai pelipur lara. Teteh dan Aa mau berfoto bersama kami dengan pose-pose yang cukup lucu. Sampai-sampai … Teteh mau kami rangkul, dicium tangan dan pipinya. Aa berpesan agar jamaah kloter 77 terus membawa bekal 3S ini sampai nanti di tanah suci. Sabar … Sabar … Sabar …  Hari sudah berganti malam. Kloter 77 belum juga diberangkatkan. Pilot pesawat lalu diminta menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi. Ketua kloter 77 adalah lulusan Syria sehingga mahir berbahasa Arab. Dia menerjemahkan penjelasan pilot tersebut.

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, ternyata pesawat yang seharusnya ditumpangi oleh kloter 77 sudah berangkat! Loh kok bisa? Ya … Pesawat tersebut ternyata digunakan oleh kloter sebelum kami yang pesawatnya mengalami kerusakan. Pesawat yang rusak itu sempat terbang sekitar satu jam. Kira-kira sudah hampir sampai Singapura. Resiko besar jika pesawat dipaksa terbang terus. Akhirnya mereka kembali ke bandara dan bertukar pesawat dengan pesawat kloter 77.

Nah … Pesawat yang rusak itu setelah di cek oleh para mekanik ternyata harus diganti suku cadangnya. Suku cadangnya harus didatangkan dari Saudi Arabia dengan menggunakan pesawat yang kembali dari sana. Ya Allah … Jamaah kloter 77 diminta menunggu sekitar dua belas jam lagi. Ketua Kloter kemudian mengajak jamaah untuk tetap menikmati kejadian ini. Pertama kami melaksanakan shalat taubat, dilanjutkan dengan mendengarkan tausiah tentang ujian kesabaran Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan Sarah. Tak lupa ada sesi tanya jawab tentang ibadah haji.

Aku sangat bersyukur waktu menunggu tidaklah sia-sia. Bahkan,  aku bisa lebih mengenal teman satu kelompok. Aku rasakan persahabatan dan kasih sayang sesama calon jamaah haji semakin kental.

Buah kesabaran adalah kasih sayang Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi. Alhamdulillah … Setelah 24 jam tertunda, kloter 77 akhirnya berangkat. Maskapai Saudi Airlines dengan pesawat berbadan besar terasa nyaman. Awak kabin yang melayani selama perjalanan sekitar 9 jam ramah dan baik hati.

Penerbangan lancar tanpa transit. Saat tiba di Bandara King Abdul Aziz Jeddah segala proses berjalan lancar dan tertib. Sampai di Mekkah kami mendapat pondokan yang bagus. Air hangat selalu tersedia. Dapur bersih. Tempat menjemur pakaian luas. Kamar bersih. Ada lift dan penjaga pondokan yang ramah. Penjual makanan dan barang-barang kebutuhan harian tepat berada di depan pondokan. Jarak ke Masjidil Haram dua kilometer saja. Bisa kami tempuh berjalan kaki.

Saat di Mina dan Arafah kami mendapat tenda yang bagus. Makanan dan air cukup tersedia. Walaupun tahun itu terjadi keterlambatan pasokan makanan, kloter 77 tak mengalaminya. Bahkan kami mendapat kemudahan saat wukuf boleh bergabung dengan kloter Aa Gym dan Teh Ninih. Allahu Akbar … Aku sangat terharu mendapat hadiah tak disangka-sangka ini, bisa mendengarkan khutbah yang sangat menyentuh hati. Berkali-kali aku menyeka air mata karena tiada henti menangis.

Rasanya Allah begitu dekat. Begitu banyak nikmat yang telah diterima. Tapi, terkadang sebagai hamba-Nya lupa bersyukur. Begitu banyak khilaf yang diperbuat. Tapi, terkadang aku lupa bertaubat. Ya Allah … Langit Arafah terbuka. Para malaikat menjadi saksi doa-doa yang dipanjatkan.

Allah Yang Maha Besar lagi Maha Pemurah kembali memberikan karunia-Nya. Saat di Madinah, kloter 77 mendapat hotel berbintang dan hanya satu blok dari Masjid Nabawi. Aku merasakan sangat mudah untuk menjalankan shalat wajib berjamaah. Sungguh luar biasa! Benar, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tak akan mengingkari janji-Nya.

Alhamdulillah, sampai saat ini aku terus menjalin persahabatan dengan teman-teman satu kelompok. Kloter 77 rutin bersilaturahmi dan mengadakan pengajian. Pengalaman ‘delay 24 hours’ dan 40 hari menjalankan ibadah haji tak akan terlupakan.

Semuanya indah. Semuanya nikmat. Kami yakin pasti di balik semua kejadian ada hikmahnya. Allah telah berfirman, “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang  Al-Qur’an dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. Al-Baqarah 2: 269).

Kenangan Indah Di Tanah Suci Bersama Suami Tercinta

Perjalanan ibadah haji adalah perjalanan spiritual yang sangat menakjubkan. Perjalanan yang menggambarkan dengan gamblang betapa Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana sangat menyayangi hamba-Nya. Ketundukan kepada segala perintah-Nya serta upaya menjauhi segala larangan-Nya terbayar tunai di sana. Itulah yang aku dan suami ambil hikmahnya selama hampir 40 hari berada di tanah suci : Makkah – Madinah.

Masyaallah …  Di pelataran Ka’bah pun bayi dan anak di gendong orangtua mereka terlihat menikmati indahnya perjalanan ibadah tanpa tangis dan keluhan. Supraise … Ketika aku menjalankan sa’i di Safa dan Marwa, ternyata anak-anak kecil terlihat begitu riang dan gembira berjalan lambat, lalu cepat, dan berlari kecil mengikuti langkah kaki orangtua mereka tanpa terlihat sedikitpun rasa lelah.

Kerinduan kembali menjalankan ibadah haji senantiasa bergema dalam hati. Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Kaya hanya kepada-Mu lah hamba berharap.

Menapaki jejak Rasulullah yang berjalan kaki ketika hendak wukuf di Arafah. Rute yang kami tempuh adalah Makkah – Mina (mabit satu malam)- Arafah (wukuf) – Mudzdalifah (mabit satu malam sekaligus mengambil batu untuk jumrah) – Mina (jumrah aqabah : tahalul) – Makkah (tawaf : tahalul)  – Mina (jumrah aqabah-wustu-ula dan mabit tiga malam) – Makkah.

Sepanjang jalan menuju Mina dari Makkah terdapat banyak keran air zamzam seperti ini. Segar. Insya Allah tidak akan kehausan.

Sesampai di Mina suasana masih sepi, karena tidak jamaah haji melakukan perjalanan menuju Arafah dengan berjalan kaki dan mabit satu malam dahulu di Mina. Tenda putih bagai lautan dan siap menyambut jamaah haji selepas wukuf esok hari.

