Menikmati Sisa Hujan Semalam

Standar

Sebagian umat Islam melaksanakan shalat gerhana dua rakaat dengan dua ruku. Lalu memperbanyak berdzikir dan bersedekah. Tak ketinggalan membaca Al-Qur’an dan berusaha memahami kejadian ini, terutama terkait dengan beragam ayat yang berkaitan dengan tujuan penciptaan alam semesta beserta segala rahasianya.

Dan katakanlah. “Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan.”(QS. An-Naml, 27 : 93).

Kaka Ibrahim Rasyid Ridho Rusydi

Mas Muhammad Hafizh Haidar Hanif

Teteh Maryam Aliyya Al Kindi

Hiduplah bagai air yang menebar manfaat bagi sesama … Kalian menjadi tetes embun, gumpalan salju, bongkah es, gerombolan awan, pancaran mata air, atau curahan air terjun

Berada dalam tubuh semua mahkluk hidup, juga dalam gelas, teko, ember, bak, kolam, parit, sungai, danau, rawa, laut, dan samudra bahkan di langit dan perut bumi

Allah Yang Maha Besar lagi Maha Pemberi Karunia senantiasa memberkahi hidup kalian, aamiin … Barakallah

Hari yang cerah, matahari bersinar hangat, dedaunan segar masih menyisakan embun bekas hujan semalam, senyumku untuk semua. Masyaallah … Di taman sebuah majelis ilmu. Tetes embun bening dan cerah bunga merekah menemaniku menikmati pagi yang indah. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Kamilah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu di sana Kami tumbuhkan biji-bijian, dan anggur dan sayur-sayuran, dan zaitun dan pohon kurma, dan kebun-kebun (yang) rindang, dan buah-buahan serta rerumputan. (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu. (QS. ‘Abasa : 24-32).

WhatsApp Image 2020-06-14 at 21.17.12

Menuliskan tentang hujan, berarti melukis kembali kenangan manis puluhan tahun silam.

Hujan bukan halangan, bahkan hujan identik dengan kesenangan. Berbasah kuyup tak di larang. Berlarian berkeliling bersama teman-teman dari gang kecil satu ke gang kecil lainnya, lalu berkumpul di sudut jalan. Di bawah talang dan teritis atap rumah kami tertawa riang.

Sesekali permainan di isi pertengkaran. Ah … Namanya juga anak-anak. Kami rebutan bunga dan daun kembang sepatu dari kebun tetangga. Mau tahu untuk apa? Bila ditumbuk sampai halus akan mengeluarkan cairan kental seperti jelly. Kami menyulapnya menjadi minyak goreng untuk main masak-masakan. Tanah liat jadi bumbu kacang dan beragam dedaunan jadi gado-gado.

Bosan satu permainan, kami berganti permainan lain. Masih dalam guyuran hujan yang telah menggigilkan tubuh kami. Supaya lebih hangat sekali lagi kami berlarian mencari tempat sembunyi. Yup! Petak umpet sambil main hujan. Seru … Syaratnya tak boleh sembunyi di tempat yang tak terkena air. Wuih … Bila badan sudah tak tahan kedinginan kami sepakat kembali ke rumah.

Entahlah … Mengapa mamahku tak marah? Alhamdulillah.

Apa mungkin kini Aku bisa bersikap sama kepada anak-anak bila mereka juga ingin bermandi hujan. Sayang … Anak-anakku tak tertarik berlari keluar menyambut cucuran air dari langit seheboh Aku dahulu.

Mungkinkah airnya tak sebening air hujan 30 tahun lalu? Sebab Aku kadang ingin menikmati kenangan masa kecil yang begitu membahagiakan bersama anakku juga. Tapi sekali lagi jaman sudah berubah … Karena air hujan pun kini tak sama.

Ayat-Ayat Hujan

Abdul Syukur al-Azizi dalam buku Hadits-Hadits Sains menerangkan bahwa kata hujan disebut sebanyak 55 kali dalam Al-Qur’an

“Dia telah menurunkan air dari langit, lalu mengalirlah air itu di lembah-lembah sesuai dengan ukurannya. Arus itu membawa buih yang mengambang. Dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buih seperti (buih arus) itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang hak dan batil. Buih akan hilang tidak berguna, sedangkan yang bermanfaat bagi manusia akan menetap di dalam bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan.” (QS Ar-Ra’d: 17).

Allah telah berfirman dalam surah Al-Kahfi ayat 1-3 : “Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab Suci (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak membuat padanya sedikit pun kebengkokan. (Dia juga menjadikannya kitab) yang lurus agar Dia memberi peringatan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik. Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.”

