Mudik Jalan Silaturahmi

Standar

Adakah teman pembaca yang memiliki anak pemalu? Tak mau bersalaman dengan orang yang baru dikenal? Bahkan dengan sepupu tak mau bermain bersama, padahal seumuran.

Belajar Silsilah Keluarga Saat Mudik Lebaran dan HBH

Kaka dan Mas bersama Ibu Sirriyah, eyang mereka di Solo berkumpul dengan cucu-cucunya di hari idul fitri sangat membahagiakan.

Aku membaca informasi bahwa kecerdasan sosial (SQ)  pada diri anak-anak yang tinggal di kota besar cenderung rendah. Ternyata, hal ini terbukti dari skor kecerdasan majemuk Kaka, Mas, dan Teteh. Tentu hal ini bukan berita buruk, tapi sebuah trigger atau pemicu semangat bagiku untuk meningkatkan kecerdasan sosial mereka.

Apa yang harus aku lakukan sebagai orangtua? Aku dan suami memilih sebuah jalan yaitu silaturahmi. Mudik lebaran sambil merayakan idul fitri aku ajak anak-anak untuk berkunjung ke tempat yang membutuhkan komunikasi antar personal, seperti mengunjungi rumah kerabat atau sahabat.

Sebagai orangtua, aku ingin memberi teladan dengan berusaha terlebih dahulu memberikan senyum, menyapa, memberi salam, berjabat tangan, bila dengan keluarga yang mahram aku berpelukan, lalu mengobrol. Biasanya bila bertemu orang yang baru saja dikenal mereka cenderung malu-malu.

Teteh seringkali tak mau menyambut tangan orang yang mengajaknya bersalaman. Pengalaman heboh sering terjadi, ia terlihat resah dan gelisah, rewel, atau marah minta segera pulang. Namun, lama kelamaan sejalan makin intensif program ini berjalan, Alhamdulillah mereka makin enjoy bila di ajak silaturahmi.

Agar suasana lebih sesuai dengan usia mereka, aku sempatkan berkumpul bersama sepupu di rumah Mamah Tuti di Cirebon atau di rumah Ibu Sirriyah di Solo saat mudik. Senang sekali mereka bila diajak berjalan-jalan mengunjungi tempat wisata. Sepanjang perjalanan mereka bisa bercanda dan saling bertukar cerita. Cerita lucu mengalir deras, tawa ceria pun terdengar tiada henti. Aku pikir satu-dua digit skor SQ mereka pasti meningkat.

Ketika mereka sudah semakin besar, mudik adalah momen yang dinantikan. Ada rasa bahagia ketika berkumpul bersama sepupu yang sudah dikenal sejak kecil. Kaka dan Mas bersama sepupunya sedang tracking di kawasan Kota Batu Malang. Silaturahmi plus merawat sehat dan meningkatkan kebugaran di sela kegiatan belajar dan kuliah yang padat. Mereka semua pernah sekolah di pesantren tentu sedikit punya waktu dengan keluarga. Nah … kegiatan silaturahmi ini sebagai ajang melepas kangen juga. Barakallah …

Teteh dan sepupu jalan-jalan keliling Keraton Kasunanan Surakarta dan memberi makan kebo bule, asyik sekali ya … Sempat juga mampir ke Kebun Binatang Jurug Solo. Kami menginap di Musafir Guest House (MGH) Solo yang semula adalah rumah keluarga Ibu Sirriyah. Mereka aku ajak untuk berkunjung ke toko buku Gramedia di jalan Slamet Riyadi dan membeli buku. Nah … Selesai jalan-jalan Teteh melanjutkan kumpul di kamar MGH. mengobrol, dan membaca bersama. Seru sekali! Kadang diselingi juga main petak umpet dan tebak-tebakan kata.

Pade Nur Adnan (berdiri posisi keempat dari arah kiri) adalah sepupu Ibu Sirriyah cucu dari Eyang Bani Tafsir Anom. Kaka dan Mas berkenalan dengan sesama canggah dari Eyang Bani Tafsir Anom V.