Selepas shalat subuh jamaah haji bergerak menuju arah matahari terbit. Di ufuk Timur nun jauh di sana kami hendak menyungkur sujud kehadirat Illahi Rabbi. Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dengan segala kuasa-Nya menuntun kami hingga tiba di Arafah dengan sehat dan selamat.

Arafah start here! Papan besar berwarna kuning menjadi petunjuk bahwa inilah Arafah. Laksana padang mahsyar tempat berkumpulnya jutaan manusia dari ratusan negara. Semua berkain ihrom. Tiada identitas lain yang dapat dibanggakan di hadapan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia. Begitupun kelak di akhir masa, hanya amal kebajikan dan rahmat-Nya yang dapat menghantarkan kita ke dalam surga-Nya.

Mina bagaikan kota metropolitan yang berisi jutaan manusia dari segala penjuru dunia. Selama tiga hari aku merasakan betapa di Mina dapat hidup berdampingan tanpa ada kerusuhan, pertengkaran, keributan, saling dendam, benci atau semacamnya. Kami adalah saudara sesama muslim. Kami terikat dalam aqidah Islam yang menjadikan rasa saling menyayangi, saling menghormati, saling menjaga, saling menolong, dan saling menghargai. Indahnya Islam tampak di Mina dan pengalaman ini membuatku sangat terkesan. Beginilah seharusnya sebagai umat Islam.

Pasukan dapur umum yang selalu siaga. Mereka memasak untuk jutaan jamaah haji. Pagi, siang, dan malam. Bayangkan saja panci dan kualinya sebesar itu? He3 … Pastilah tenaga mereka juga sangat besar. Terimakasih kepada para petugas katering yang melayani jamaah haji selama di Mina.

Unta selalu tersenyum. Ayo! Mana senyum kita kepada sesama saudara muslim ? Jangan sampai kalah sama unta dong!

Wuih … Ada motor juga di koridor antar tenda di Mina. Tak tahan ingin bergaya. Sejenak beristirahat di sebuah jembatan menuju Makkah dari Mina untuk melaksanakan tawaf dan tahalul. Serasa menjelma menjadi Adam dan Hawa di dekat jabal rahmah. Semoga Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Lembut memberikan keberkahan kepada keluarga kami, aamiin …

Kami menuju Madinah setelah ibadah haji selesai. Pada awal tahun suhu di sini cukup dingin. Selain menunaikan ibadah shalat di masjid Nabawi, kami di ajak untuk menikmati karunia Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Indah.

Berlatar kebun kurma tak afdol rasanya bila belum belanja kurma ajwa. Nabi Muhammad sangat menyukai kurma jenis ini, karena teksturnya lembut dan manisnya pas. Harganya lumayan mahal.

Kunjungan yang berkesan adalah di percetakan Al-Qur’an. Hampir 40 bahasa telah menjadi terjemahan Al-Qur’an tanpa meninggalkan sedikitpun keaslian dari bahasa Al-Qur’an. Inilah bukti bahwa Al-Qur’an memang mukjizat dari Allah Yang Maha Cerdas lagi Maha Suci kepada Nabi Muhammad. Al-Qur’an adalah petunjuk kehidupan umat Islam.

Komplek percetakan seluas 250.000 meter persegi diresmikan pemakaiannya pada tahun 1984. Aku berkesempatan membaca sepuluh Al-Qur’an dengan 10 bahasa terjemahan. Di antaranya ada adalah ‘Quraanka Kariimka, Iyo Taijamada Macnihiisa Ee Afka Soomaaliga’, ‘Le Noble Coran et la traduction en langue Francaise de ses sens”, ‘Der edle Qur’an und die Ubersetzung seiner Bede utungen in die Deutsche Sprache’, Kur’an-I Perkthim me komentim ne gjuhen shqipe’, Thien Kinh Qur’an va Ban dich y nghia noi dung bang Viet ngu’, ‘I Kur’an eyingwele incazeto yama vesi a khethiwe ngesi Zulu’, Kur’an s prevodom preveo besim korkut’, Al Kur’an mai girma da kuma tajaman ma’anoninsa zuwa ga Harshen Hausa’, ‘Karoang mala’bi anna battuanna tama di basa Mandar’, dan ‘Qur’an yolemekezeka yotanthau zidwa michichewa Malawi’.

Begitu banyak bahasa di dunia. Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui memahami semuanya. Do’a-do’a hamba-Nya dalam bahasa apapun, Insya Allah dikabulkan-Nya. Dan lebih menakjubkan lagi, Al-Qur’an dalam bahasa aslinya yaitu bahasa Arab telah terjaga keasliannya dari sejak jaman Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam hingga kini, bahkan hingga akhir zaman. Begitulah janji Allah Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah menjaga kitab suci-Nya. Umat Islam di seluruh dunia mampu membacanya dalam huruf hijaiyah dan telah jutaan orang mampu menghafalnya baik sebagian maupun seluruh isi Al-Qur’an. Itulah bentuk kekuasaan-Nya yang telah ditampakkan kepada kita hamba-Nya.

Suasana masjid Nabawi yang senantiasa mengundang rindu untuk kembali datang ke sini.

Masyaallah … Tepatnya di bawah atap hijau itulah Rasulullah tercinta dimakamkan. Kita tahu bahwa di dekatnya ada raudhoh tempat yang sangat diinginkan oleh jamaah haji untuk dapat shalat karena suasananya memang sangat berkesan.

Hikmah Haji, Bendera Merah Putih Berkibar Di Arafah

Mari mempelajari dan mengambil hikmah dari ayat-ayat Al-Qur’an yang bercerita tentang ibadah haji, “Beribadahlah) dengan ikhlas kepada Allah, tanpa mempersekutukan-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh” (QS. Al-Hajj 22: 31).

Kenangan indah saat menyaksikan bendera merah putih berkibar sepanjang perjalanan dari Makkah – Mina – Arafah. Menjelang wukuf sebagai puncak ibadah haji.

Bendera merah putih, bendera tanah airku. Gagah dan jernih tampak warnamu. Berkibarlah di langit yang biru. Bendera merah putih, bendera bangsaku.

Bendera merah putih, pelambang brani dan suci. Siap selalu kami berbakti. Untuk bangsa dan ibu pertiwi. Bendera merah putih, terimalah salamku.

Perjalanan ibadah haji adalah perjalanan spiritual. Bukan karena kaya raya dan sehat walafiat saja, seseorang dapat menjalankan ibadah rukun Islam kelima ini. Sungguh hanya karena panggilan Allah Yang Maha Lembut lagi Maha Pemberi Karunia, hamba-Nya dapat menunaikan ibadah di tanah suci.

