Kenangan Indah di Masjid Salman ITB

Standar

Saat kuliah di jurusan Teknik Arsitektur ITB medio 90-an, Masjid Salman adalah tempat favoritku. 

Teteh dan Mas, mahasiswa Planologi ITB di halaman depan Masjid Salman ITB.

Selepas penat dari satu mata kuliah ke mata kuliah lain dan mengasah keahlian di studio, aku pasti bergegas ke Masjid Salman. Suasananya nyaman. Aku berwudhu dan merasakan sejuk air menetes di wajah. Kaki melangkah menuju ruang utama, menapak lantai kayu yang hangat. Indahnya bersujud kehadirat Illahi Rabbi, Dia-lah Allah Yang Maha Baik lagi Maha Mulia, yang telah memberiku karunia untuk dapat belajar di kampus tercinta. 

Gaya arsitektur Masjid Salman yang unik dan menarik. Atap tanpa kubah dan ruang utama shalat tanpa tiang.

Terletak tepat di seberang kampus ITB, Masjid Salman ITB menjadi tempat ibadah, belajar sekaligus berdiskusi di kalangan mahasiswa maupun para dosen ITB itu. Atmosfer dan suasana tenang yang dihadirkan menjadikan masjid Salman senantiasa disinggahi, baik oleh mahasiswa ITB sendiri atau pun pengunjung luar, entah itu masyarakat Bandung maupun luar Bandung.

Tanda tangan Presiden Soekarno di tugu yang didirikan di bagian samping Masjid Salman ITB sisi dekat Taman Ganesha.
Lokasi monumen tersebut tepat berada di depan gerbang utama kampus ITB, Jalan Ganesa No. 10 Bandung dan di belakangnya adalah Taman Ganesha.
Institut Teknologi Bandung (ITB) memiliki sebuah monumen untuk mengenang jasa para mahasiswanya yang gugur dalam menegakkan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1942-1950.
Plakat berisi nama-nama warga Ganesa 10 yang gugur merebut kemerdekaan.

Kembali ke Masjid Salman ITB. Arsitek Masjid  Salman ITB adalah Ahmad Noeman alumni ITB. Masjid yang dibangun atas prakarsa TM Soelaiman, yang kemudian memanggil mahasiswanya Hasan Babsel untuk membangun kepanitiaan pembangunan masjid. Setelah mentok sana mentok sini karena tak kunjung mendapat restu, maka TM Soelaiman, Ahmad Sadali, dan Ahmad Noeman kemudian shortcut langsung izin mimta persetujuan ke Presiden Soekarno.Presiden Soekarno, sebagai salah satu alumni ITB, memiliki ciri khas arsitektur yang bersahaja.  Desain ruang shalat tanpa tiang dengan atap beton tak berkubah. Pada tanggal 28 Mei 1964, Bung Karno memberi nama “Masjid Salman” dan menyutujui rancangan gambar masjid ini.

Desain menara Masjid Salman ITB memakai konsep minimalis tanpa ornamen dan bentuk yang sederhana namun tetap terkesan kokoh. Desain ini mempunyai makna simbolik bahwa setiap manusia terutama umat muslim harus selalu kukuh dalam pendirian dan iman terhadap Allah Yang Mahaesa lagi Maha Perkasa dengan tetap rendah hati dalam segala kesederhanaannya.

Ruang ibadah utama Masjid Salman ITB, baik dinding, lantai, dan langit-langit memadukan desain arsitektur tradisional dan modern. Unsur material utama adalah kayu jati.  Desain menarik lainnya adalah pada tata pencahayaan yang remang. Hal ini membawa nuansa syahdu dan lebih khusyuk bagi setiap orang yang sedang melakukan ibadah di dalamnya, Harapannya adalah orang yang beribadah di sini semakin dekat jiwanya dalam komunikasi kepada Allah Yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar.

Oya … Bila dilihat lebih detail, interior masjid dirancang sedemikian rupa meredam intensitas sinar matahari yang masuk, namun udara tetap mengalir sehingga tanpa kipas angin ataupun pendingin ruangan, hawa ketika berada di dalam Masjid Salman ITB tetap sejuk. Ya … Tentu selain faktor cuaca di Bandung memang sejuk dan segar khas pegunungan he3 …

Setiap hari, walau bukan waktu shalat, suasana Masjid Salman ITB senantiasa ramai oleh jamaah yang sebagian besar adalah mahasiswa ITB. Selepas lulus kuliah dan menikah, aku sering mengajak anak-anak mampir ke kampus dan shalat di masjid Salman. Anakku bungsu, Teteh punya kesukaan tersendiri loh! Di kampus banyak kucing gendut, ternyata di masjid Salman juga banyak kucing lucu. Waaaahhh … Tambah betah saja berlama-lama di sana.

Ditemani Mas saat reuni 30 tahun ITB89, aku berkunjung ke kampus ITB mengenang masa kuliah Arsitektur tahun 1989-1994. Gedung lama sudah dihancurkan dan dibangun gedung baru seperti tampak di latar belakangku.
Teteh main sama kucing di koridos Masjid Salman ITB. Senangnya … Kucingnya jinak, endut dan nurut sepertinya sudah kenal lama sama Teteh he3 …
Sebelum wabah pandemi Covid-19, aku dan teman-teman kajian di Jakarta, menyempatkan diri shalat dzuhur di Masjid Salman ITB.

Ketika bukan masa pandemi Covid-19, pasti aku ajak anak-anak mampir makan siang di kantin Salman dengan menu enak dan murah. Pas sekali dengan kantong mahasiswa yang tipis he3 … Alhamdulillah, Mas anakku kedua menjadi mahasiswa ITB dan senang shalat di masjid Salman. Kemarin sempat telpon, aku tanya shalat tarawih kali ini di mana? Katanya, dia berusaha tarawih di masjid Salman karena protokol kesehatannya sangat baik. Selain tidak begitu jauh juga dari tempat kos. Begitupun untuk shalat jumat, DKM menerapkan aturan yang ketat agar memenuhi syarat pencegahan penularan virus. Menurut catatan sejarah pada tanggal 5 Mei 1972 untuk petama kalinya Masjid Salman ITB dipakai shalat Jumat, dan diresmikan oleh Rektor ITB Prof. Dr. Ir. Doddy Tisna Amidjaja.

Masa pandemi Covid-19 tahun 2020 aku bersama Kaka, Mas, dan Teteh berkunjung ke Masjid Salman ITB, tapi tidak bisa masuk ke kampus ITB. Jadi berpose di depan gerbang saja … Lumayan meredakan rindu. Alhamdulillah …
Bang Imad, Muhammad Imaduddin, namanya populer melalui kuliah tauhidnya di Kampus ITB. Pihak Salman berinisiatif merekam dan membukukan Kuliah Subuh Bang Imad pada Ramadan 1397H/1977 di Masjid Salman ITB. Isi Kuliah Subuh ini seputar Ilmu Tauhid, Definisi Tuhan, Kepercayaan kepada Tuhan dan mentauhidkan Tuhan, Tauhid dan Kemerdekaan, Tauhid dan Ikhlas, Tauhid dan Konsekuensinya.

Yuk! Mampir di artikel menarik lainnya:

Tinggalkan komentar