Keluarga besar dari Ibu Sirriyah mengadakan acara silaturahmi Bani Tafsir Anom V. Pada kegiatan ini Kaka dan Mas bisa mengenal silsilah keluarga dan berkenalan dengan sepupu eyangnya.

Silsilah Keluarga Eyang Tafsir Anom V

Kalau diturut silsilahnya maka Kanjeng Raden Penghulu Tafsir Anom V atau Eyang Tafsir Anom V akan sampai pada Sultan Syah Alam Akbar III (R. Trenggono), sultan Demak terakhir. Adapun putra dan putri Eyang Tafsir Anom V berjumlah 10 orang yaitu:

1. Raden Ngabei Diprodipuro alias Muhammad Qomar.
2. Raden Ngabei Tondhodipuro (Raden Ketib Cendhono), alias Muhammad Ridwan.
3. Raden Nganten Mursoko alias Mardiyah.
4. Prof. Kyai Haji Raden Muhammad Adnan, alias Shauman.
5. Kyai Kanjeng Raden Tumenggung Pengulu Tafsir Anom VI. Sebelum bergelar Raden Ketib Winong, dan nama kecilnya Sahlan.
6. Raden Ngabei Darmosuroto alias Muhammad Thohar, nama kecilnya Muhammad Ishom.
7. Raden Nganten Maknawi.
8. Raden Nganten Sumodiharjo, alias Siti Maryam.
9. Raden Nganten Projowiyoto alias Marfu’ah.
10. Raden Nganten Condrodiprojo alias Marhamah.

Ibu Sirriyah adalah anak dari Raden Nganten Condrodiprojo atau Eyang Marhamah. Sedangkan Pade Nur Adnan adalah anak dari Kiai Haji Raden Muhammad Adnan atau Eyang Adnan.

Sejarah Kerajaan Demak

Sultan Syah Alam Akbar III atau Raden Trenggono adalah Sultan Demak terakhir. Kerajaan Demak adalah Kerajaan Islam yang berpusat di Jawa Tengah. Demak menjadikan dirinya sebagai tonggak perjuangan untuk menyebarkan agama Islam pada dasawarsa pertama abad ke-16.

Bangunan penting bersejarah yang menjadi pusat kegiatan kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah ini adalah Masjid Demak. Tidak hanya menjadi tempat ibadah seperti shalat wajib dan shalat Jumat, Masjid Demak menjadi markas para wali untuk bermusyawarah.

Keturunan ke-13 dari Sultan Demak terakhir adalah Kanjeng Raden Penghulu Tafsir Anom V (KRP Tafsir Anom V). Beliau wafat pada Kamis malam tanggal 30 Jumadil Awal 1864 atau tanggal 22 September 1933. Salah satu peranan KRP. Tafsir Anom V semasa hidupnya adalah ikut mendirikan dan mengembangkan Mambaul ’ulum, yaitu pendidikan yang diselenggarakan berdasarkan agama di Keraton Kasunanan Surakarta pada tanggal 20 Juli 1905. Madrasah ini mempelopori diberikannya pelajaran ‘Barat’ dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia. 

Bentuk lain kepedulian Beliau terhadap pendidikan adalah membuka sekolah di pendopo rumahnya serta sekolah di sebelah Timur rumahnya (sekarang menjadi TK. MDN Kauman). Salah satu putra beliau yang terkenal sebagai cendekiawan muslim adalah Prof. KH. R. Muhammad Adnan. Karya besar beliau adalah Tafsir Al-Qur’an berbahasa Jawa pada tahun 1977. Beliau yang juga menantu KH. Ahmad Shofawi menjadi takmir masjid Tegalsari di Surakarta. Setelah diberi izin oleh pihak Keraton Kasunanan Surakarta, masjid Tegalsari mulai menyelenggarakan shalat Jumat.