Alhamdulillah, aku dan suami diundang Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Pemurah pada tahun 2006/2007 untuk menjalankan ibadah haji. Berbagai hikmah yang menggetarkan hati aku dapatkan dalam rangkaian ibadah, mulai dari keberangkatan, berihram, berjalan kaki dari Makkah menuju Mina dan mabit semalam di sana. Keesokkan harinya dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Arafah untuk melaksanakan puncak ibadah haji, wukuf.

Aku berjalan dengan penuh semangat memenuhi panggilan dengan terus menyenandungkan talbiyah ”Labbaikallahumma labbaik. Labbaika laa syarikalaka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulka laa syarika lak.”

Kloter 77 yang dipimpin Kyai Haji Abdullah Gymnastiar berjalan dengan kepatuhan dan ketundukan kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Sebagai tanda kloter, kami memakai ikat leher berwarna merah putih kotak-kotak kecil. Tak lupa bendera merah putih dibawa oleh para ketua kelompok.

Subhanallah … Pemandangan yang mengharukan. Bendera merah putih berkibar di sepanjang jalan Makkah – Mina – Arafah. Bendera merah putih mempersatukan kami jamaah haji yang berasal dari Indonesia.

Suamiku membawa bendera merah putih dengan riang gembira. Terlihat dari senyum bahagianya. Padahal kami berjalan kaki hampir selama 6 jam. Masya Allah … Sebagai tanda syukur kami telah dikaruniakan tanah air Indonesia oleh Allah Yang Maha Agung lagi Maha Besar. Tiada lupa doa kami panjatkan agar negeri kami tercinta senantiasa dalam lindungi dan diberkahi-Nya.

Wukuf Di Arafah Adalah Puncak Ibadah Haji

Wukuf di Arafah waktunya tertentu. Tempatnya juga tertentu. Hamba-Mu tunduk dan patuh atas segala ketentuan ini. Saat matahari tepat di atas ubun-ubun. Sinar matahari terang benderang. Wajah tengah menatap langit.  Allah Yang Maha Besar lagi Maha Agung menunjukkan kepada seluruh jamaah haji, inilah waktunya pintu-pintu langit dibuka. Doa-doa dipanjatkan, lalu para malaikat menjemputnya dan mengantarkannya menembus lapisan langit sampai di  singgasana-Nya ‘Arsy’ yang agung. Saat inilah dan di sinilah tempatnya : seorang hamba bertemu Tuhannya seolah tanpa hijab. Allahu Akbar …

Arafah tempat yang dipilih Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa. Saat berjalan dari Mina menuju Arafah langit tampak berhias semburat mentari pagi indah sekali. Suasana cerah ceria diiringi lembutnya angin gurun menerpa lembut tubuh jamaah haji yang berbalut kain ihram. Aku berhaji di bulan Desember, udara cukup sejuk bahkan cenderung dingin saat itu. Pada tahun 2006 wukuf di Arafah juga jatuh pada hari Jumat. Inilah haji akbar.

Perjalanan sejauh 21 km (pp 42km) dapat ditempuh dengan lancar. Jalan kaki loh … bukan naik bis. Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya juga berjalan kaki. Aku berharap dapat menyerap energi ketaqwaan Nabi Muhammad dalam jejak langkah aku menuju Arafah.   Senyum terkembang. Hati berbunga-bunga. Di Arafah, telah menanti Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi beserta para malaikat yang akan menyambut dan mengagungkan jamaah haji ketika wukuf. Arafah … Tempat pilihan Allah Yang Maha Suci lagi Maha Gagah. Aku berjalan kaki dari Makkah menuju Arafah. Betapa Allah Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah telah memilih jam super raksasa ‘matahari’ sebagai acuan tak tergoyahkan dalam menentukan waktu ibadah haji. Siapa yang mampu menerbitkan dan menenggelamkan matahari? Kecuali Dia, Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa.

Aku terharu atas perjuangan seorang nenek didorong kursi roda, keluarga dengan balita naik kereta dorong, jamaah menggendong bayinya, atau kakek bertongkat. Semalam di Mina untuk keesokan hari selepas shalat Subuh menuju Arafah. Langkah kaki bergegas menuju rengkuhan-Nya. Aku berjalan menuju arah Timur, arah terbitnya matahari. Langit merah jingga biru menjadi latar menakjubkan bagi jutaan manusia berbalut pakaian ihram, melantunkan talbiyah, bergerak khusyuk menuju Tuhan Rabbil Alamin.

Perjalanan pagi ini menuju arah timur sejauh 21 kilometer. Langkah kaki bergegas menuju rengkuhan kasih sayang Allah. Tak ada beda semua jamaah laki-laki menggunakan kain putih dua helai saja. Tak ada tanda pangkat atau jabatan. Tampaklah betapa seluruh jiwa dan raga ini berada dalam genggaman-Nya. Inilah simulasi bagaimana kelak manusia akan bergegas menuju Tuhannya di padang mahsyar. Allahu Akbar …

Hari semakin siang saat jarak Arafah semakin dekat. Tak terasa kepala dan wajahku semakin menunduk karena matahari semakin menyengat. Betapa Allah telah menentukan waktu-waktu haji menggunakan matahari sebagai jam super canggih. Inilah desain luar biasa dari Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ketika hamba-Nya hendak berjumpa dengan-Nya maka tundukkanlah wajahmu!

Dalam perjalanan aku berjumpa dengan berbagai bangsa, segala usia dari bayi, anak-anak, muda hingga tua. Semua berwajah bahagia telah diberikan kesempatan oleh Illahi Rabbi untuk menunaikan ibadah haji dalam keadaan sehat. Namun … Ada jamaah haji yang sedang diuji sakit, tetap diupayakan oleh Pemerintah Saudi Arabia untuk berangkat ke Arafah menggunakan ambulance atau kendaraan lainnya. Anggota kloter 77 Jawa Barat juga tidak semuanya melakukan jalan kaki menuju Arafah. Sebagian menggunakan bis.

Rasa yang mendalam tertanam di hatiku, betapa Allah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang telah menggenggam seluruh jiwa dan raga. Saat berjalan mengejar matahari terbit, udara sejuk, suasana cerah ceria.  Namun, secara sunnatullah, ketika matahari semakin tinggi. Terik dan menyilaukan. Tak terasa wajah semakin menunduk. Inilah desain super canggih dari Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ketika hendak bertemu dengan Yang Maha Pencipta, tundukkanlah wajahmu! Arafah nama sebuah tempat berkumpulnya jutaan manusia dan disinilah puncak ibadah haji. Jamaah yang sakit pun dibawa ke Arafah dengan berkendaraan ambulance, berselang infus bahkan dibantu alat pernafasan dengan tabung oksigen. Di atas pasir gurun aku bersimpuh, bersujud, dan menengadahkan tangan.