Dalam Al-Qur’an, manusia diseru untuk merenungi berbagai kejadian di alam semesta dan benda-benda alam, yang dengan jelas memberikan kesaksian akan keberadaan dan keesaan Allah beserta sifat-sifat-Nya. Tanda-tanda kebesaran Allah terdiri atas segala sesuatu di alam semesta ini untuk tujuan memperlihatkan dan menyampaikan keberadaan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

“Tidakkah engkau melihat bahwa sesungguhnya Allah mengarahkan awan secara perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu menjadikannya bertumpuk-tumpuk. Maka, engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya. Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. Maka, Dia menimpakannya (butiran-butiran es itu) kepada siapa yang Dia kehendaki dan memalingkannya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (QS An-Nūr: 43).

“Yang menurunkan air dari langit dengan suatu ukuran, lalu dengan air itu Kami menghidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).” (QS Az-Zukhruf: 11).

“Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu. Sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan yang dengannya kamu menggembalakan ternakmu.” (An-Naḥl: 10).

“Allah-lah yang mengirim angin, lalu ia (angin) menggerakkan awan, kemudian Dia (Allah) membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya dan Dia menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya. Maka, apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, seketika itu pula mereka bergembira.” (QS Ar-Rūm: 48).

“Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan). Maka, Kami menurunkan hujan dari langit lalu memberimu minum dengan (air) itu, sedangkan kamu bukanlah orang-orang yang menyimpannya.” (QS Al-Ḥijr: 22).

“Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran. Lalu, Kami jadikan air itu menetap di bumi dan sesungguhnya Kami Maha Kuasa melenyapkannya.” (QS Al-Mu’minūn: 18).

“Dialah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira yang mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan) sehingga apabila (angin itu) telah memikul awan yang berat, Kami halau ia ke suatu negeri yang mati (tandus), lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang mati agar kamu selalu ingat.” (QS Al-A’rāf: 57).

Sungguh, kewajiban kita untuk dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah, sehingga dengan demikian kita akan mengenal Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Adil. Yang telah menciptakan dirinya dan segala sesuatu yang lainnya, menjadi lebih dekat kepada Allah Yang Maha Suci lagi Maha Kuasa.

Allah Yang Maha Cerdas lagi Maha Mengetahui mengajak dalam berbagai ayat Al-Qur’an kepada kaum berakal untuk memikirkan hal-hal yang biasa diabaikan orang lain, atau hanya dianggap suatu kebetulan juga keajaiban alam.

Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (serasa berkata) : “Ya Tuhan kami … tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”‘

(QS. Ali’Imran, 3 : 190-191).

Perintah untuk Melakukan Rihlah atau Perjalanan

Perjalanan untuk tafakkur dan tadabbur dilakukan kaum Muslim merujuk pada perintah dalam al-Qur’an, “Katakanlah, ‘berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh Allah maha kuasa atas segala sesuatu (Q.S. 29:20).

Dalam ayat lain dikatakan, “Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada” (Q.S. 22: 46).

Islam merupakan agama yang sangat mendorong pemeluknya melakukan perjalanan (rihlah)—atau banyak juga yang mempergunakan istilah “safar” (yang juga berarti perjalanan). Dan semuanya dengan kemuliaan dan pahalanya masing-masing. Dalam sejarah Islam, terdapat kisah-kisah perjalanan yang dilakukan Nabi saw; perjalanan kafilah dagang di mana Nabi saw bertemu dengan pendeta yang mengetahui tanda-tanda kenabian; perjalanan hijrah Nabi saw dari Mekkah ke Madinah yang penuh perjuangan; perjalanan isra’ dan mi’raj dari Masjid al-Haram menuju Masjid al-Aqsa lalu menuju sidrah al-muntaha, dan masih banyak lagi perjalanan yang dilakukan Nabi saw yang semuanya kemudian menjadi historis.

Islam, agama yang terus mengalami pertumbuhan pengikut di dunia, mengenal beberapa konsep perjalanan yang menjadi kajian kalangan sarjana, yaitu perjalanan ibadah haji (hajj), perjalanan untuk mencari ilmu (thalab al-ilm), dan perjalanan untuk tafakkur (kontemplasi) dan tadabbur (refleksi), serta yang juga harus disebutkan adalah perjalanan untuk melakukan perdagangan dan mencari rezeki. Perjalanan ibadah haji, yang juga merupakan jenis perjalanan ke tempat suci (pilgrimage), merupakan ibadah wajib bagi setiap Muslim dengan pengecualian bagi “yang tidak mampu”. Karena posisinya sebagai ibadah wajib, maka perjalanan haji merupakan perjalanan paling populer di dunia Islam.

 

Tinggalkan komentar