Eyang Adnan duduk di tengah dekat anak kecil yang berdiri di belakang tulisan Halal Bi Halal Kelurga Tafsir Anak 1384 H / 1965 M.

Kisah Saat Tak Bisa Mudik di Masa Pandemi

Aku ingin berbagi pengalaman tetap terhubung dengan keluarga walau tidak bisa mudik saat lebaran. Sedih pastinya ketika Kaka dan Mas yang tinggal di Bandung tak bisa pulang ke Jakarta. Selama bulan Ramadhan hingga lebaran pada tahun 2020 dan 2021 mereka tetap berada di Bandung. Untunglah setelah pembatasan berakhir mereka bisa mudik ke Jakarta. Aku bersyukur masih bisa berkunjung ke Bandung pada waktu yang lain untuk berkumpul bersama mereka.

Mas tertahan di Jatihandap Bandung –home alone– karena ITB baru saja selesai UAS. Masih ada sepekan lagi masa remedial dan pengumuman IPK. Hari Kamis siang Kaka yang tinggal di Jatinangor, mampir ke rumah Jatihandap, tempat Mas tinggal selama kuliah online. Kaka selesai mengantar pesanan ayam kampung umbaran. Hari itu ada tujuh konsumen, Kebetulan konsumen kedelapan adalah Mas he3 …

Kaka dan Mas memang hobi memasak. Mereka ketemuan sambil asyik memasak di dapur. Alhamdulillah opor ala Cirebon dan Solo saat mudik pun tersaji untuk buka puasa berdua. Aku bersyukur sebagai ibu punya anak laki-laki yang bisa mandiri dan bersabar di saat wabah pandemi covid-19. Kaka dan Mas jauh dari orangtua. Aku senantiasa berdoa, semoga Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Penjaga melindungi anak-anakku di manapun mereka berada, aamiin.

Pengalaman menarik pada saat di rumah saja, aku jadi lebih sering melakukan video call dengan Kaka dan Mas. Selepas tarawih dan waktu sahur dipilih agar terasa tetap berkumpul walau berada di kota yang berbeda. Begitupun dengan Mamah Tuti dan keluarga besar di berbagai kota bahkan berbeda negara, aku melakukan hal yang sama.

Kami juga memanfaatkan WhatsApp Group untuk saling berkirim kabar kepada keluarga besar. Sepupuku yang tinggal di Paris Perancis dan Perth Australia juga bisa ikut dalam acara bukber virtual. Saat lebaran kami mengadakan silaturahmi menggunakan aplikasi Zoom. Senang bisa melepas rindu, walau tak bisa berpelukan dan hanya menatap wajah serta mendengar suara mereka.

Oya … Ada satu grup WA yang baru dibuat pada saat pandemi, yaitu grup tahsin Al-Qur’an khusus akhwat beranggotakan keponakan, sepupu, kakak dan adikku. Masyaallah … Teknologi bisa menghubungkan kami yang tinggal berjauhan, ada yang tinggal di Gresik, Jakarta, Depok, Yogyakarta, Tangerang, Palangkaraya, bahkan Brisbane Australia untuk silaturahmi setiap hari ahad sore.

Tak kalah unik dan menarik adalah grup WhatsApp komunitas Mamah Gajah Bercerita dan Mamah Gajah Ngeblog yang aku ikuti. Senang rasanya masih bisa terhubung dalam komunitas yang memiliki hobi sama. Barakallah … Semoga jalinan silaturahmi ini bisa langgeng dan penuh manfaat, aamiin.

Silaturahmi terdiri dari dua kata, yakni shilat yang artinya adalah hubungan, menyambung; dan rahim yang artinya kasih sayang. Sehingga, silaturahmi dapat diartikan sebagai menyambung hubungan kasih sayang. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menghubungkan silaturahmi.

Abu Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka hendaklah dia memuliakan tamunya, siapa yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, hendaklah dia menghubungkan silaturahmi, siapa yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, hendaklah dia berkata baik atau diam.” (HR Bukhari Muslim).

Tinggalkan komentar