Ya Allah … Ampuni segala dosa hamba-Mu ini. Bukakanlah pintu ampunan-Mu dan masukkanlah aku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih. Ya Allah … Kumpulkanlah kelak hamba-Mu ini dengan para kekasih-Mu dan berilah hamba-Mu tempat yang terindah di surga-Mu, aamiin …

Sungguh bukti apalagi yang masih kita ragukan? Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana nyata keberadaannya. Menjelang maghrib, matahari tenggelam ke arah barat. Ke sanalah aku bergerak menuju perbatasan Arafah, bersiap menuju Muzdalifah. Kejarlah cahayanya. Semakin dikejar, semakin surut tertutup bukit-bukit padang pasir. Luar biasa … Berbondong-bondong dalam gerakan yang sangat bergegas (nyaris terburu-buru, dengan langkah kaki yang panjang). Jamaah haji  bergerak berdesakan berburu tempat di Muzdalifah. Gelap menyelimuti diri begitu tiba di Muzdalifah. Hotel bintang seribu menanti ku di sini. Mabit semalam berdinding gunung dan bukit, beralas pasir  dan bebatuan, berselimut udara 5 derajat celcius, juga dibelai angin gurun. Masyaallah… Hati dan raga mana yang tak tersungkur, bersujud, memohon ampunan kepada Allah, Tuhan semesta alam. Pemilik diri ini. Apalah arti diri ini? Kecil …  Hanya debu di luasnya padang pasir.

Selepas Muzdalifah perjalanan dilanjutkan ke Mina untuk melempar jumrah selama tiga hari dan kembali ke Makkah untuk tawaf, sa’i, dan tahalul. Alhamdulillah … Perjalanan Makkah-Mina-Arafah-Muzdalifah-Mina-Makkah akhirnya selesai aku jalani dalam keadaan sehat.

Kembali ke Mina. Hangatnya matahari pagi terasa di punggung. Ringan kaki melangkan. Beban berat telah diangkat. Kini perjuanga membuang seluruh sifat setan dari dalam diri. Bukan lah setan yang dilempari batu saat jumrah. Dengan kesadaran penuh buanglah! sifat sombong, takabur, riya, malas, boros, iri, dengki, durhaka, dan sebagainya yang harus disingkirkan. Gantilah dengan tekad membangun kebaikan berupa akhlak mulia mendekati Asmaul Husna. Jadilah diri yang pengasih, penyayang, rendah hati, sabar, syukur, rajin, ikhlas, jujur, amanah, ramah, istiqamah, perhatian, teliti, hemat, lembut, pemaaf, semangat, adil, tekun, pantang menyerah, rapi, bersih, bijaksana, hormat, penolong, cepat tanggap, cekatan, bersahaja, sederhana, tegar, cerdas, ridho, berani, dan tabah.

Tahalul dan lepaskan pakaian ihram. Jadilah manusia yang membumi. Bertawaf dalam keadaan tak berihram tentu butuh ketegaran lebih. Kini aku tak berihram lagi. Larangan saat ihram tak ada lagi. Namun … bagaimana manusia baru ini mampu bersikap sebagai haji mabrur justru saat kebebasan telah Allah SWT anugerahkan. Manusia adalah khalifah di muka bumi.

Tetaplah bertawaf bagai Ibrahim. Lalu … lanjutkan bersa’i bagai Hajar. Langkah kaki penuh semangat dan harapan akan rahmat. Berharap menjadi manusia baru. Semoga Allah SWT menambahkan ilmu pengetahuan agar bermanfaat bagi kemaslahatan umat-Mu, memberikan rezki yang luas agar menjadi penolong agama-Mu, dan melimpahkan kesehatan agar semakin dekat dengan-Mu dengan menjalankan perintah-Mu serta menjauhi larangan-Mu.

Tak pernah aku merasakan sedihnya sebuah perpisahan. Tawaf wada membuatku tak henti meneteskan air mata. Hati ini mengharu biru … Ya Allah … Ya Rahman … Ya Rahim … bukan aku benci kepada-Mu dan Baitullah, melainkan waktu ku sudah ditentukan. Ampuni aku, Engkau-lah Maha Pengampun. Jika saat menjadi tamu-Mu aku tak tahu malu, tak sopan, tak bersyukur atas segala nikmat-Mu. Tetap sayangilah aku, janganlah Engkau benci kepadaku, jangan lagi Engkau tak mengundang ku ke tanah suci-Mu, menjadi tamu-Mu.

Aku telah terjun, terhanyut dalam lautan cinta Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Siapa pun akan bergetar hatinya. Ketika Ka’bah -kiblat seluruh umat Islam sedunia- nyata berwujud di depan mata. Getaran makin kuat meruntuhkan seluruh keangkuhan manusia. Tawaf, mengelilingi Baitullah. Layaknya para malaikat yang terus bertasbih mengelilingi Arsy Allah. Talbiyah, “Labbaikallahumma labbaik. Labbaika laa syarikalaka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulka laa syarika lak,” terus didendangkan. Kumandangnya menggetarkan qolbu jutaan manusia. Tak terasa air mata menetes di pipi membasahi tanah suci-Mu.

Aku penuhi panggilan-Mu, aku sucikan dan agungkan nama-Mu, aku usahakan menjadi tamu yang Engkau sukai dan Engkau cintai. Ya Allah, Engkau Maha Pemberi, maka berilah aku kesempatan. Engkau Maha Kaya, maka berilah aku rezeki. Engkau Maha Berkehendak, maka undanglah aku ke tanah suci-Mu berkali-kali. Jika ini kali terakhir dalam hidup ku, maka aku mohon ridhoi dan berkahilah aku dengan surga-Mu. Ya Allah berikan cahaya-Mu di dalam qalbu agar walau jauh dari Baitullah, aku selalu rindu, selalu merasa dekat, seolah-olah memandangnya, berada di dalamnya, bersama Engkau, Ya Allah …

Perjalanan dari Makkah menuju Mina mabit semalam. Ada banyak kontainer free gift seperti Ibrahim Al-Ibrahim yang membagikan makanan dan minuman kepada jamaah haji.

Hikmah Peristiwa Kelaparan di Arafah

Tak terbayangkan terjadi kelaparan di Arafah. Tempat berkumpul jutaan umat Islam untuk menjalankan puncak ibadah haji : wukuf. Tak ada seorangpun yang menyangka akan diberi hadiah unik dan menarik dari Allah SWT : rasa lapar dan haus justru di tanah suci-Nya. Di waktu yang semua jamaah faham : pintu-pintu langit dibuka dan para malaikat turun menjemput doa-doa. Lalu, apakah hikmah dalam episode kali ini?

Musim haji 2006/2007 adalah Haji Akbar, karena wukuf di Arafah jatuh di hari Jumat. Hidangan penuh berkah yang tersedia saat itu adalah kekurangan makanan yang berdampak kelaparan bagi sebagian besar jamaah. Namun, banyak jamaah yang tak memahami hikmah besar di balik peristiwa heboh ini. Bahkan televisi tanah air meliput secara besar-besaran. Renungkanlah sejenak, wukuf berarti berhenti secara fisik. Namun, akal dan qalbu terus bergerak menuju kelahiran kembali sebagai manusia suci.

Oh … Alangkah rugi bila waktu yang demikian sempit digunakan untuk berebut jatah. Betapa malunya, bila jamaah lantas marah-marah disertai sumpah serapah. Ini Arafah! Tempat dimana doa pasti diijabah. Dikabulkan oleh Allah … Tampak di sudut lain di Arafah, sekelompok jamaah tetap khusyuk menyimak khutbah. Kelaparan tak menyapa dirinya yang sangat lelah. Mereka telah berjalan kaki seharian dari Makkah. Alhamdulillah … Aku berada bersama orang-orang di sudut tenda tanpa merasa lapar dan haus sedikitpun.

Hati ku bergetar dan air mata tumpah ruah.

Subhanallah … Ada berita besar apa yang hendak Allah sampaikan di Arafah. Wahai … para tamu-Mu. Ini tanah suci-Ku. Pasti Aku akan menjamu dengan hidangan istimewa. Cobalah rasakan sedikit saja penderitaan saudara-saudara mu di tanah air. Ada yang terkena tsunami, banjir bandang, gempa bumi, longsor, lumpur panas, letusan gunung, tenggelam di lautan, kekeringan, kabut asap. Begitu banyak saudara-saudara mu yang ditimpa kesusahan.

Adakah hati mu tergerak? Adakah raga mu ingin menolong? Adakah belas kasihan? Sudahkah diri ini membantu dengan harta, tenaga, maupun sekedar doa ? Baru sehari semalam saja tak makan. Begini rasanya kelaparan. Tapi sesungguhnya perut ini bisa kok diatur. Perut ini mau saja kok diajak menahan lapar. Atau jangan-jangan memang terbiasa tidak bisa menahan lapar ? Segala dimakan sampai kekenyangan! Bahkan barang tak halal pun tak dipersoalkan. Malah makan ‘orang’ pun dilakukan. Astaghfirullah … jauhkanlah aku dari hal yang sedemikian.

“Wahai manusia! Sungguh janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdaya kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu memperdaya kamu tentang Allah,” (QS. Fatir 35 : 5). Siapa diri ini? Mau apa hidup di dunia? Siapa yang menciptakan? Siapa yang mengurus? Nikmat mana lagi yang kita dustakan? Tapi, mengapa kita hanya memberi sisa waktu kita kepada Allah?

Bukankah Allah telah mengingatkan : “Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidak kah kamu mengerti?” (QS. Al Qasas 28 : 60).

Wahai hati yang lemah … Hati yang sering mengeluh dan berkeluh kesah! Rasa lapar dan haus tak lebih dari dua puluh empat jam. Mengapa tak membuat hati luluh dalam rasa syukur? Bertahun-tahun hidup dalam kecukupan tak kekurangan sedikitpun makanan dan minuman. Mengapa tak membuat jiwa bangkit dalam semangat? Bercita-cita kelak saat kembali ke tanah air akan senantiasa berbuat amal shalih membantu sesama yang kekurangan. Ya Allah … ampuni diri hamba yang lalai dari bersabar atas segala ujian yang datang. Terimalah taubat hamba Ya Rabbi … Jauhkanlah hamba dari siksa-Mu dan berilah hamba cahaya-Mu kelak. Pertemukanlah dan kumpulkanlah hamba bersama orang-orang shalih yang Engkau beri kebahagiaan kekal di surga-Mu. Amin …

Aku Jadi Tukang Pijat Teh Ninih

Aku merasa mendapat karunia dapat menjadi tukang pijat Teh Ninih. Ceritanya setelah mabit di Muzdalifah, aku senang sekali bisa terus menerus berpegangan tangan dengan Teh Ninih. Entah mengapa? Saat itu Teh Ninih merasa sangat pusing. Beliau berkata, “Migren saya kumat nih … Tepat setelah shalat subuh.” Padahal rombongan harus segera meninggalkan Muzdalifah dan menuju Mina untuk melaksanakan jumrah Aqabah.

Aku memberanikan diri mendekati Teh Ninih dan menawarkan pijatan di telapak tangan untuk menghilangkan ketegangan urat syaraf.  Masyaallah … Senang sekali, ternyata Teh Ninih bersedia. Beliau bertanya, “Belajar di mana Teh Dewi bisa mijat gini? Terasa lebih enak. Pusingnya berkurang.” Aku hanya tersenyum dan mengucapkan, “Alhamdulillah Teh kalau sudah baikan.” Teh Ninih menepuk pundakku dan mengucapkan terima kasih.

Malu juga ya dipuji beliau. Aku bilang lagi, “Alhamdulillah Teh … Inikan ikhtiar. Sedangkan segala kesembuhan datangnya dari Allah.” Dalam perjalanan itu tanganku baru lepas dengan tangan Teh Ninih setelah harus berpisah di persimpangan jalan.

Lokasi tenda Teh Ninih berbeda dengan tenda rombonganku.  Malam harinya, tak disangka-sangka. Sungguh karunia dari Allah, tiba-tiba saja setelah shalat Isya, Teh Ninih masuk ke tenda kami. Beliau langsung duduk di dekatku sambil berselonjor kaki.

Entah mengapa aku kok ya kepingin menolong Teh Ninih yang tampak sangat lelah. Sambil tersenyum aku menawarkan diri lagi untuk memijat beliau, “Teh … Punten. Bolehkah saya memijat Teteh lagi? Mudah-mudahan pegal dan capeknya bisa berkurang.”

Alhamdulillah… Teh Ninih bersedia dikeroyok, alias dipijat oleh banyak jamaah,ha3 … Rupanya teman-temanku tak mau ketinggalan jadi tukang pijat dadakan. Akhirnya empat atau lima orang bergotong royong memijat Teteh dari mulai kaki, tangan, punggung dan kepala.

Bahagia rasanya bersahabat dengan Teh Ninih yang shalihah, sabar, baik hati, dan cerdas. Semoga beliau selalu disayang Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang di dunia dan kelak di surga-Nya yang terindah, aamiin …

Disangka Kawin Muda oleh Jamaah Haji Malaysia

Ya Allah … Sungguh firman-Mu benar. Aku mendapatkan banyak hikmah di tanah yang Engkau berkahi telah berkumpul hamba-hamba-Mu dari seluruh penjuru dunia. Menyambut undangan-Mu yang mulia. Tak ada sekutu bagi-Mu. Indahnya menjadi tamu Allah sekaligus menjalin silaturahmi bersama jamaah dari berbagai bangsa.  

“Dari Indonesia?” terdengar jelas suara logat Malaysia. Muslimah separuh baya di sebelahku bertanya sambil mengulurkan tangannya. Kami bersalaman. “Betul,” jawabku sambil tersenyum. Dia langsung membuka pembicaraan, baru kali ini berjumpa muslimah Indonesia membawa buku catatan dan menulis sesuatu sambil menanti waktu shalat. Dia juga tanya dengan siapa aku berangkat? Aku bilang dengan suami. Ha … ha … ha … dia bilang aku kawin muda yah? Oh … No. Dia tebak aku pasti anak orang kaya. He … he … he … aku jawab tidak. Menurut dia, di Malaysia terdapat asumsi bahwa orang Jakarta kaya raya karena sering bolak-balik belanja ke Singapura dan Malaysia. Nah … Orang di luar Jakarta itu identik sebagai warga miskin sehingga harus jadi TKW atau TKI di negeri tetangga. Aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Sejenak berpose saat melempar jumrah di Mina bersama suami. Saat berangkat haji tahun 2006 anakku sudah dua loh! Dan usiaku pun tak lagi muda sudah 36 tahun. Ada pula yang menyangka aku ABG yang nyasar hi3 …

Berjumpa Saudara Muslim dari Banyak Negara

Pengalaman indah lainnya adalah saat aku dan suami dapat berkenalan dengan muslim dan muslimah dari Turki, Pakistan, Mesir, Sudan, Malaysia, Afganistan, Cina, Iran, juga Amerika dan Eropa. Tak kalah bahagianya ketika bertemu saudara sebangsa dan setanah air di negeri orang. Ya kami berkenalan dengan jamaah asal Pirang Sulawesi, Banjarmasin Kalimantan Selatan, Solo Jawa Tengah, Lamongan Jawa Timur, Padang Sumatra Barat. Warna-warni Indonesia indah terlihat. Inilah Bhineka Tunggal Ika berbeda suku dan bahasa daerah tetapi tetap bangga menjadi warganegara Indonesia. Warna-warni kami sebagai bangsa sungguh indah ketika jauh di negeri orang.

Aku merasakan bahwa di pelataran masjid Nabawi ini sering sekali menjadi arena pertemuan berbagai bangsa. Aku pernah mengaji bersama sekelompok jamaah haji Turki dan Pakistan. Aku juga berkenalan dengan jamaah haji dari Afganistan dan Mesir. Masyaallah … Sempat mendapat tamu bulanan, jadi tak ikut shalat berjamaah. Sambil menunggu aku tak tahan untuk men-jepret jamaah haji yang sedang bersujud di pelataran Masjidil Haram dekat tempat sai.

Alhamdulillah … Penginapan, tempat tinggal selama di Makkah berada dekat pemakaman Ma’la. Sepanjang jalan terdapat toko-toko yang menjual aneka sajadah dan perlengkapan ibadah lainnya. Ada juga kios makanan khas Indonesia dan Timur Tengah. Aku pernah mencoba makan siang makanan khas roti besar sekali dengan kuah kari yang hangat. Mmm … Yummy … Sekitar penginapanku juga terdapat jamaah haji dari negara lain.

Mengenal Ka’bah dan Masjidil Haram

Masih ada waktu sebelum menuju ke Madinah yang dapat diisi kegiatan untuk mengenal Sirah Nabawiyah di sekitar kota Makkah. Tempat yang penuh sejarah di masa perkembangan Islam pertama oleh Nabi Muhammad beserta para sahabat yang mulia.

Jarak hampir dua kilometer tidak menghalangi hati dan kaki untuk selalu bergegas menuju masjid yang dihormati dan dimuliakan. Bukan ganjaran pahala saja yang menjadi magnet, melainkan aura, suasana, dan rasa sangat dekat kepada-Nya yang terus menerus ingin aku dapatkan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan : “Janganlah memberatkan untuk mengadakan perjalanan kecuali ketiga masjid; (1) Masjidil Haram; (2) Masjid-ku (Masjid Nabawi); (3) Masjidil Aqsha.” (HR. ad-Damiri, an-Nasa’i, dan Ahmad).

Pelataran Masjidilharam persis di depan pintu King Abdul Aziz menjadi tempat favorit untuk beristirahat setelah melakukan shalat berjamaah dan bertawaf. Berada di dalam Masjidilharam selain menunaikan shalat wajib dan sunnah, maka ibadah utama lainnya yaitu melaksanakan tawaf. Mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran. Dilanjutkan shalat di belakang Maqam Ibrahim. Lalu minum air zam-zam, berdoa di Multazam. Jika sempat bisa melakukan shalat di Hijir Ismail atau mencium Hajar Aswad.

Ka’bah adalah kiblat seluruh umat Islam di dunia. Bertawaf sebanyak tujuh putaran bersama para malaikat. Kondisi Masjidil Haram pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq tidaklah seluas sekarang. Masjid ini terus diperluas pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab, Usman bin Affan. Kemudian diperindah lagi pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang dilanjutkan oleh Bani Abbasiyah.

Tak ketinggalan Dinasti Ottoman melakukan beberapa kali proses perbaikan. Bangunan Masjidil Haram terdiri dari dinding dan deretan tiang-tiang dengan lengkungan-lengkungan artistik mengelilingi Ka’bah. Kubah-kubah kecil berjumlah 152 buah. Masing-masing tiangnya berjumlah 589 buah mempunyai tinggi 20 kaki dan berdiameter 1,5 kaki. Tiang-tiang itu ada yang terbuat dari marmer putih, batu granit biasa, batu granit berwarna. Batu-batu tersebut sebagian besar diambil dari pegunungan di sekitar Makkah.

Di sekeliling masjid ada tujuh menara yang menjulang tinggi. Masing-masing menara mempunyai nama : bab al-Umrah; bab al-Huzurah; bab as-Salam; bab al-Ali; Sulaimanah, dan Kait Bai. Masjidilharam memiliki 19 pintu gerbang yang selalu terbuka. Beberapa nama pintu antara lain : bab as-Salam; bab as-Shafa; bab as-Su’ud; bab al-Umrah; bab Ibrahim; dan bab Jumah.

Setiap pintu memiliki kesan yang berbeda, misalnya pintu Umrah terasa ramah dan feminin, pintu King Abdul Aziz terlihat elegan, sedangkan pintu King Fadh tampak gagah dan mewah. Pintu favoritku adalah Babussalam. Jika melewatinya aku bisa langsung melihat Ka’bah. Prosesi visual ini sangat unik, menakjubkan, dan membahagiakan. Pengorbanannya adalah aku harus sabar menjalani pemeriksaan askar perempuan: tas ransel, kantong sepatu, bahkan jaket diperiksa dengan teliti. Aku tak bisa memandang wajah cantiknya sebab tertutup cadar hitam. Namun, aku merasa askar membalas senyumku dan pasti ucapan salamku, walau dengan lirih.

Menikmati Kota Makkah Selama 30 Hari

Selama tinggal di Makkah, aku berada di maktab 12 nomor pondokan 135. Posisi pondokan berada di sebelah Timur Masjidil Haram. Lokasi ini biasa disebut perkampungan Ma’la. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah bersama istri dan anak-anaknya adalah warga Ma’la. Beliau menetap di sana sampai tibanya waktu hijrah ke Madinah. Ketika Fath Makkah atau pembebasan Makkah, Beliau dan para pengikutnya masuk Makkah dari arah Ma’la / Hujjun.

Khadijah binti Khuwailid dimakamkan di pemakaman Ma’la. Dia sangat suka dengan burung merpati. Nah … Uniknya di sekitar pemakaman Ma’la banyak burung merpati abu-abu. Bukankah dalam kisah hijrah, merpati dipilih Allah Subhanahu wata’ala sebagai perantara menyelamatkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Ketika merpati membuat sarang dan bertelur di depan gua Jabal Tsur.

Setelah pemakaman Ma’la. ada sebuah masjid yang menjadi saksi dibaiatnya sekumpulan jin oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Masjid Jin begitu namanya. Di kiri kanan masjid berderet pertokoan dan hotel atau pondokan untuk jamaah haji. Setelah melewati masjid Jin, aku akan menyebrang jalan lagi dan melintas di depan Saudi Post. Beberapa kartu pos aku kirimkan untuk anak-anakku, Kaka dan Mas. Aku memang lebih suka menulis surat daripada sms atau telepon. Pada kartu pos aku tuliskan cerita singkat kegiatan ibadah haji.

Aku juga berkesempatan mengunjungi Jabal Tsur dan Jabal Nur. Sejarah mencatat Jabal Nur adalah tempat Nabi Muhammad mendapatkan wahyu pertama melalui malaikat Jibril. Sedangkan Jabat Tsur adalah tempat bersembunyi Beliau saat peristiwa hijrah.

Satu lagi kenikmatan saat tinggal di Makkah adalah aku bisa minum air zamzam setiap hari. Saat berada di Masjidil Haram bisa mengambil air zamzam dan membawanya ke pondokan. Selain itu, aku juga jadi senang makan kurma, minum madu dan susu setiap hari. Kalau makanan sih aku tak ada masalah, kadang membeli makanan ala Indonesia, sering juga membeli makanan khas berbagai negara. Aku mencicipi makanan dari restoran Turki, Mesir, Lebanon, Palestina, dan Afganistan. Berkali-kali aku membeli ayam goreng dengan kentang yang porsinya besar sekali. Oya … Aku juga selalu menyediakan buah seperti pisang, apel, dan jeruk.

Mengenal Unta Hewan Unik Khas Padang Pasir

Aku berkesempatan mengunjungi Jabal Rahmah di dekat Arafah dan mengelus kepala unta. Hewan khas padang pasir ini sangat menarik hatiku. Bentuknya yang unik dan wajahnya yang imut He3 … Sepertinya wajah unta itu selalu tersenyum. Oya … Saat di Mina, di sekitar tenda sering lewat unta yang dihias cantik sekali.

Apa hikmah yang aku dapat dari unta? Suatu kali Imam Masjidil Haram diam sejenak, mendehem, lalu batuk beberapa saat. Lantunan suara merdu beliaupun sedikit terganggu. Begitupun Imam masjid di dekat penginapan di daerah Ma’la, dia beberapa kali menghentikan bacaan surat Al-Fatihah dan surat lainnya dari Al-Qur’an karena batuk. Akupun mengalami hal yang sama. Batuk tiada henti. Sempat juga dada ini terasa hingga sesak karena ingin menahan agar batuk tak berbunyi saat shalat berjamaah.

Dokter kloter yang baik hati memberi aku obat batuk, namun efeknya tak seberapa. He3 … Aku tetap batuk-batuk dengan merdunya. Kali lain ketika ada ceramah dari Aa Gym sebagai pembimbing ibadah haji, dia menyampaikan keajaiban unta. Loh! Apa hubungannya unta dengan batuk para jamaah?

Allah Yang Maha Adil lagi Maha Pemberi Petunjuk telah menciptakan unta dengan bentuk hidung yang sedemikian sempurna untuk menahan debu pasir yang lembut sekalipun. Hidungnya ditumbuhi bulu-bulu halus dan dilindungi cairan yang kental agar debu dapat disaring dengan baik. Untuk itu dianjurkan agar jamaah haji rajin memakai masker selama di tanah suci. Wooowww … Jadi hanya unta yang gak batuk ya? He3 … Begitu canda salah satu jamaah yang setelah berkomentar langsung terbatuk-batuk lama sekali .

Satu lagi hikmah batuk yang aku alami di tanah suci ini memberikan peringatan agar aku senantiasa menjaga lisan dan perkataan. Ternyata … Baru sedikit saja terganggu batuk, bicara rasanya sangat tidak nyaman. Harus banyak memohon ampun kepada Allah Yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar agar segala salah dan dosa mulut ini. Ya Allah … Ampuni bila hamba tak bisa menjaga lisan, bila perkataan menyakitkan sesama, bahkan lisan yang lupa menyebut nama-Mu.

Merasakan Kesedihan Ketika Meninggalkan Kota Makkah

Suasana kota Makkah dapat aku saksikan dari lantai atas penginapanku. Kota yang tak pernah sepi dari kunjungan para jamaah ibadah haji dan umroh. Banyak kenangan indah tak terlupakan. Tak mungkin ku ucapkan kata selamat tinggal, karena sungguh aku sangat ingin kembali pada suatu saat nanti. Waktu jualah yang mengharuskanku meninggalkan kota Makkah juga Baitullah dan Masjidil Haram. Airmataku menetes sepanjang Tawaf Wada atau tawaf perpisahan. Undang kembali aku sebagai tamu-Mu pada lain waktu Ya Allah Yang Maha Kaya lagi Maha Melimpahkan Kebaikan.

Bis meluncur di jalan bebas hambatan dari kota Makkah menuju kota Madinah. Jarak sejauh 450 kilometer cukup ditempuh selama 7 jam saja perjalanan dengan kendaraan yang nyaman. Aku melihat keluar jendela, padang pasir dan bukit bebatuan coklat kehitaman. Tanpa pepohonan yang rindang. Bagaimana dahulu Rasulullah melaksanakan berhijrah? Berjalan kaki bersama sahabat setia Abu Bakar Ash-Shiddiq di tengah terik matahari dalam kurun waktu 20 hari.

Mendalami Dakwah Islam di Kota Madinah

Hal menarik ketika berada di kota Madinah adalah menyelami kehidupan Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam bersama keluarganya. Ternyata rumah Beliau sangatlah sederhana dan kehidupan sehari-harinya sangat bersahaja. Ukuran rumah beliau tak lebih dari 5 x 4 meter persegi dan halaman belakang 5 x 3,5 meter persegi. Atapnya dari pelepah kurma, dindingnya dari batu bata tahan api, lantainya tanah. Subhanallah … Luar biasa. Bukan istana pualam atau hiasan emas dan perak yang dinikmati bersama keluarganya.

Suasana senja hari di pelataran Masjid Nabawi.

Sanggupkan kita meneladani kehidupannya yang demikian? Sanggupkan kita tidak mengeluh dan berputus asa ketika menemui kesulitan hidup? Ketika shalat di Masjid Nabawi, terbayang bagaimana Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menjadi imam, ruku dan sujud bersama para sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hamzah sayyid al syuhada, Salman al Farizi, Abbas ibn Abdul Muthalib, Al Hakam ibn Sa’id, Ubay ibn Ka’ab, Zaid ibn Haritsah, Mu’awiyah ibn Abi Sufyan, Zaid ibn Tsabit, dan Abu Lubabah.

Begitu juga serasa ada para ummul mu’minin, Saudah binti Zam’ah, Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Huzaimah, Juwairiyah binti Haris, Sofiyah binti Hay bin Akhtab, Hindun binti Abi Umaiyah, Ramlah binti Abu Sufyan, Hafsah binti Umar bin Khatab, Zainab binti Jahsy, dan Maimunah binti Haris. Sungguh terasa di hati ini suasana syahdu saat putri-putri beliau hadir di sini mereka adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.

Mereka adalah pejuang sejati, penegak kalimat tauhid, rela berkorban harta, raga, bahkan jiwa.

Bersyukur aku bisa mengunjungi Raudah ‘taman surga’ sebanyak 2 kali untuk menunaikan shalat dengan tenang dan nyaman, Seperti ucap Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam : “Antara kamarku dan mimbarku adalah taman (raudah) dari taman-taman surga. Dan mimbarku di atas kolam.” (Shahih Bukhari no. 1888).

Kubah hijau di Masjid Nabawi, dibawahnya adalah makam Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.

Pada kesempatan lain aku berkeliling masjid sampai makam Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Kubah hijau menandai rumah Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq yang kini menjadi makam Beliau.. Betapa sederhana dan bersahaja kehidupannya, namun betapa tinggi kecintaan Beliau kepada umatnya. “Umati … Umati … Umati …” Begitulah pesan terakhir menjelang wafatnya. Airmata ini tak terasa deras mengalir membasahi pipi.

Teladan Beliau tercermin dalam kebaikan rohani, kemuliaan jiwa, kesucian hati, kesederhanaan tingkah laku, kebersihan, dan kehalusan rasa. Sifatnya lemah lembut tapi kesatria, ramah tetapi serius, dan otaknya cerdas. Alam pikirannya luas sehingga mampu mempengaruhi baik kepada orang pandai maupun orang yang tidak berpengetahuan. Senyumnya memikat, sabar terhadap bawahan, rela menjenguk orang sakit sekalipun memusuhinya, memenuhi undangan orang miskin sekalipun. Tak segan menjahit sendiri pakaiannya, memerah susu kambing, dan menolong pekerjaan rumah.

Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam menyayangi orang miskin, mencintai anak-anak, dan menghormati perempuan. “Ya Nabi salam ‘alaika, ya Rasul salam … salam ‘alaika, ya Habib salam ‘alaika, shalawattullah ‘alaika.” Shalawat dan salam kepada kekasih Allah subhanahu wa ta’alla menjadi tali penghubung antara umatnya dengan Nabi yang mulia. Masjid Nabawi, Masjid Quba, Masjid Qiblatain, dan Jabal Uhud adalah sebagian saksi sejarah perjuangan Beliau dalam menyebarkan agama Islam sampai ke seluruh penjuru dunia.

Perjuangan dakwah Islamiyah, ketegaran hati, kepemimpinan, akhlak mulia, persahabatan dalam iman dan islam, bahkan kecintaan Beliau kepada umatnya terpancar dari kota Madinah. Hikmah yang aku dapat dari perjalanan ziarah ini tak lepas dari kekuasaan  Allah Yang Maha Benar lagi Maha Pemberi Cahaya. Perintah-Nya kepada manusia agar mengadakan lawatan di muka bumi untuk membuktikan kekuasaan-Nya, “Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang orang-orang yang sebelum mereka,  sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tidak ada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa,” (QS. Faathir 35 : 44).

Tempat Bersejarah Sekitar Kota Madinah

Masjid Quba terletak di daerah Quba. Ketika Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam berhijrah ke Kota Madinah, orang-orang pertama yang menyongsong Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam adalah penduduk Quba. Sebagai tanda penghargaan bagi penduduk Quba, maka dibangunlah sebuah masjid di daerah tersebut.

Ada juga masjid Qiblatain yang terkenal karena memiliki dua mihrab atau kiblat. Di masjid ini ketika Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam sedang melaksanakan shalat dzuhur, pada rakaat pertama dan kedua beliau melakukannya dengan menghadap Baitul Maqdis di Yerussalem/Palestina (karena memang belum ada perintah menghadap Ka’bah), lalu turunlah surah Al-Baqarah ayat 144 yang memerintahkan Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalaam agar menghadapkan kiblat ke Ka’bah di Makkah. Maka rakaat ketiga dan keempat Beliau menghadap ke Ka’bah sebagai kiblat umat Islam sampai akhir jaman.

Jabal Uhud juga patut dikunjungi sebagai bagian sejarah umat Islam. Saat umat Islam masih dimusuhi oleh kafir Quraisy di Kota Makkah. Terjadilah peperangan dahsyat di perbukitan Jabal Uhud. Kaum muslimin berjumlah 700 orang harus melawan tentara kaum musyrikin Makkah 3.000 orang. Dalam perang tersebut umat Islam mengalami kemenangan yang gemilang, sehingga kaum musyrikin lari pontang-panting. Di Jabal Uhud kaum muslimin tergoda harta rampasan perang dan tidak mengikuti perintah Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam. Maka terjadilah serangan balik dari kaum musyrikin sehingga terbunuhlah 70 orang syuhada termasuk diantaranya Hamzah bin Abdul Muthalib.

Tinggalkan komentar